Memutus Mata Rantai Bullying di Sekolah



             Oleh: Sri Sukowati, S.Sos
              Guru di Martapura

Bully lagi bully lagi, seolah bully tidak pernah selesai di negeri ini. Beberapa  bulan yang lalu kita dikejutkan oleh kasus bullying pada Audrey dan juga seorang pelajar kelas SMPN 16 kota Malang beinisial MS(13 ) tahun yang mengalami perundungan oleh 7 teman sekolahnya.Akibatnya jari tengah tangan kanan MS memar dan harus di amputasi(Kompas.com).

Menurut stopbullying.gov, bullying adalah perilaku agresif  yang tidak diinginkan di antara anak-anak usia sekolah. Perbuatan ini melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau yang dirasakan (oleh korban maupun pelaku). Perilaku bully berpotensi diulangi seiring berjalannya waktu dan berpotensi menimbulkan masalah jangka panjang baik untuk korban maupun pelaku. Kasus Bullying  di sekolah nampaknya terus merebak. KPAI mencatat dalam kurun waktu  9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak.Kasus bullying baik di pendidikan  maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat (kpai.go.id).
Terlihat secara jelas bahwa  permasalahan bullying harus ada solusi untuk  memutus mata rantai bullying di sekolah. Selama ini perdebatan yang muncul adalah apakah pelaku cukup dihukum penjara atau justru lebih baik jika mendapat sanksi sosial saja. Jika kita melihat merebaknya perilaku  ini, maka perlu ada upaya preventif untuk mencegah terjadinya bullying. Tidak cukup sekedar hukuman, apalagi hukuman yang ada nampak tidak efektif karena tidak memberikan efek jera.

Faktor  Perusak Remaja
Seperti yang terjadi diberbagai media sosial,  remaja saat ini telah dirusak dari segala arah. Mulai dari serangan sekularisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan hingga kebebasan dalam menjalani kehidupan. Tentu, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan tanpa batas dalam segala aspek. Termasuk aspek bertingkah laku. Di sisi lain, derasnya informasi dari media yang seolah tak terkendali dengan konten-konten kekerasan di dalamnya, mulai dari game hingga film  Korea dan Jepang yang sangat disenangi oleh remaja yang sangat bebas yang pada akhirnya mudah ditiru dalam kehidupan nyata.

Selain pengaruh media yang begitu besar, diketahui bullying merupakan sebuah siklus, di mana para pelaku saat ini kemungkinan besar adalah korban dari pelaku bullying sebelumnya. Ketika menjadi korban, terbentuk pada benak mereka skema kognitif yang salah. Skema yang menganggap bahwa bullying dapat dibenarkan meskipun mereka merasakan dampak negatifnya sebagai korban. Apabila dibiarkan, akan terus-menerus terjadi dan memakan korban.
Apalagi dunia pendidikan kita saat ini hanya mengandalkan penilaian di atas kertas. Prestasi demi prestasi dibanggakan namun jauh dari pembentukan kepribadian dan akhlak terpuji. Ini adalah buah dari sistem pendidikan sekuler. Maka wajar jika kerusakan pada remaja juga terus terjadi secara sistemik karena sistem yang ada baik sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem hukum, dan sistem informasi tidak mendukung untuk penjagaan remaja dari kerusakan.

Islam Solusi Tuntas Untuk Membabat Habis Bullying

Jauh –jauh Islam telah   melarang keras perilaku merendahkan orang lain. Hal ini sebagai mana Firman Allah Swt dalam Surat Al-Hujurat ayat 11:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Maka kejadian ini jangan sampai terus terjadi, merebaknya bullying tidak boleh didiamkan. Terapi yang perlu diberikan untuk bullying pada remaja setidaknya mencakup terapi preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Upaya preventif yang dilakukan adalah mengembalikan peran keluarga dengan memberikan pemahaman akidah yang benar dan penguatannya pada remaja, peran  masyarakat, dan peran negara. Sedang upaya kuratif adalah bagaimana  mengobati mereka yang memiliki kecenderungan melakukan bullying dengan pendekatan mendasar yang akan mempengaruhi pola berpikir remaja ketika menghadapi kehidupan. Sehingga mereka akan meninggalkan sikap tersebut dengan penuh kesadaran.

Sekarang ini masalah benteng pertahanan pertama dan utama remaja adalah keluarga. Keluarga akan menjadi tempat pendidikan dan pembentukan karakter yang terpenting bagi seorang remaja. Orang tua haruslah memberikan teladan kepada anak-anak mereka dalam berkata dan bersikap. Tak sedikit para perilaku bullying berasal dari keluarga yang rusak dan terjadi komunikasi yang buruk dengan orang tua mereka. Hal ini menjadikan rusaknya psikologi dan akhlak remaja.
Peran orang tua  tidak saja melahirkan namun juga  membekali remaja dengan akidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji. Namun sayang, kehidupan kapitalis-sekuler saat ini menjadikan banyak keluarga abai terhadap peran strategis ini. Akibatnya, banyak remaja kita yang terabaikan dan semakin parah kerusakannya ketika berada di masyarakat. Di sisi lain, ada remaja yang meski sudah mendapatkan pendidikan terbaik di keluarga, nyatanya justru menjadi rusak ketika berada di luar rumah.

Islam  memandang bahwa menjaga remaja dan generasi bukan hanya tugas orang tua, akan tetapi juga butuh peran dari masyarakat dan negara. Anggota masyarakat memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati, mengajak pada kebaikan dan mencegah tindakan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai terhadap permasalahan di sekitarnya.
Sedang negara memiliki peran yang sentral dalam menyaring segala tontonan di media yang berpengaruh besar terhadap pembentukan generasi.
Sistem pendidikan yang dijalankan oleh negara sangat penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian remaja. Sistem pendidikan tersebut haruslah terintegrasi sejak pendidikan di sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai bullying pada remaja disekolah  dibutuhkan sinergitas dari orang tua, masyarakat, dan peran negara. Hanya saja, sinergitas ini akan sulit diwujudkan jika tata kehidupan yang ada adalah tata kehidupan sekuler-liberal di bawah pemerintahan demokrasi. Terbukti, tata kehidupan tersebut telah gagal membangun sistem pendidikan yang ada, menjadikan orang tua abai terhadap kebutuhan dan perkembangan anak, dan membentuk masyarakat yang cenderung permisif dan individualis.

Maka sekarang saatnya  mengembalikan tata kehidupan ini kepada tata kehidupan yang sesuai aturan Sang Pencipta yakni syariat Islam  yang solutif menyelesaikan masalah ini. Karena Islam adalah agama yang tidak hanya mencakup keimanan dan ibadah, namun memiliki tata aturan atau syariat yang begitu sempurna dalam penjagaan jiwa, akal, harta, dan kehidupan. Oleh karena itu, hanya dengan penerapan syariat Islam saja, kerusakan demi kerusakan yang terjadi di masyarakat bisa terobati, termasuk kasus bullying yang marak di kalangan remaja disekolah baik di sekolah negeri maupun disekolah swasta,saatnya kita berubah.
Wallahu A'lam Bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak