Oleh : Rini Nur Adniatini
(Ibu Rumah Tangga)
Undang-undang seharusnya berpihak kepada rakyat bukan malah menindas rakyatnya. Namun, dalam sistem kapitalis saat ini hal itu wajar karena memang undang- undang yang ada adalah ‘pesanan‘ sehingga berpihak pada pemesan. Seperti halnya yang terjadi di India tentang undang- undang kewarganegaraan yang tidak berpihak pada masyarakat muslim di sana. Melihat berita baru-baru ini sangat miris menyaksikan penderitaan umat Islam di India akibat dari undang-undang produk kapitalis yang melarang umat muslim untuk tinggal di India.
Seperti yang dilansir oleh republika.co.id seorang ibu tiga anak yang berusia 35 tahun yang sedang menunggu mayat abang iparnya yang babak belur bercerita “ini adalah pertama kalinya saya melihat konflik seperti itu. Kami selalu menganggap Hindu sebagai saudara kami. Abang ipar kami dibunuh karena ia seorang muslim. Kami diserang karena kami muslim.”
Penindasan saat ini yang terjadi di India bukan hal pertama kalinya. Penindasan terhadap umat muslim, seperti yang terjadi di Palestina, Rohingya, Uyghur dan di tempat-tempat lainnya merupakan bukti bahwa undang-undang yang ada di berbagai negara tersebut memang tidak berpihak pada Islam karena memang produk kapitalis. Sama halnya di Indonesia yang merupakan negara mayoritas muslim yang menghapus jaminan label halal yang kabarnya dengan dihapusnya undang-undang tersebut akan menggenjot pendapatan negara. Tentu hal ini akan membuat umat menjadi ragu untuk membeli makanan terlebih makanan impor.
India merupakan negara minoritas muslim, kerusuhan yang ada saat ini mengulang kembali kerusuhan yang terjadi di India pada tahun 1947 yang menewaskan hingga 2 juta orang akibat sara. Tentu yang lebih banyak korbannya adalah umat muslim. Namun dengan begitu masih saja mereka menuduh umat muslim sebagai teroris.
Di berbagai negara, di mana umat muslim sebagai minoritas menjadikan mereka terzalimi dengan berbagai undang-undang yang ada.
Hal ini sangat berbeda ketika zaman kejayaan Islam, di mana umat lain menjadi minoritas justru memilih ingin berada di bawah kekuasaan Islam karena Islam sangat menghormati dan menghargai mereka dan mereka pun sejahtera di bawah pemerintahan Islam saat itu.
Teringat sejarah yang begitu luar biasa tentang penaklukan Konstatinopel oleh Muhammad Al-fatih dimana umat lain khawatir tentang nasib mereka namun Muhammad Al-fatih tidak berbuat zalim terhadap mereka. Mereka dibiarkan untuk memilih pergi atau tetap berada di bawah kekuasaan Islam.
Masa kekhilafahan saat itu menjadi bukti betapa tingginya toleransi umat Islam terhadap umat agama lain. Namun, ketika masa khilfah runtuh umat Islam menjadi terkotak-kotak, mereka yang menjadi minoritas di negaranya kebanyakan mereka dizalimi. Rasa nasionalisme pada umat Islam telah menggerus hati mereka untuk tidak membantu saudaranya yang sedang tertindas. Keberadaan penduduk muslim dunia, tentara dan senjata mereka yang banyak tak berguna untuk membebaskan saudara-saudara seakidah. Umat Islam butuh khilafah yang dapat menyatukan umat muslim di berbagai negara untuk melawan rezim-rezim yang zalim dengan menyatukan seluruh potensi yang dimiliki di bawah satu kekuatan politik dan komando.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Tags
Opini