Oleh: Fitri Andriani, S.S.
Pada tanggal 5/3/2020 kemarin, kejadian di Jakarta menghebohkan tanah air. Seorang remaja putri, NF (15) membunuh bocah A (5) tetangganya sendiri yang sering main ke rumahnya. NF melapor dan menyerahkan diri pada yang berwajib keesokan harinya setelah menyimpan mayat A di dalam lemari. NF mengaku pada Polisi bahwa dia merasa puas telah melakukan pembunuhan tersebut (Pojoksatu.id, Sabtu, 7/3/2020).
Sehari-hari NF tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Anak yang cerdas dan berprestasi menurut guru-gurunya di sekolah tempat NF belajar. Beberapa piala hasil lomba tenis juga ada di meja belajar NF. Dia jarang keluar rumah selain untuk sekolah. Ketika dilihat dari buku hariannya, ternyata banyak gambar-gambar tentang curhatnya di sana, termasuk tentang rencana pembunuhan tersebut. Semuanya ditulis dan diilustrasikan dengan apik dalam bentuk gambar. Di dalamnya pun ditemukan beberapa tulisan berbahasa inggris, NF memang memiliki kemampuan berbahasa inggris yang cukup bagus.
Dia mengaku sering melihat film Slander Man dan Chucky dari You Tube. Film Slender Man menceritakan karakter supernatural fiksi yang digambarkan sebagai sosok kurus tinggi dengan kepala tanpa wajah, ia suka sekali pada anak kecil dan seringkali menghampiri untuk mengambil nyawa anak-anak tersebut. Sedangkan Chucky adalah karakter arwah pembunuh berantai yang masuk ke dalam tubuh boneka.
Para psikolog yang berusaha mendalami kejiwaan NF berhasil menerjemahkan gambar-gambar dan tulisan pada buku serta papan curhatan yang bersangkutan. Dan mereka menemukan bahwa NF sejatinya sedang menahan beban emosional, jauh dari ayahnya, dan labil. Diketahui dari warga sekitar bahwa NF sering mempermainkan binatang dan membunuhnya (CNN.com, Sabtu, 7/3/2020).
Tidak bisa dipungkiri, tontonan di era kapitalisme ini, hanya bertujuan untuk meraup keuntungan bagi pihak-pihak berkepentingan saja serta memuluskan penyebaran ide-ide kebebasan (kebebasan berakidah, kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku, dan kebebasan kepemilikan). Saat ini masyarakat dan pemimpin terkesan tidak peduli apakah tayangan yang ada akan merusak akidah dan akhlak masyarakatnya (terutama anak dan remaja sebagai generasi penerus umat di masa mendatang) ataukah sebaliknya. Padahal telah jelas kondisinya bahwa jika anak dan remaja bobrok akidah dan akhlaknya, maka kesuraman pasti akan menyelimuti negeri tersebut.
Alam bawah sadar sang anak akan secara otomatis mengambil cuplikan atau apapun yang berasal dari tontonan yang sering mereka lihat dan menjadikannya nyata dalam keseharian si anak. Dengan kata lain si anak tanpa mereka sadari akan meniru tokoh atau adegan dari film tokoh-tokoh imajiner mereka dalam kehidupan nyata. Jika buruk yang dilihat, maka buruk pula lah kebiasaan hidupnya kelak. Maka dari itu, tontonan yang dilihat, suara yang didengar harusnya disaring agar sang anak tidak berperilaku buruk. Terutama jika kita sebagai orang tua muslim maka wajib bagi kita memfilter tontonan anak agar tidak ada tontonan yang bertentangan dengan pokok akidah dan syariat Islam.
Bagi negara, setiap tayangan harus ada kontrol dari Pemimpinnya. Berbagai tontonan yang berisi tentang tsaqofah, seni, sains, film, dan tayangan lainnya haruslah tidak bertentangan dengan akidah Islam. Tayangan tersebut harus bisa memberi pemahaman yang baik, semangat berjuang, dan yang terpenting bisa mendekatkan diri pada Allah, bukan justru merusak. Negara juga wajib menyediakan pendidikan dan arahan yang baik kepada masyarakat terkait dengan tontonan yang ada, yang kemudian digabungkan dengan dasar akidah islam dan syariatnya.
Dalam kasus ini, NF juga tidak dekat dengan ayahnya, dia hidup labil dalam keluarga yang orangtuanya bercerai. Sungguh jauh dari kondisi pengasuhan ideal dalam Islam. Keluarga yang merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat, harusnya mampu untuk memenuhi fungsi pendidik dan pelindung bagi anak-anak. Namun keretakannya membuat mereka jauh dari kata ideal.
Bagi anak-anak, ibu adalah madrasah pertama yang mengenalkan segala sesuatu, mulai dari anak dilahirkan hingga ia mengenal lingkungan dan mulai bersekolah. Ibu pun menanamkan akidah dan adab kepada anak sebagai bekal guna menghadapi kehidupan di luar rumah. Adapun ayah sangat berperan dalam melindungi dan melengkapi peran sang ibu, menguatkan karakter anak dan memenuhi segala kebutuhan dalam keluarga. Keduanya memiliki fungsi yang sangat penting, sehingga keutuhan atau kehancurannya akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak.
Selain akidah yang kuat, akhlak terpuji, aturan Islam yang diterapkan secara total oleh negara, dibutuhkan pula kontrol dari masyarakat. Kontrol masyarakat yang baik terhadap individu rakyat dan pemerintah menjadi sangat penting agar tidak ada sedikitpun penerapan hukum Allah yang melenceng dari jalurnya. Alhasil ada tiga aspek yang perlu ada di negeri ini, pada hari ini, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang menerapkan syariat Islam dalam kehidupan. Ketiganya dibutuhkan guna menghadirkan tontonan yang menjadi tuntutan bagi anak-anak dan remaja hingga tak ada lagi NF-NF lainnya, pun lebih dari itu agar keberadaan baldatun thoyyibatun warobbun ghofur menjadi nyata.
Wallahu A'lam Bis Shawwab
Tags
Opini