Oleh: Siti Ruaida, S. Pd
Pengajar di MTs. P. Antasari Martapura
Member AMK
Pengajar di MTs. P. Antasari Martapura
Member AMK
Pada tanggal 10 Februari 2020, Amerika secara sepihak mengubah status negara Indonesia. Dahulu sebutan adalah negara berkembang, kemudian menjadi negara maju.
Dalam hati asyik dong? Selama ini impian Indonesia menjadi negara maju. Karena bosan saja, sudah 74 tahun merdeka dengan Sumber Daya Alam (SDA) berlimpah tapi sebutan tak jua berubah. Indonesia yang kaya akan SDA masa tak bisa menjadi negara maju. Alhamdulillah akhirnya tercapai! Tapi apa iya dalam sekejap hanya karena Donald Trump merasa kesal, karena banyak negara mengaku masih berkembang, termasuk Indonesia. Karena ingin mendapatkan untung dari aturan dagang AS. Semisal terkait aturan minimum subsidi produk ekspor.
Jadi Trump selama ini merasa kesal dengan Indonesia. Apa urusannya Indonesia dengan Amerika? Dan apa juga dampaknya bagi Indonesia kalau menjadi negara maju?
Kebijakan ini memang cukup mengagetkan Indonesia, Cina, India, Brasil, serta Afrika Selatan. Yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang secara sepihak oleh Kantor Perwakilan Dagang AS atau US Trade Representative (USTR) yang merevisi metodologi perhitungan negara berkembang untuk investigasi atas bea masuk. Yaitu sebuah bea yang dikenakan pada impor. Hal tersebut dikarenakan pedoman sebelumnya yang diterbitkan tahun 1998 yang mereka anggap sudah usang.
Sebenarnya ada tiga aturan, mengapa sebuah negara tidak lagi masuk kategori negara berkembang yang kounsekuensinya tidak berhak mendapatkan perlakuan spesial dari AS. Pertama, pendapatan nasional per kapita di atas USD 12 ribu. Kedua, share ke perdagangan dunia lebih dari 0,5 persen. Ketiga, mempertimbangkan keanggotaan di organisasi ekonomi internasional. Dengan tiga alasan tersebut, Amerika melihat Indonesia dari Purchasing Power Parity (PPP). Pendapatan per kapita Indonesia sudah berada di angka USD 12.670. Angka ini melebihi ambang batas negara maju yang sebesar USD 12.000. Begitu juga kategori kedua dan ketiga. Menurut "perwakilan dagang pertimbangnya adalah bahwa negara dengan share 0,5 persen atau lebih di dalam perdagangan dunia merupakan negara maju,".
Hal ini akhirnya memperjelas, perubahan status Indonesia menjadi negara maju atas restu AS. Ini tak ubahnya tipu-tipu politik sang negara pertama untuk menampakkan kekuatan hegemoni mereka dalam mengendalikan perdagangan global. Indonesia merupakan negeri Muslim terbesar dengan kekayaan alam yang melimpah. Tapi perusahaan negeri Paman Sam, bertebaran di negeri ini. Dan wajar AS memandang penting Indonesia dalam menunjang perekonomian mereka.
Adapun konsekuensinya bagi Indonesia setelah berubah status menjadi negara maju. Pertama, naiknya peringkat menjadi negara dengan ekonomi maju dapat menyebabkan segala bentuk kemudahan, potongan bunga, atau bahkan subsidi dari perdagangan antarnegara dapat dikurangi karena sudah dianggap lebih mampu. Kedua, penyebab utama dari dimasukkannya Indonesia dalam daftar negara-negara maju adalah untuk memudahkan negeri Paman Sam untuk menggelar investigasi jika ada praktik perdagangan yang dianggap tidak sesuai ketentuan. Ketiga, negara-negara berkembang juga berhak menerapkan kebijakan untuk melindungi sebagian industri dalam negeri dan menerapkan subsidi. Tentu dengan dicabutnya predikat sebagai negara berkembang maka kemungkinan akan dikenakan tarif yang lebih tinggi atas barang yang dikirim ke AS.
