Peringatan Hari Perempuan yang jatuh pada 8 Maret telah diperingati dunia. Kali ini PBB mengangkat tema "Saya Generasi Kesetaraan: Menyadari Hak Perempuan”. Kampanye generasi kesetaraan membawa bersama orang dari setiap gender, usia, etnis, ras, agama dan negara untuk mendorong aksi yang menciptakan kesetaraan gender dunia yang semua layak mendapatkannya.
Namun, meski Women March ini setiap tahun diperingati, anehnya problem perempuan seolah tak pernah terselesaikan. Justru cenderung mengalami kenaikan. Indonesia sebagaimana negeri-negeri yang lainnya, kita saksikan bahwa nasib perempuan belum berubah dari kondisi tahun-tahun sebelumnya.
Berbagai penderitaan yang dialami perempuan akibat penerapan sistem Kapitalisme yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat (laki-laki dan perempuan) masih menjadi persoalan yang belum bisa diselesaikan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai pihak yang rajin mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, mencatat bahwa telah terjadi kenaikan jumlah kasus anak perempuan (KTSP). Sepanjang tahun 2019, Komnas mencatat terjadi 2.341 kasus atau naik 65% dari tahun sebelumnya sebanyak 1.417 kasus.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan kasus terhadap anak perempuan yang paling banyak terjadi adalah inces, yaitu sebanyak 770 kasus. Menyusul berikutnya adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 571 kasus dan kekerasan fisik sebanyak 536 kasus (Tempo.co)
Dalam bidang kesehatan, nasib perempuan Indonesia tak kalah mengenaskan. Rendahnya akses kesehatan berdampak ganda bagi perempuan. Tingkat kematian ibu ketika melahirkan dan tingginya angka anak yang mengalami lambat tumbuh (stunting) angkanya masih mengkhawatirkan. Penyebabnya adalah gizi buruk, kondisi hidup yang tidak layak, infeksi, sanitasi yang jelek dan kurangnya air bersih.
Di Asean, tingginya angka stunting membuat posisi Indonesia berada di urutan kedua setelah Laos. Hal ini tentu saja menjadi persoalan yang mengkhawatirkan, karena peran perempuan menempati posisi strategis dalam mencetak generasi yang sehat, untuk terciptanya masyarakat dan negara yang sehat. Lebih tragis, angka kasus HIV/AIDS pada perempuan terutama pada ibu rumah tangga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sementara di satu sisi, para perempuan menjadi penggerak roda perekonomian keluarga bahkan negara. Mereka terus dieksploitasi demi kepentingan ekonomi. Para perempuan sangat bersemangat, bahkan tanpa ragu terjun ke dunia kerja meski harus meninggalkan kewajibannya dalam keluarga dengan dalih “perempuan adalah kunci pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia”. Tak boleh ada lagi batasan hukum dan sosial yang mengekang potensi perempuan.
Jargon-jargon menyesatkan seperti "Perempuan Penyelamat Ekonomi Bangsa", pada faktanya kini telah mendorong perempuan untuk bersaing dengan laki-laki dalam hal pekerjaan. Banyak perempuan yang akhirnya meninggalkan perannya sebagai ummu wa robbatul bait dan pencetak generasi.
Belenggu Penderitaan
Berbagai penderitaan yang dialami oleh perempuan bukanlah semata karena kesalahan perempuan itu sendiri. Penerapan sistem kapitalisme liberal lah yang membelenggu manusia, termasuk perempuan dengan segala kebijakan-kebijakannya. Jargon-jargon sesat yang dikemas secara manis dengan berbagai istilah yang menyihir para perempuan hingga rela meninggalkan tabiat alami dan fitrahnya yang mulia. Istilah kesetaraan gender, pahlawan devisa, dan istilah-istilah lain sejatinya adalah perangkap jahat ekonomi kapitalis agar para perempuan berdaya dalam perekonomian.
Sistem inilah yang telah merusak naluri dasar perempuan. Para ibu adalah pelindung bagi anak-anaknya. Ia memiliki sifat penyayang, lemah lembut, dan penuh pengorbanan. Namun pemikiran sesat individualistik yang semakin kuat dalam sistem kapitalis membuat rasa kasih sayang dan kelembutan pada dirinya terkikis. Pertarungan untuk mempertahankan diri dan kerasnya kehidupan membentuk karakter yang jauh dari fitrah dan tatanan syariah Islam. Tak ada yang mampu melindungi perempuan dari kerasnya kehidupan ala kapitalis. Bahkan negara sekalipun.
Mengakhiri penderitaan perempuan yang dilahirkan dari sistem kapitalis mustahil ditempuh dengan berbagai program yang diciptakan oleh sistem kapitalis itu sendiri. Karena kapitalisme adalah sumber dari berbagai kerusakan dan penderitaan perempuan, bahkan seluruh umat manusia. Satu-satunya cara untuk melepaskan penderitaan perempuan adalah membuang jauh-jauh sistem ini dari kancah kehidupan. Dan menggantinya dengan sistem lain.
Islam Melindungi Perempuan
Islam sebagai sebuah sistem, memiliki solusi atas permasalahan perempuan. Dalam Islam, penerapan hukum syariatnya menjamin perlindungan terhadap perempuan. Perintah laki-laki akan menjadi pemimpin dan pelindung bagi perempuan terdapat dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 34. Sedangkan kewajiban syariah Islam untuk memperlakukan perempuan secara baik juga ada dalam surah An Nisa ayat 19. Tidak hanya itu, kewajiban suami menafkahi istri dan anaknya ada di Al Baqarah ayat 233.
Bagi perempuan yang tidak memiliki wali, maka kewajiban negara untuk menanggung biaya kehidupannya sehingga perempuan tidak sampai terfokus pada mencari nafkah. Selain itu, tidak akan dibiarkan seorang perempuan mati karena tidak terjamin keselamatan dan kesehatannya, apalagi dikarenakan kelalaian atau kezaliman manusia.
Hanya Islam dengan Syariah dan Khilafahnya yang mampu menyelamatkan perempuan dan seluruh umat manusia dari segala keterpurukan. Dengan keyakinan kuat akan kebenaran hukum Allah, serta meneladani jalan perjuangan Rasulullah Saw, umat akan menyongsong masa depan yang cemerlang. Masa depan kaum perempuan yang sangat dimuliakan oleh Islam. Wallahu A'lam.
Penulis : Husnul Aida
Aktivis Dakwah Muslimah