Oleh : Elda Andriani
Virus Corona telah menjadi pandemi ke seluruh dunia, tak terkecuali ke Indonesia. Pemerintah berencana akan membuka rekening khusus untuk menampung donasi dari pelaku usaha guna membantu penanganan virus Corona atau Covid-19 di Indonesia. Nantinya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai gugus tugas yang akan mengelola rekening tersebut.
"Pemerintah akan membuka account khusus di BNPB bagi masyarakat, dunia usaha yang ingin menyumbangkan. Ini akan diumumkan oleh Ditjen Perbendaharaan sebagai account masyarakat yang ingin membantu dan langsung dikelola BNPB," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, seperti ditulis Rabu (25/3).
Merebaknya virus Corona membuat prospek perekonomian Indonesia melambat. Beberapa sektor pun sudah terpukul. Oleh karena itu, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah mengambil kebijakan afirmatif untuk melindungi perekonomian rakyat kecil di tengah perlambatan ekonomi akibat virus Corona.
Misbakhun meminta Presiden Jokowi segera mengeluarkan bantuan langsung bagi para petani, buruh sektor perkebunan dan nelayan. Misbakhun juga meminta pemerintah segera mengeluarkan kebijakan khusus dalam pengalokasian Dana Desa. Menurut dia, sebaiknya penggunaan Dana Desa yang ditransfer dilonggarkan sampai 70-80 persen untuk jaring pengaman sosial yang memperkuat gotong royong sosial di perdesaan.
Pemerintah diminta untuk segera mengalokasikan anggaran besar untuk mengatasi mewabahnya virus Corona Covid-19. Sudah lebih 1000 orang di berbagai daerah yang terinfeksi virus mematikan asal Wuhan, Cina tersebut.
Wakil Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI), Harryadin Mahardika, mengatakan pemerintah harus jujur terkait anggaran untuk memerangi Covid-19. Ia mencontohkan, Amerika Serikat hingga negara-negara maju seperti Italia dan Denmark, langsung menggelontorkan dana hingga miliaran dolar AS.
pemerintah bisa menggunakan berbagai sumber keuangan untuk mendapatkan dana segar dalam memerangi Covid-19. Hal ini, kata dia, seperti dengan menerbitkan surat utang negara atau SUN. Dalam keadaan yang darurat seperti sekarang, pemerintah bisa mengeluarkannya dan kemudian Bank Indonesia (BI) bisa membelinya. Sumber dana lainnya yang dibutuhkan, menurut Harryadin adalah realokasi anggaran di kementerian lembaga hingga pemerintah daerah. Maka itu, program yang lain, bisa ditunda dulu dan dialokasikan untuk mengatasi Covid-19.Tambahan anggaran yang bisa digunakan lagi oleh pemerintah pusat, menurutnya adalah dari anggaran bendahara umum negara. Karena untuk penggunaan dana ini, Presiden RI punya kewenangan penuh dalam mengalokasikannya karena kondisi darurat.
Pemerintah butuh dana yang cukup besar untuk mengatasi masalah ini. Mengingat imbas dari persoalan Covid-19 ini tidak sekedar soal kesehatan, tetapi juga soal ekonomi dan kehidupan rakyat.
Sejauh ini pemerintah terlihat ragu dan maju mundur dalam mengalokasikan dana APBN untuk menangani virus Corona. Mereka menilai alokasi dana yang terus berubah mencerminkan kebijakan yang lemah dari pemerintah. Penanganan Virus Corona yang jauh dari kata ideal, patutlah dijadikan perhatian serius oleh pemerintah, apalagi jumlah pasien positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) di Indonesia, per Kamis (2/4), mencapai 1.790 kasus. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 170 jiwa, dan angka yang sembuh 112 orang. Namun sekali lagi fokus kita adalah bagaimana pemerintah bersama pihak terkait bisa bersinergi, bukan sekedar membantu tapi juga harus memperbaiki kekacauan yang terjadi beberapa Pekan belakangan dalam menghadapi pandemi ini.
