Oleh: Ummu Diar
Seseorang yang sedang bersaing pasti akan belajar dengan serius terkait hal yang sedang ingin dimenangkannya. Termasuk mempelajari apa dan bagaimana nilai plus dan minus pesaingnya sehingga dia bisa menemukan formula plus yang menjadi pukulan telak untuk mewujudkan kemenangannya. Begitu dalam konteks persaingan eksistensi menguasai dunia. Para pemegang kepentingan akan meneliti betul apa saja kekuatan dan kelemahan dari kekuasaan yang pernah mengendalikan dan memegang jalannya dunia. Dan salah satu kajiannya pasti akan jatuh pada Islam.
Mengapa demikian? Sebab sejarah telah membuktikan bahwa Islam pernah mengalami kejayaan dalam waktu yang cukup lama, sekitar 13 abad. Cakupan luas wilayah yang dinaunginya pun sangat luas, sekitar 2/3 dunia. Dan hal ini bukan isapan jempol. Jejak kekayaannya masih dijumpai hingga kini meskipun secara fisik makin sedikit. Arsitektur khas beberapa istana bernafas Islam setidaknya masih ada yang berdiri tegak. Jejak ilmunya dalam berbagai bidang masih dipelajari hingga saat ini, bahkan penemuan beberapa ilmuwan masih dipakai dan dikembangkan untuk teknologi masa kini.
Namun, kegemilangan ini bukan sesuatu yang menyenangkan bagi musuh Islam. Mereka tetap berupaya menyudahinya. Dan setelah berupaya dalam waktu lama mereka pun berhasil melumpuhkannya. Yakni dihilangkannya Islam secara total pasca diruntuhkannya kepemimpinan Islam di masa Utsmani tahun 1924. Musuh Islam mengetahui bahwa kekuatan Islam ada pada bersatunya agama itu sendiri dengan kekuasaan. Sehingga harus dipisahkan.
Terkait hal ini pun, Imam al-Ghazali (w. 505 H) menyatakan, “Kita tidak mungkin bisa menetapkan suatu perkara ketika negara tidak lagi memiliki Imam dan peradilan telah rusak.” (Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn. Lihat juga syarahnya oleh az-Zabidi, II/233). Beliau juga menyatakan: “Karena inilah, dikatakan bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan lenyap” (Al Iqtishod Fil I’tiqod halaman 128, Dâr al Kutub Al Ilmiyyah).
Akibatnya saat ini kita merasakan, tanpa kekuasaan yang memberikan kekuatan pada Islam, maka umat bagaikan anak ayam tanpa induk. Bertahan dengan kekuatan sendiri yang terbatas untuk sekedar bisa hidup. Tak lagi bisa berbuat banyak akan adanya duka yang dialami sesama muslim di belahan negeri lainnya. Tak punya daya untuk sekedar membungkam mulut penista agama yang semakin berani bersuara. Bahkan terpaksa harus menerima kenyataan bahwa kemaksiyatan semakin beraneka rupa.
Tanpa kekuatan Islam, hukum Allah benar-benar hilang penerapannya secara perlahan. Rasulullah sendiri menegaskan, bahwa ketika kekuatan hukum Islam runtuh, maka hukum-hukum lain akan tercerabut dari kehidupan, bahkan shalat sekalipun. Rasulullah saw menyatakan hal ini: “Ikatan-ikatan Islam akan terburai satu demi satu, setiap kali satu ikatan terburai orang-orang bergantungan pada ikatan selanjutnya. Yang pertama kali terburai adalah masalah hukum dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad dari Abu Ya’la, dengan sanad shahih).
Pelajarannya, ketika sudah diketahui apa sejatinya kunci kekuatan Islam, maka tugas generasi Islamlah untuk membuka kembali kejayaannya. Kunci tersebut harus didapatkan kembali. Yakni diawali dengan menuangkan Islam dalam seluruh sendi kehidupan, termasuk di ranah kekuasaan. Kemudian menjadikan Islam dicintai utuh hingga diupayakan bersama untuk diterapkan secara sempurna, bukan sebatas dalam urusan ibadah semata.
Dengan langkah memperkuat Islam, maka akan ada harapan untuk membawa seluruh umat manusia keluar dari ruang kegelapan peradaban kapitalisme menuju cahaya Islam. Dan untuk keperluan itu umat Islam perlu terus berupaya serta berusaha, sebab kembalinya kejayaan Islam bukanlah kemustahilan. Allah berfirman “Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (TQS ar-Rum: 60).