Aset dari Rakyat, Untuk Rakyat




Oleh Sri Nova Sagita

Pemimpin dinegeri tidak akan kehabisan akal untuk memberikan solusi buat rakyatnya. Walapun ada pro dan kontra, wajar.  Itulah resiko menjadi pemimpin. Biar untuk meminimalisir hal tersebut pemimpin musti pinter dan gesit.  Biar solusinya gak mampet di jalan atau cuma omdo aja. Betul gak?  

Seperti halnya. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan di masa-masa sulit menghadapi wabah pandemi Covid-19, alangkah baiknya jika masyarakat yang bukan penerima bantuan bisa memanfaatkan aset yang dimiliki.
Jangan semua buru-buru jadi penerima bansos. Jadi kepada mereka yang terdampak, gunakan dulu tabungan. Kita kan menabung itu untuk dipake pada saat lagi susah, jadi habiskan dulu tabungan, ujarnya.

Lanjut Emil, jika saja tabungan yang dimiliki habis. Maka masyarakat bisa menjual aset yang dimiliki atau barang-barang berharga.

Kalau kata Aa Gym jual aset dulu mau itu barang elektronik atau perhiasan dan lain-lain. Kalau sudah tidak punya tabungan dan aset, barulah masuk ke kelompok yang tangan dibawah, ucapnya seraya berkata tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah.

Ia pun meminta kepada Bupati Sumedang, H. Dony Ahmad Munir agar bersama-sama mengajak kepada non penerima bansos agar mandiri.

Walaupun susah, tidak menjadi kelompok yang ujug-ujug otomatis tangannya dibawah, tandasnya. (Swarakyat. com, 19/04/2020)

===


Wow,  Sangat disayangkan jika pemimpin bersikap pragmatis dalam situasi saat ini. Rakyat gak butuh himbauan tapi bantuan langsung. Jangan hanya formalitas dan lepas tanggung jawab. Pemimpin harusnya kuat, jangan lemah dihadapan rakyat.  Kalau dengan memberikan solusi menjual aset dan sebagainya, itu mah gampang. Pertanyaannya rakyat punya gak tabungan dan aset yang akan dijual? Yang ada malah  cicilan hutang dimana-mana dan rumah pun masih ngontrak.  Apakah harus menunggu rakyat kehilangan semuanya, makanya bisa dibantu ? 

===

Kepemimpinan dalam Islam bukan simbol tapi amanah yang musti dipertanggungjawabkan dunia dan akherat. Dalam sebuah riwayat  dituturkan, bahwa Rasulullah saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifary yang menginginkan sebuah kekuasaan. 

Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)? Rasulullah saw menjawab, Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak dihari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya. (HR. Imam Muslim)

Pemimpin disini tentu bukan yang kuat fisiknya tetapi kuat secara aqliyah dan nafsiyah. Pemimpin yang harus memiliki akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat dan syariat.

Pemimpin harusnya  mampu menjadi pelindung dan penjaga rakyat. Bukan menggunakan kekuasaan untuk menghisap dan menzalimi rakyat. Pemimpin mustinya selalu mengingat  sabda rasulullah Saw yang berbunyi:

“Barangsiapa diberi kekuasaan oleh Allah SWT untuk mengurusi umat Islam, kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedudukan, dan kemiskinan mereka, maka Allah SWT tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinannya di hari kiamat. (HR. Abu dawud & at-Tirmidzi)

Betapa Islam sangat memuliakan pemimpin, tapi pemimpin yang bagaimana dulu? Iya, pemimpin yang menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman dan menjalankan kekuasaannya dengan bersikap adil dan amanah. Itulah karakter pemimpin dalam Islam, dengan karakter tersebut umat meraih kemuliaan dan kesejahteraan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak