Berlayar di Atas Badai Wabah, Mampukah?




Oleh : Isma Adwa Khaira 
Pendidik and Member of AMK


Seorang pelaut yang handal tidak ditempa oleh laut yang tenang. Namun ia ditempa oleh ombak besar yang senantiasa akan menggulung siapapun yang lemah. Begitulah yang akan terjadi pada satu sisi kehidupan manusia. Setiap diri akan mengarungi lautannya masing-masing yang akan berubah-ubah sesuai kemampuan manusia. Dari sini kemampuan setiap insan akan terlihat.

Ada manusia yang hidupnya diuji dengan hartanya dan ia sibuk di sisi ini. Ada sisi manusia diuji dengan pekerjaan, anak, rumah tangga, ekonomi, pergaulan, kesehatan, dan sebagainya. Rakyat diuji dengan pemimpinnya ataupun pemimpin yang diuji dengan rakyatnya. Ujian itu senantiasa akan hadir mengisi kehidupan manusia. Menebarkan luka sekaligus kebahagiaan yang bersifat sementara. Dan kini, peradaban diuji dengan badai wabah yang terus meluas.

Gelombang wabah yang kian hari terus membesar hingga menggulung puluhan negara termasuk Indonesia. Riak wabah yang dianggap enteng di awal kemunculannya bahkan ditutupi kini memperlihatkan ombaknya yang semakin membesar. Maka dibutuhkan seorang nakhoda yang handal untuk mengarungi badai wabah yang terjadi. Lalu, mampukah manusia mengarungi samudra bila nakhoda tidak memiliki jiwa kepeminpinan dan kapal tidak layak digunakan?

Tidak dipungkiri bahwa kehidupan hari ini memasuki fase yang kritis. Menebarkan rasa takut dan kegelisahan pada setiap insan. Hanya saja, keamanan dan perlindungan yang diharapkan dari seorang pemimpin ternyata hanya sebuah kata tanpa makna.

Gagapnya penguasa dalam meredam gejolak badai wabah terlihat dari anggaran yang seminimal mungkin dikeluarkan oleh negara. Sehingga negara meminta sumbangan dari rakyatnya. Ketua DPD PKS Aboe Bakar Al Habsy menganggap aneh rencana penguasa untuk membuka rekening donasi untuk badai Corona (Gelora.co). Padahal, negara memiliki APBN yang mampu untuk menangani wabah ini.

Di sisi lain, pembangunan Ibu Kota Baru masih terus berjalan dengan anggaran yang tidak main-main. Juru Bicara Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi mengatakan tidak ada perubahan rencana pembangunan Ibu Kota Negara di tengah meluasnya wabah virus Corona. (DetikFinance)

Keseriusan dan kemampuan pemimpin mengendalikan kondisi yang ada kini dipertanyakan. Untuk kepentingan siapakah pembangunan itu hingga negara abai terhadap penangan corona? Dan memprioritaskannya dibanding dengan nyawa rakyatnya sendiri. Seharusnya keselamatan rakyat adalah prioritas pertama dan utama bagi negara.

Berbeda, Sejarah Islam mencatat bagiamana Islam mampu mensolusikan badai wabah yang menyebar dan bagaimana karakter pemimpin saat itu.

Ibnu Hajar menyebutkan di dalam Fathu al-Bârî bahwa ‘Umar ra. pergi ke Syam. Ketika tiba di Syargh, sampai kepadanya bahwa wabah terjadi di Syam. Lalu Abdurrahman bin ‘Auf memberitahunya bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah maka jangan kamu mendatanginya dan jika wabah terjadi di satu wilayah dan kamu di situ, maka janganlah kalian keluar lari darinya.”

Maka Umar bin al-Khaththab pun kembali bersama kaum muslimin, yakni ketika sampai berita bahwa tha’un telah menyebar.

Negara di bawah kepemimpinan Umar tidak serta merta membiarkan wabah menyebar tanpa penanganan. Negara menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan penyediaan obat secara gratis untuk seluruh rakyat, mendirikan rumah sakit dan laboratorium pengobatan, dan menjamin hal lainnya yang termasuk kebutuhan asasi rakyat eperti halnya pendidikan dan keamanan.

Karenanya, untuk melewati badai wabah saat ini bukan hanya dibutuhkan nakhoda yang handal. Namun juga dibutuhkan kapal yang terbaik. Sistem/kapal rusak hari ini tidak akan menjadi tempat berdiam diri kaum muslimin. Karenanya sistem yang terbaik yang mampu memberikan keamanan dan kesejahteraan pada penumpangnya hanyalah Islam semata. Dan nakhoda yang nemiliki ketaatan penuh pada Allah.
Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak