by: irah_ummurayya
Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law yang dibuat oleh Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menimbulkan gelombang kontroversi di tengah masyarakat dan sejumlah kalangan. Terlebih saat Draft Rancangan Udang-undang (RUU) Omnibus law sudah diserahkan ke DPR pada Rabu, 12 Februari 2020. RUU yang diserahkan itu mencakup 15 bab dan 174 pasal, yang terbagi dua UU investasi yakni mengenai UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pembedayaan UMKM.
Namun, sayangnya omnibus law ini tidak disambut baik oleh masyarakat, sebab terdapat beberapa pasal yang dinilai banyak merugikan rakyat kecil dan lingkungan, sementara pihak pengusaha korporasi diuntungkan.
Omnibus Law sendiri memang baru dibuat di Era Jokowi di sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia. Konsep ini juga dikenal dengan omnibus bill yang sering digunakan di Negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi. Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus.
Istilah Omnibus law ini pertama kali disebut Jokowi usai dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024. Jokowi berharap Omnibus Law akan memangkas kendala birokrasi di sektor investasi dan meningkatkan daya saing global Indonesia yang masih tertinggal.
Dilansir katadata.co id, setidaknya berikut beberapa pasal kontroversi Omnibus Law yang mendapat banyak sorotan berbagai kalangan.
pertama, pencabutan Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 32/2009 yang menyebutkan, izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan. Dalam aturan tersebut jika izin lingkungan dicabut, izin usaha dan atau kegiatan dibatalkan.
kedua, draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang menjelaskan produk impor sebagai salah satu sumber utama penyediaan pangan dalam negeri, selain dari produksi lokal dan cadangan pangan nasional. Padahal kebijakan sebelumnya produk impor termasuk ke sumber sekunder.
ketiga, rancangan undang-undang Omnibus law yang mengatur soal ketenagakerjaan memiliki sejumlah perbedaan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003. Pertama, upah minimum akan menggunakan standar provinsi (UMP), padahal sebelumnya bisa diatur dengan standar kabupaten/kota (UMK). Kedua, omnibus law memberikan bonus atau penghargaan lainnya bagi pekerja sesuai dengan masa kerjanya. Bonus tertinggi senilai lima kali upah bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 tahun atau lebih. Ketiga, pemerintah berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Dalam UU Ketenagakerjaan, waktu kerja ini paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu. Keempat, pembayaran upah bagi pekerja yang berhalangan tak lagi disebutkan dalam omnibus law. Sedangkan, aturan sebelumnya tetap membayar upah pekerja yang sakit sebesar 25-100 persen (tergantung lama sakit) dan yang tidak masuk kerja selama 1-3 hari karena menikah, melahirkan, atau ada anggota keluarga yang meninggal. Kelima, dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja berhak memperoleh uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Namun, uang penggantian hak dihilangkan dalam omnibus law. Pemerintah beralasan hal itu dilakukan guna menarik banyak investor asing masuk ke Indonesia atau untuk mencegah investor asing kabur ke negara lain.
keempat, penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi pengusaha/investor yang ingin mendirikan usaha.
kelima, Regulasi sektor pertambangan menjadi satu dari sekian banyak sektor sasaran pemerintah dalam menyusun Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Salah satu perubahan yang diajukan adalah tak ada lagi batas luas wilayah produksi mineral dan batu bara (minerba).
keenam, salah pengetikan dalam rancangan Omnibus Law Cipta Kerja terjadi di Pasal 170 Bab XIII Ketentuan Lain-lain. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pemerintah pusat bisa mengubah Omnibus Law Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini dinilai otoriter oleh beberapa pihak.
*Rakyat Kecil dan SDA Dijadikan Tumbal Demi Korporasi*
Pembuatan Rancangan Undang-undang Omnibus Law terlihat begitu tergesa-gesa. Pasalnya, niat ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ingin membuka lapangan kerja. Tapi nyatanya pemerintah begitu abai dalam mengemban segala tugas mengurusi kebutuhan rakyatnya. Tak hanya rakyat yang jadi korban, lingkungan dan Sumber Daya Alam (SDA) pun terancam rusak. Hal itu terlihat dari sejumlah pasal yang kontroversial di atas.
Dalam membuat omnibus law ini nyatanya banyak pasal yang merugikan rakyat kecil dan malah menguntungkan investor asing. Misalnya, pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi para pengusaha/investor yang malah menguntungkan pengusaha, sementara itu, aturan lain dalam Omnibus law, pemerintah mencanangkan produk impor sebagai salah satu sumber utama penyediaan pangan dalam negeri, padahal hal itu bisa menjadi ancaman bagi produk lokal, ujungnya meningkatkan daya saing lokal dan bisa menimbulkan kerugian bagi para petani lokal.
RUU omnibus law yang paling menyedot perhatian ialah perubahan RUU tentang ketenagakerjaan. Pasalnya, pemerintah mengganti Upah Minimum Kabupaten/Regional menjadi Upah Minimum Provinsi yang nilainya jauh lebih kecil dari sebelumnya, di sisi lain pemerintah berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Pembayaran upah bagi pekerja yang berhalangan pun tak lagi disebutkan dalam omnibus law. Sedangkan, aturan sebelumnya tetap membayar upah pekerja yang sakit sebesar 25-100 persen (tergantung lama sakit) dan yang tidak masuk kerja selama 1-3 hari karena menikah, melahirkan, atau ada anggota keluarga yang meninggal. Sedangkan dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), uang penggantian hak pekerja dihilangkan dalam omnibus law. Rencana pemerintah ini ditolak para buruh, mereka sudah berdemo bahkan mengancam akan mogok kerja massal dan berdemo mengerahkan seluruh buruh di Indonesia di depan DPR jika RUU omnibus law ini tetap disahkan.
Bukan hanya merugikan rakyat kecil, beberapa RUU omnibus law juga disinyalir merugikan bahkan merusak lingkungan dan SDA yang ada. Pasalnya, pemerintah menghapus persyaratan izin lingkungan bagi para pengusaha/investor yang ingin memperoleh izin usaha dan atau kegiatan. Hal itu justru bisa membuka peluang kurangnya pengontrolan ekosistem lingkungan hingga berdampak kerusakan alam akibat usaha yang dijalankan. Sementara di sektor pertambangan, pemerintah melalui omnibus law membuat regulasi sektor pertambangan menjadi tak ada lagi batas luas wilayah produksi mineral dan batu bara (minerba). Hal ini jelas sangat berbahaya, sebab pertambangan adalah hak milik umum yang tidak boleh dimiliki individu/pengusaha, apalagi jika tidak ada batas luas wilayah produksinya. Para korporasi semakin untung, sementara lingkungan dan SDA bisa rusak dan berdampak buruk pada ekosistem dan masyarakat sekitarnya.
Tak hanya membuat pasal yang merugikan kalangan bawah dan lingkungan, pemerintah pusat bisa mengubah Omnibus Law Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah (PP). Hal itu terdapat dalam rancangan Omnibus Law Cipta Kerja terjadi di Pasal 170 Bab XIII Ketentuan Lain-lain. Sontak hal itu menyebabkan banyak kritik, karena pemerintah dinilai bersifat otoriter dan terlihat begitu serampangan tak becus dalam membuatnya. Mirisnya, bukan meminta maaf tapi pemerintah melalui beberapa menterinya beralasan hal itu karena salah ketik. Sungguh alasan yang tak masuk akal!
*Islam Mensejahterakan Manusia dan Menjaga Lingkungan*
Omnibus Law sejatinya banyak merugikan rakyat kecil, dan menguntungkan para investor. Namun, jika aturan dzalim ini tetap disahkan. Maka mau tidak mau hal itu akan berdampak pada perekonomian keluarga menengah ke bawah. Sehingga sikap kita sebagai seorang muslim ialah harus menerima dengan ikhlas dan sabar atas segala qadha yang diberikan Allah kepada hambaNya, dan tentu tidak menghilangkan ikhtiar kita di dalamnya. Adapun salah satu wujud ikhtiar kita menghadapi dampak buruk perekonomian keluarga ialah dengan bersifat qonaah (merasa cukup), selalu bersyukur, dan senantiasa beramar Ma'ruf nahi Munkar menyerukan kebenaran Islam dan mengkritisi segala kebijakan pemerintah yang dzalim, hingga Allah memberikan pertolongan-Nya kepada umat Islam dengan kembali memenangkan agamaNya dan menetapkan sistem Islam kembali menguasai dunia.
Sebab hanya Islam yang mampu memberikan solusi cemerlang bagi setiap permasalahan manusia. Termasuk dalam perihal pemenuhan kebutuhan hidup, kesejahteraan pertumbuhan ekonomi umat dan kelestarian lingkungan.
Dalam menyelesaikan permasalahan, Islam tidak hanya fokus pada satu permasalahan yang ada di permukaan saja. Islam menyelesaikan masalah sampai ke akarnya dan melihatnya dari berbagai aspek.
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup, Islam hadir di tengah-tengah masyarakat. Negara menjamin kebutuhan dasar dengan mewajibkan kepala keluarga untuk bekerja memenuhi sandang, pangan dan papan. Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka berpindah ke ahli waris, jika tidak mampu maka berpindah ke tetangga yang mampu. Bahkan negara hadir membantu orang yang tergolong fakir dan miskin dengan mengambil dari harta zakat. Negara pun hanya menyediakan fasilitas lapangan kerja yang mudah, kesehatan dan pendidikan pun sudah dijamin negara. Sehingga kepala keluarga hanya fokus memenuhi kebutuhan utama saja.
Sementara dalam masalah pengupahan negara hanya bertugas mengawasi aktivitas pekerja dan pemberi kerja. Jika ada sengketa antara keduanya, maka negara melalui pengadilan hadir untuk menentukan ahli pengupahan untuk mereka. Sementara itu, pemberi kerja pun tidak terlalu bingung memikirkan banyak hal. Pemberi kerja hanya berpikir bagaimana untuk mengupah pekerjanya seusia dengan jasa dan manfaat yang diberikan.
Terkait investasi asing, negara Islam akan membatasi pelaksanaanya dalam bekerja sama dengan negara diluar Islam. Negara pun memberikan syarat-syarat izin pendirian usaha yang tidak merusak lingkungan dan merugikan hak-hak umum. Dan investasi yang dilakukan pun tidak berkaitan dengan kepemilikan umum yakni air, api dan padang rumput. Sebab hal itu tidak boleh dimiliki oleh individu tapi harus dikelola oleh negara. Sehingga, industri pertambangan tidak boleh diserahkan kepada investor asing apalagi diberikan kebebasan waktu dan luas wilayah yang tak ada batasnya.
Sementara dalam masalah perdagangan luar negeri, negara Islam akan membatasi impor produk dari luar, bahkan jika memang produksi barang-barang dalam negeri stoknya cukup, maka impor tidak dibutuhkan oleh negara. Jika produksi dalam negeri meningkat, maka petani/pengusaha lokal pun akan sejahtera.
Akhirnya hanya sistem Islam yang akan serius mengurusi urusan ummat dan menjaga SDA dengan pemanfaatan yang tak berlebihan. Rakyat adil sejahtera, pengusaha tenang dalam berbisnis, dan lingkungan pun terurus. Tentu hal ini berbeda dengan kondisi di sistem kapitalis saat ini, negara disetir investor, rakyat kecil makin melarat dan pengusaha lokal pun semakin sekarat. Mari kita akhiri kedzaliman ini dengan menerapkan sistem Islam yang paripurna yakni Khilafah. Waallahu'alam. []