Pemerintah sebagai pemegang regulasi dan otoritas tertinggi di negeri ini, sepatutnya lebih sensitif terhadap permasalahan rakyatnya. Saat indonesia masih menghadapi pendemi covid-19, dollar yang terus meroket, harusnya sudah cukup untuk memantik respon yang tepat untuk segera menanggulangi. Bukan membelah sebagian fokus untuk memberi karpet merah bagi para kapitalis, sibuk dengan pertimbangan devisa hasil kunjungan wisata dari Cina, hingga kepentingan investasi guna menambah pemasukan kantong para kapitalis. Tanpa menghiraukan kebijakan yang akan membahayakan rakyatnya sendiri.
Memberi karpet merah kepada kapitalis Cina di saat rakyat lagi susah, adalah bentuk dari kurang sensitifnya pemerintah sekaligus memperlihatkan bahwa keberpihakan kepada rakyat kecil hanyalah retorika semata. Pemerintah lebih memilih tekor kesohor, mentraktir para kapitalis yang sudah kenyang daripada rakyat yang sedang lapar.
Ini akibat dari pemerintahan yang terus menerus menjalankan ide sekuler demokrasi kapitalis, sehingga apapun kebijakannya pasti akan condong pada tuannya yaitu kapitalis itu sendiri. Slogan membela rakyat kecil atau istilah di sini wong cilik, hanyalah pemanis sebuah pencitraan semata.
Sesungguhnya Islam mempunyai solusi dalam menangani krisis karena faktor epidemi. Misalnya, Wabah Pes di negeri Syam, menyebabkan jalur perdagangan terganggu. Karena orang menghindari dampak dari wabah tersebut. Untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan dalam kondisi darurat tersebut bisa ditempuh dengan cara yang dilakukan oleh Rasul. Jika tindakan tersebut tidak mencukupi, maka negara bisa melakukan pinjaman, bisa dari dalam maupun luar negeri. Tentu dengan syarat dan ketentuan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan tidak menjadikan negara terbelenggu (tidak merdeka).
Seluruh kebutuhan tersebut kemudian akan ditutup oleh negara dengan menetapkan pajak (dharibah) kepada orang kaya, laki-laki, dewasa dan Muslim. Sedangkan orang miskin, anak-anak, kaum perempuan dan kaum kafir tidak terkena kewajiban membayar pajak.
Selain solusi di atas, negara khilafah bisa andil dalam memikul penderitaan dan memberikan keteladanan kepada rakyat. Ketika itu, ‘Umar tidak pernah makan di salah satu putranya ataupun di salah satu istrinya. Ia makan bersama rakyatnya, sehingga Allah menghidupkan manusia seperti mereka hidup.
‘Iyadh bin Khalifah menyifati kondisi ‘Umar pada saat itu, “Aku melihat Umar pada tahun paceklik, dia berwarna hitam, padahal dia berkulit putih dan dia adalah orang Arab yang mempunyai tradisi memakan keju dan minum susu, namun ketika orang-orang kelaparan, maka ia mengharamkan dirinya hingga mereka tidak hidup kelaparan, lalu dia makan zaitun hingga merubah warna kulitnya dan dia sering lapar.” (at-Thabari, Tarikh al- Umam wa al-Muluk, Juz III/239).
Selain itu, manajemen krisis pun telah berhasil dilakukan dengan baik. Misalnya, ketika urbanisasi ke Madinah, para pengungsi diatur dan diurusi dengan membagikan makanan dan lauk pauk. Penanggung jawabnya adalah Yazid bin Namir, Miswar bin Makhramah, Abdurahman bin Abdul Qari dan Abdullah bin Utbah bin Mas’ud. Ketika kembali, ‘Umar mengatur kepulangan mereka dengan perbekalan makanan yang cukup dan kendaraan unta.
Penduduk badui yang terkena dampak, yang tidak dapat diungsikan ke Madinah, dikirim bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu tiap pagi dan sore Umar mengecek makanan mereka. Bani Nashar berkomentar tentang penananganan ‘Umar saat krisis, “Umar mengirim kepada kaumku apa yang maslahat bagi mereka bulan demi bulan.”
Selain itu, ‘Umar juga melakukan beberapa pengecualian, di antaranya, menunda penarikan zakat hewan yang terkena dampak krisis. Menghentikan had (potong tangan) pencurian, jika memang terdesak kebutuhan. Memberikan jaminan sosial wajib, dan pemulangan kembali orang-orang badui ke kampung mereka.