Berdasarkan hal ini, tidaklah mengherankan jika Indonesia “mendadak” berubah status tiba-tiba menjadi negara maju. Status ini hanya untuk menunjukkan menguatnya pengaruh AS di Indonesia. Apalagi pasca wabah corona yang menghantam perekonomian Cina, sebagai pesaing berat AS. Kondisi ini rupanya membuat AS bergerak cepat memanfaatkan posisi Cina yang melemah.
Walaupun penggantian status Indonesia ini memang dirasa janggal. Karena AS menjadi inkonsisten dan double standard dengan kebijakannya sendiri. Apalagi, status Indonesia sebagai ‘'negara maju’' hanya berlaku di satu UU saja, tapi tidak di UU yang lain yang sama-sama mengatur urusan perdagangan. Artinya, di satu sisi status Indonesia ibarat dilambungkan. Namun di saat yang sama juga dijerumuskan. Hal ini menunjukan permainan negara kuat AS yang bersikap seenaknya terhadap negara lain yang terkatagori lemah dimata mereka. Walaupun kaya SDA seperti Indonesia. Hanya menjadi objek eksploitasi ekonomi mereka. Hal ini harusnya membuat kita tersadar bahwa AS memang bukan bertujuan untuk menjadikan negara berkembang seperti Indonesia memiliki posisi yang sejajar dengan mereka sebagai negara maju. Status baru Indonesia sebagai negara maju ini akan turut memperlancar masuknya investasi asing. Yang artinya semakin menancapnya cengkraman negara-negara kuat melalui hutang terhadap negara lemah seperti Indonesia.
Dengan adanya perubahan status ini, jangan mengkhayal Indonesia mempunyai banyak peluang dan bisa percaya diri untuk lebih produktif dan meningkatkan produksi agar sejajar dengan negara maju seperti AS. Sedikit berkaca dengan negara tetangga, Singapura yang meski menjadi salah satu negara satelit AS di kawasan Asia Pasifik, namun Singapura pernah menolak ketika akan diberi status “negara maju”. Saat itu, Singapura mengatakan mereka lebih layak disebut ‘'negara berkembang'’ dalam konteks dalam ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mereka beralasan tidak memiliki sumber daya yang memadai, ekonominya tergolong kecil, dan ketergantungannya masih tinggi pada perdagangan global. Akankah Indonesia memiliki keberanian bersikap seperti Singapura yang berani menolak status negara maju, ketika mereka merasa belum siap. Disatu sisi status Indonesia juga sebagai anggota WTO serta calon anggota dewan HAM PBB. Ini merupakan upaya politis AS untuk mencoba meningkatkan reputasi Indonesia di mata internasional. Tapi tentunya dengan konsekuensi, bahwa jika Indonesia berani hengkang, maka itu sama saja dengan melawan kedigdayaan ideologi kapitalisme milik AS.
Jadi jelas, perubahan status Indonesia menjadi negara maju atas restu AS adalah muslihat politik sang negara pertama untuk semakin menguatkan hegemoninya dalam mengendalikan perdagangan global. Di samping itu, di bidang keamanan untuk menjaga kepentingannya di Indonesia, AS menyiapkan beragam strategi, salah satunya dengan isu terorisme dan radikalisme sebagaimana tercantum dalam dokumen Rand Corporation.
Maka benarlah yang disampaikan Allah Swt melalui firmannya, sungguh Allah ‘Azza wa Jalla telah melarang memberikan jalan apa pun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman, dalam firman-Nya:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141).
Ayat ini sebagai gambaran bagi kita dan menjadi dalil keharaman memberikan jalan kepada pihak asing (kaum kafir) dalam menguasai kaum mukmin. Namun makna ayat ini hanya dapat diwujudkan. Ketika negeri ini mau berjuang untuk menganulir kapitalisme beserta hegemoninya. Dengan mengambil solusi yang paripurna yang bersumber dari Sang Pencipta alam semesta. Yaitu ideologi Islam yang memiliki kesempurnaan dan memiliki daya saing global. Dengan ideologi Islam, akan terwujud kepemimpinan berpikir (qiyadah fikriyah) untuk seluruh dunia. Dan dengan ideologi Islam kehormatan politik dan ekonomi Indonesia bisa diraih sekaligus meruntuhkan ideologi kapitalisme ala AS.
Wallahu A'lam Bishshawab
Tags
Opini