Oleh : Irayanti
(Pemerhati Sosial Politik)
Omnibus law ‘Cilaka’ atau Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja digugat oleh para buruh. Kepentingan para kapitalis semakin tercium. Proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dan investasi menjadi dalih munculnya Omnibus Law Cilaka yang akan menguntungkan segelintir orang.
Apa itu Omnibus Law ‘cilaka’
Omnisbuw cilaka adalah UU besar yang akan mengatur ulang segala regulasi terkait penciptaan lapangan kerja dan menggabungkannya menjadi satu UU. Bahkan ada 79 undang-undang dan 1.239 pasal yang terdampak isinya antara lain soal perizinan, investasi dan ketenagakerjaan.
UU terpadu dalam bentuk omnibus law merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat pembuatan payung hukum pemindahan ibu kota negara (IKN). Juga klaim untuk pertumbuhan ekonomi. Seperti diketahui, presiden Jokowi mempunyai target pertumbuhan ekonomi 7% sesuai dengan janji kampanyenya yang belum terpenuhi. Selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 5 %. Pemerintah berasumsi kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7 %, dua juta angkatan kerja baru yang senantiasa muncul setiap tahun akan terserap. Jokowi percaya salah satu pemacu pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Masalahnya, menurut pemerintah selama ini investasi terhambat karena perizinan usahanya berbelit. Inilah yang memacu pemerintah pula bergegas membuat Omnibus Law senyap-senyap.
Kapitalis Untung dalam Sistem Demokrasi
RUU ini mendapat penolakan dari kaum buruh. Berdasarkan draf RUU yang mereka miliki, kaum buruh khawatir Omnibus Law Cilaka akan menghilangkan pesangon hingga upah minimum. Buruh yang cuti haid dan melahirkan pun terancam tak digaji. Serikat pekerja juga protes karena tidak diajak membahas RUU ini apalagi satgas yang bertugas memberi masukan soal RUU kepada pemerintah didominasi pengusaha (kapitalis).
Menurut ekonom, Faisal Basri, RUU Omnibus Law Cilaka patut dicurigai karena pembahasannya terkesan tertutup dan terburu-buru. Namun pemerintah menepis tuduhan tersebut dan mengatakan draf yang dituduhkan oleh buruh adalah hoax. Menko perekonomian, Airlangga Hartanto pun berdalih sudah mendiskusikan Omnibus Law Cilaka dengan 7 konfederasi dan 28 serikat buruh. Ia pun mengklaim buruh telah menyetujui aturan dalam omnibus law. Bukankah ini hanyalah sekedar dalih? Jika telah disetujui oleh para buruh, tidak akan mereka melakukan demo besar-besaran. Jika tidak ada kepentingan kapitalis, tidak akan mungkin pembuatannya tidak transparan dan didominasi usulan para pengusaha.
Siapa yang diuntungkan?
Melihat hasrat pemindahan Ibu kota Negara dan proses pembuatan RUU ini akan nampak menguntungkan kapitalis/pengusaha semata. Pertama, adanya UU tersebut akan memberikan kemudahan investasi yang tidak memberi kemashalatan rakyat. Hal ini sejalan dengan penilaian Wali Kota Bogor Bima Arya yang menyebut RUU Cilaka merupakan bentuk sikap otoriter pemerintah dan akan merugikan pemerintah daerah karena dimudahkannya para pengusaha untuk mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Seperti yang sudah-sudah, yaitu adanya investasi yang dklaim bisa menumbuhkan ekonomi nyatanya, tetap stagnan karena investor tidak membuka lapangan kerja bagi anak negeri, malah membuka pintu untuk para pekerja asing.
Kedua, proyek IKN dengan payung hukumnya hanyalah bagian dari upaya melegalkan eksploitasi dan liberalisasi SDA. Alih fungsi lahan besar-besaran akan tidak terelakkan.
Inilah buah dari sistem demokrasi yang para kapitalis. Walhasil hukum yang dihasilkan pun sangat tidak berpihak pada rakyat.
Solusi Terbaik untuk Umat
Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah tetapi juga legislasi hukum. Hukum adalah milik Allah semata selaku pencipta manusia sehingga sangat salah jika manusia membuat aturan sesukanya karena manusia lemah dan terbatas untuk mengatur alam dan manusia sekalian.
Adanya rencana mekanisme omnibus law demi proyek IKN haram hukumnya dalam Islam. Sebab mekanisme tersebut justru hanya mengantarkan negeri ini ke jurang new imperialis (penjajahan gaya baru), yaitu berupa kemudahan bagi investor untuk merenggut SDA dan mencengkram negeri-negeri dibawah kendalinya. Padahal dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah bersabda:
“ Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.”
Artinya, ketiganya milik rakyat dan harus dikelola untuk kepentingan rakyat bukan semata-mata berdalih untuk rakyat tetapi nyatanya untuk kapitalis.
Wallahu a’lam bi ash showwab