Wallahu 'Alam Bishawab
Oleh :Elda Andriani
Virus Corona telah menjadi pandemi ke seluruh dunia, tak terkecuali ke Indonesia. Pemerintah berencana akan membuka rekening khusus untuk menampung donasi dari pelaku usaha guna membantu penanganan virus Corona atau Covid-19 di Indonesia. Nantinya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai gugus tugas yang akan mengelola rekening tersebut.
"Pemerintah akan membuka account khusus di BNPB bagi masyarakat, dunia usaha yang ingin menyumbangkan. Ini akan diumumkan oleh Ditjen Perbendaharaan sebagai account masyarakat yang ingin membantu dan langsung dikelola BNPB," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, seperti ditulis Rabu (25/3).
Merebaknya virus Corona membuat prospek perekonomian Indonesia melambat. Beberapa sektor pun sudah terpukul. Oleh karena itu, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah mengambil kebijakan afirmatif untuk melindungi perekonomian rakyat kecil di tengah perlambatan ekonomi akibat virus Corona.
Misbakhun meminta Presiden Jokowi segera mengeluarkan bantuan langsung bagi para petani, buruh sektor perkebunan dan nelayan. Misbakhun juga meminta pemerintah segera mengeluarkan kebijakan khusus dalam pengalokasian Dana Desa. Menurut dia, sebaiknya penggunaan Dana Desa yang ditransfer dilonggarkan sampai 70-80 persen untuk jaring pengaman sosial yang memperkuat gotong royong sosial di perdesaan.
Pemerintah diminta untuk segera mengalokasikan anggaran besar untuk mengatasi mewabahnya virus Corona Covid-19. Sudah lebih 1000 orang di berbagai daerah yang terinfeksi virus mematikan asal Wuhan, Cina tersebut.
Wakil Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI), Harryadin Mahardika, mengatakan pemerintah harus jujur terkait anggaran untuk memerangi Covid-19. Ia mencontohkan, Amerika Serikat hingga negara-negara maju seperti Italia dan Denmark, langsung menggelontorkan dana hingga miliaran dolar AS.
pemerintah bisa menggunakan berbagai sumber keuangan untuk mendapatkan dana segar dalam memerangi Covid-19. Hal ini, kata dia, seperti dengan menerbitkan surat utang negara atau SUN. Dalam keadaan yang darurat seperti sekarang, pemerintah bisa mengeluarkannya dan kemudian Bank Indonesia (BI) bisa membelinya. Sumber dana lainnya yang dibutuhkan, menurut Harryadin adalah realokasi anggaran di kementerian lembaga hingga pemerintah daerah. Maka itu, program yang lain, bisa ditunda dulu dan dialokasikan untuk mengatasi Covid-19.Tambahan anggaran yang bisa digunakan lagi oleh pemerintah pusat, menurutnya adalah dari anggaran bendahara umum negara. Karena untuk penggunaan dana ini, Presiden RI punya kewenangan penuh dalam mengalokasikannya karena kondisi darurat.
Pemerintah butuh dana yang cukup besar untuk mengatasi masalah ini. Mengingat imbas dari persoalan Covid-19 ini tidak sekedar soal kesehatan, tetapi juga soal ekonomi dan kehidupan rakyat.
Sejauh ini pemerintah terlihat ragu dan maju mundur dalam mengalokasikan dana APBN untuk menangani virus Corona. Mereka menilai alokasi dana yang terus berubah mencerminkan kebijakan yang lemah dari pemerintah. Penanganan Virus Corona yang jauh dari kata ideal, patutlah dijadikan perhatian serius oleh pemerintah, apalagi jumlah pasien positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) di Indonesia, per Kamis (2/4), mencapai 1.790 kasus. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 170 jiwa, dan angka yang sembuh 112 orang. Namun sekali lagi fokus kita adalah bagaimana pemerintah bersama pihak terkait bisa bersinergi, bukan sekedar membantu tapi juga harus memperbaiki kekacauan yang terjadi beberapa Pekan belakangan dalam menghadapi pandemi ini.
Pemerintah sebagai pemegang regulasi dan otoritas tertinggi di negeri ini, sepatutnya lebih sensitif terhadap permasalahan rakyatnya. Saat indonesia masih menghadapi pendemi covid-19, dollar yang terus meroket, harusnya sudah cukup untuk memantik respon yang tepat untuk segera menanggulangi. Bukan membelah sebagian fokus untuk memberi karpet merah bagi para kapitalis, sibuk dengan pertimbangan devisa hasil kunjungan wisata dari Cina, hingga kepentingan investasi guna menambah pemasukan kantong para kapitalis. Tanpa menghiraukan kebijakan yang akan membahayakan rakyatnya sendiri.
Memberi karpet merah kepada kapitalis Cina di saat rakyat lagi susah, adalah bentuk dari kurang sensitifnya pemerintah sekaligus memperlihatkan bahwa keberpihakan kepada rakyat kecil hanyalah retorika semata. Pemerintah lebih memilih tekor kesohor, mentraktir para kapitalis yang sudah kenyang daripada rakyat yang sedang lapar.
Ini akibat dari pemerintahan yang terus menerus menjalankan ide sekuler demokrasi kapitalis, sehingga apapun kebijakannya pasti akan condong pada tuannya yaitu kapitalis itu sendiri. Slogan membela rakyat kecil atau istilah di sini wong cilik, hanyalah pemanis sebuah pencitraan semata.
Sesungguhnya Islam mempunyai solusi dalam menangani krisis karena faktor epidemi. Misalnya, Wabah Pes di negeri Syam, menyebabkan jalur perdagangan terganggu. Karena orang menghindari dampak dari wabah tersebut. Untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan dalam kondisi darurat tersebut bisa ditempuh dengan cara yang dilakukan oleh Rasul. Jika tindakan tersebut tidak mencukupi, maka negara bisa melakukan pinjaman, bisa dari dalam maupun luar negeri. Tentu dengan syarat dan ketentuan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan tidak menjadikan negara terbelenggu (tidak merdeka).
Seluruh kebutuhan tersebut kemudian akan ditutup oleh negara dengan menetapkan pajak (dharibah) kepada orang kaya, laki-laki, dewasa dan Muslim. Sedangkan orang miskin, anak-anak, kaum perempuan dan kaum kafir tidak terkena kewajiban membayar pajak.
Selain solusi di atas, negara khilafah bisa andil dalam memikul penderitaan dan memberikan keteladanan kepada rakyat. Ketika itu, ‘Umar tidak pernah makan di salah satu putranya ataupun di salah satu istrinya. Ia makan bersama rakyatnya, sehingga Allah menghidupkan manusia seperti mereka hidup.
‘Iyadh bin Khalifah menyifati kondisi ‘Umar pada saat itu, “Aku melihat Umar pada tahun paceklik, dia berwarna hitam, padahal dia berkulit putih dan dia adalah orang Arab yang mempunyai tradisi memakan keju dan minum susu, namun ketika orang-orang kelaparan, maka ia mengharamkan dirinya hingga mereka tidak hidup kelaparan, lalu dia makan zaitun hingga merubah warna kulitnya dan dia sering lapar.” (at-Thabari, Tarikh al- Umam wa al-Muluk, Juz III/239).
Selain itu, manajemen krisis pun telah berhasil dilakukan dengan baik. Misalnya, ketika urbanisasi ke Madinah, para pengungsi diatur dan diurusi dengan membagikan makanan dan lauk pauk. Penanggung jawabnya adalah Yazid bin Namir, Miswar bin Makhramah, Abdurahman bin Abdul Qari dan Abdullah bin Utbah bin Mas’ud. Ketika kembali, ‘Umar mengatur kepulangan mereka dengan perbekalan makanan yang cukup dan kendaraan unta.
Penduduk badui yang terkena dampak, yang tidak dapat diungsikan ke Madinah, dikirim bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu tiap pagi dan sore Umar mengecek makanan mereka. Bani Nashar berkomentar tentang penananganan ‘Umar saat krisis, “Umar mengirim kepada kaumku apa yang maslahat bagi mereka bulan demi bulan.”
Selain itu, ‘Umar juga melakukan beberapa pengecualian, di antaranya, menunda penarikan zakat hewan yang terkena dampak krisis. Menghentikan had (potong tangan) pencurian, jika memang terdesak kebutuhan. Memberikan jaminan sosial wajib, dan pemulangan kembali orang-orang badui ke kampung mereka.
Wallahu 'Alam Bishawab
Tags
Opini