Oleh : Siti Fatimah
(Pemerhati Sosial dan Generasi)
Sepertinya ada yang gagal paham dengan istilah kufur nikmat. Dalam terminologi Islam kufur nikmat artinya menggunakan kenikmatan yang telah Allah berikan pada hal-hal yang tidak diridhai dan enggan bersyukur atas nikmat tersebut.
Seseorang bisa dikata kufur nikmat apabila sudah diberikan kenikmatan berupa kondisi fisik lengkap dan sehat, waktu yang lapang, rejeki yang banyak, akan tetapi segala kenikmatan yang diberikan kepadanya digunakan untuk bermaksiat kepada Allah SWT seperti minum minuman keras, judi, berzina dan yang paling "ngehits" saat ini adalah Korupsi.
Lantas bagaimana bisa kata kufur nikmat ini dibajak dan digunakan untuk men-justifikasi kemandegan laju pertumbuhan motor ekonomi yang mentok di angka 5?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai pertumbuhan ekonomi 5,02% patut disyukuri alias jangan kufur nikmat. Menurutnya capaian Indonesia masih lebih baik dibanding negara-negara lainnya. (detikfinance.com)
Tidak bisa dikatakan kufur nikmat ketika rakyat memang dalam keadaan susah, kecuali ketika kehidupan masyarakatnya sejahtera, harga kebutuhan pokok murah, sekolah dari tingkat dasar hingga tingkat atas murah, kesehatan gratis kemudian rakyat masih mengeluh dengan pencapaian pemerintah atas segala kemudahan yang sudah berikan tersebut, itu baru bisa dikatakan dengan kufur nikmat.
Tetapi di saat negara memiliki begitu banyak Sumber Daya Alam yang melimpah ruah hasil tambangnya, hasil lautnya, kesuburan tanahnya namun penguasa yang diberikan amanah, wewenang dari rakyat untuk mengelola sumber kekayaan alam tersebut malah menyerahkannya kepada asing/aseng sehingga mengakibatkan loyonya pertumbuhan ekonomi, itu namanya kegagalan. Bahkan bisa dikatakan sebuah kedzaliman karena pengelolaan atas aset-aset negara ini bukannya untuk rakyat melainkan untuk korporasi, pribadi dan golongan saja.
Bila dilihat dari segi kekayaan alamnya, Indonesia merupakan negara yang sangat kaya. Hasil tambangnya, emas, tembaga, nikel, batu-bara, gas alam, minyak dan zat mineral lainnya. Belum lagi hasil lautnya, ditambah lagi hasil buminya. Kesuburan tanah yang tak diragukan lagi, batang kayu dilempar pun bisa jadi tanaman. Ini merupakan modal utama bangsa kita untuk menghidupi rakyat.
Sumber daya manusianya pun juga tak kalah dengan negara-negara asing, banyak sekali penemuan dan inovasi baru yang dihasilkan oleh anak-anak negeri yang cerdas dan kreatif (namun sayangnya selama ini di abaikan oleh pemerintah), apa lagi masyarakatnya yang ulet dalam menekuni pekerjaan. Seharusnya faktor-faktor inilah yang mampu membuat negeri ini menjadi negeri yang mandiri dan kuat, kokoh secara ekonomi. Namun ketergantungan dalam segala bidang membuat situasi keuangan negara menjadi kacau balau. Impor bahan pangan misalnya, seharusnya tidak perlu terjadi karena kita memiliki banyak petani dan lahan pertanian yang luas. Impor garam dan hasil tangkapan laut yang ternyata impor dari negara Tiongkok, mengapa impor? Bukankah kita negara maritim? Pun begitu dengan hasil tambang, betapa gunung emas dan uranium di Papua dikeruk sedemikian rupa. Batu bara yang melimpah dan pabrik baja nasionalnya, menjadi sebuah ironi hingga membuat pemimpin negara terkaget-kaget karena baja ini pun masih impor disaat pabrik dalam negeri mampu melakukan aktivitas produksi.
Kesalahan dalam mengelola aset negara inilah yang membuat perekonomian Indonesia menjadi sangat buruk. Penguasanya yang lebih mementingkan diri meraup uang dari aktivitas impor, bekerjasama dengan pengusaha-pengusaha tajir untuk membiayai kampanye partai sehingga kepentingan dan keputusan pemerintahan menjadi tersandera oleh pihak pengusaha(swasta). Penjualan aset-aset berharga berkedok investasi yang tidak menghasilkan apapun untuk rakyat, malah rakyatlah yang menjadi terdzalimi akibat investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastrukstur yang berdampak pada penggusuran rumah-rumah warga. Semua kegagalan yang sistemik ini dibuktikan oleh budaya Korupsi yang menjangkiti mayoritas para pejabat-pejabat negara, dari tingkat daerah hingga tingkat menteri.
Negara bukannya berperan untuk melayani rakyat tetapi menganggap bahwa rakyat adalah konsumen yang harus membayar bila memerlukan kebutuhan hidupnya. Menyerahkan urusan negara kepada swasta yang tentu saja pihak swasta memperhitungkan untung rugi sehingga pemerintah pun memberlakukan rule yang sama terhadap rakyatnya yaitu menjadikan rakyat sebagai market terbesar dalam memasarkan produksinya. Kapitalisme telah merubah fungsi negara yang semestinya meri'ayah umatnya menjadi korporatokrasi, yaitu bentuk pemerintahan dimana kewenangan telah didominasi atau beralih dari negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintah dipimpin secara sistem afiliasi korporasi (perusahaan).
Keadaan inilah yang sangat merugikan rakyat, sehingga membutuhkan bukan hanya perbaikan ekonomi melainkan perubahan total sistem pemerintahan yang saat ini sudah berada dalam cengkraman asing/aseng dan swasta.
Hanya Islam satu-satunya solusi perekonomian Indonesia yang stagnan pertumbuhannya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam menjaminan terwujudnya pemuasan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh, dan pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap menurut kemampuannya.
Islam mewajibkan laki-laki bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok bagi dirinya dan bagi orang yang wajib dia nafkahi, mewajibkan menanggung nafkah atas para ayah dan atas ahli waris jika ayah tidak mampu bekerja.
Islam juga mewajibkan menanggung nafkah atas Baitul Mal jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafkah mereka. Rasulullah SAW bersabda :
“Seorang imam (khalifah) adalah bagaikan penggembala dan ia bertanggungjawab atas gembalaannya (rakyatnya).”
Siapa saja yang mati meninggalkan harta maka ashabahnya yang akan mewarisinya siapa pun mereka. Siapa saja yang mati meninggalkan utang atau orang yang terlantar maka silahkan datang kepadaku dan aku penanggungjawab atasnya.”
Islam memiliki 3 konsep krpemilikan. Kepemilikn negara yaitu harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin, sementara pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara (Khalifah).
Kepemilikan umum adalah izin syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda, diantaranya fasilitas umum, bahan tambang yang tidak terbatas dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, dari abu Daud, “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang dan api (energi)”.
Bahan tambang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bahan tambang yang terbatas jumlahnya, serta bahan tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Bahan tambang terbatas masuk klasifikasi harta yang dapat dimiliki oleh individu, sedangkan barang tambang tidak terbatas maka bahan tambang tersebut termasuk milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Tidak seperti sistem penerintahan saat ini yang membolehkan swasta mengelola tambang batu bara, minyak bumi bahkan tambang emas pun diserahkan kepada asing. Astaghfirullah.
Kemudian semua harta yang terkategori kepemilikan umum dan kepemilikan negara, pengelolanya adalah negara bukan swasta ataupun asing.
Kepemilikan individu. Individu-individu dan perusahaan-perusahaan bisa memiliki pertanian, industri dan perdagangan yang tidak termasuk dalam kepemilikan umum dan kepemilikan negara, misal kepemilikan atas rumah, mobil ataupun sepeda motor.
Islam juga mengatur sistem distribusi, sistem konsumsi(konsep pengelolaan harta) dan juga sistem moneter dimana dalam sistem moneter ini Islam mengharamkan adanya transaksi ribawi. Sistem Ekonomi Islam bisa sukses menciptakan kemakmuran selama berabad-abad lamanya karena Islam memiliki konsep kepemilikan yang jelas.
Sistem ekonomi Islam ialah sistem ekonomi yang tahan krisis, karena tidak berspekulasi, tidak menjual ke depan dan tidak mencari bunga.