Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Nama OPM ( Organisasi Papua Merdeka) sudah cukup lama menjadi duri dalam daging, namun negara terkesan tak serius dalam menanganinya. Dan ternyata organisasi warisan Belanda ini memang dibentuk dalam rangka memenuhi syahwat Belanda memiliki Papua.
Pada 1960-1963 terjadi konflik bersenjata antara militer Indonesia (TNI) dan militer Belanda untuk memperebutkan Irian Jaya (Papua). Sebelum konflik pecah dalam bentuk peperangan secara terbuka, Belanda memilih menyerahkan Irian Barat secara damai melalui PBB pada 1 Mei 1963.
Namun, sebelum menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI, Belanda telah melakukan langkah licik dengan secara diam-diam membentuk negara boneka Papua. Belanda bahkan membentuk pasukan sukarelawan lokal bernama Papua Volunteer Corps ( PVC) yang sudah terlatih baik dan sempat bertempur melawan pasukan RI ketika melancarkan Operasi Trikora.
Ketika Belanda menyerahkan Irian Barat, secara sengaja Belanda rupanya tidak membubarkan negara boneka Papua yang saat itu dipimpin warga lokal . Mereka kemudian membentuk pasukan perlawanan (pemberontak) yang kemudian dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM) ,(serambinews.com, 18/12/2018).
Semakin hari OPM menunjukkan sikap sengaja membuat huru hara, penduduk lokal diprovokasi agar ikut bergabung dan menyuarakan kesamaan hak kepada pemerintah pusat. Persoalan ekonomi menjadi isu strategis guna mengusung tujuan yang lebih besar lagi, yaitu terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah banyak memakan korban karena konflik berkali-kali, korban diantaranya dari tentara TNI maupun rakyat sipil, pemerintah tak bergeming, bahkan menyebut mereka hanya Kelompok Kriminal Bersenjata .
Kemudian tiba-tiba Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan kekuatan militer Indonesia bisa menang mudah melawan aksi separatis di Papua. Kekuatan senjata yang dimilik TNI-Polri, diakui Mahfud, jauh lebih komplet dibanding milik kelompok separatis.
"Dari hitung-hitungan kekuatan aparat keamanan kita, itu kita gampang menang ya," kata Mahfud saat menyampaikan pidato dalam Rakornas Pengamanan Perbatasan Negara Tahun 2020 di Hotel Pullman, Jakarta Barat (CNN Indonesia,11/03/2020).
Bak angin segar yang memberikan harapan untuk segera terselesaikannya konflik. Sebab pembangunan terhambat dan kesejahteraan masyarakat Papua tidak segera bisa terlaksana sebab harus terus menerus dalam keadaan tak aman..
Namun, pernyataan Mahfud MD berikutnya sungguh memilukan, Mahfud mengaku pemerintah Indonesia tak akan pernah mengambil langkah perlawanan melalui kekerasan. Mahfud beranggapan, kekerasan dengan menerjunkan aparat TNI Polri tak akan menyelesaikan masalah. Karena itu menurutnya pemerintah lebih memilih jalan melalui kesejahteraan.
Pernyataan ambigu ini kembali menegaskan bagaimana posisi politik Indonesia di kancah hubungan Internasional. Faktanya Indonesia tak pernah dianggap sebagai negara kuat yang sesungguhnya. Politik bebas aktif yang diemban Indonesia tak mampu menggetarkan musuh, malah cenderung makin mengundang caci maki dan ketidak simpatisan rakyat atau bangsa lain.
Negara barat masih leluasa menjajah serta menjarah semua yang dimiliki negeri Indonesia ini. Dan Papua adalah salah satu sumber daya alam yang menjadi perebutan negara-negara kafir tersebut. Hingga ketika hari ini raja Belanda datang ke Indonesia untuk minta maaf atas kekejaman pemerintah Belanda atas kekejaman penjajahan di Indonesia, tetap saja kita harus waspada. Sebab sejarah kelicikan Belanda tak ada yang menjamin tak akan terulang. Sejarah lebih kejam menggambarkan jejaknya.
Dan kini entah apa pula yang dimaksud oleh Mahfud MD dengan ucapannya akan menghadapi KKB OPM dengan pendekatan kesejahteraan. Semakin absurd penjelasannya, sebab faktanya, pemenuhan kesejahteraan di bumi Cendrawasih itu kembali hanya memperhitungkan nafsu para investor.
Pembangunan infrastruktur yang masiv sangat tidak berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan asasiyah warga Papua. Kita lihat saja bagaimana Freeport nihil mensejahterakan penduduk asli Papua, padahal mereka sudah mengeruk kekayaan tanah Papua. Alih-alih ingin mengambil hak kepemilikan malah Indonesia terjebak kembali kepada perjanjian yang tak kunjung habis.
Saatnya beralih kepada sistem yang benar-benar mampu menyelesaikan persoalan ini dengan selamat dan berkah. Yaitu Islam, yang dengan syariatnya akan menciptakan kesejahteraan tanpa basa basi. Daulah akan menjamin setiap jengkal wilayah kekuasaannya memiliki akses yang sama terhadap perekonomian.
SDA Papua akan dikelola untuk kemaslahatan umat. Upaya-upaya pemberontakan atau pemisahan diri baik kelompok maupun perorangan akan segera ditindak tegas. Tak boleh ada rasa tak aman muncul dalam benak rakyat Daulah. Baik bagi muslim maupun nonmuslim. Sebab rasa aman adalah bagian dari kesejahteraan hakiki, yang menjadi hak umat dan kewajiban negara untuk memenuhinya.
Kemudian hubungan Internasioal dengan negara-negara yang jelas-jelas memerangi Islam akan diputus dan tidak dilanjutkan. Sebab syariat melarangnya. Semua dilandaskan kepada ketakwaan kepada Allah saja . Dalam negeri sendiri disuasanakan stabil dengan penjaminan negara. Tak ada politik setengah hati, sebab sekecil apapun itu adalah bagian dari amal.
Semua itu hanya bisa diwujudkan jika negara menerapkan syariat, sebab syariat berasal dari Allah SWT yang telah pula dicontohkan oleh Rasulullah di sepanjang hidup beliau. Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini