Oleh. Asma Sulistiawati (Mahasiswa UMB Baubau)
Dalam sistem kapitalis yang sedang berlaku saat ini, kesetaraan gender ibarat mantra yang dikaitkan dengan semua target pencapain. Tentu target pencapaiannya haruslah materialistik. Karena itulah setiap negara berupaya untuk memperdaya perempuan demi pencapaian target kapitalistik yang diukur melalui capaian angka-angka materialistik. Hal ini wajar terjadi karena kapitalis menggunakan asas manfaat dalam bertingkah laku. Apalagi isu kesetaraan gender sebenarnya adalah ide Barat yang dipergunakan untuk menyerang Islam, khususnya perempuan.
Upaya ini terus digalakkan sampai saat ini. Perempuan semakin digiring untuk keluar berkarir diranah publik. Bersaing dengan laki-laki. Sayangnya, kemajuan perempuan menuntut kesetaraan gender ini disertai dengan meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di banyak wilayah di seluruh dunia. Menurut sebuah laporan yang dirilis pada Rabu (4/3) dari UNICEF, Entitas PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), dan Plan International. SATUHARAPAN.COM ( 05 Maret 2020)
Ini membuktikan bahwa isu kesetaraan ini membuat perempuan justru berujung pada kekerasan fisik, pelecehan seksual, diskriminasi, yang tidak ada habisnya. Sehingga hal ini menjadi gambaran buram yang menimpa masyarakat, khususnya bagi perempuan.
Hal ini sesungguhnya menjadi hal yang wajar. Sebab negeri ini menganut sistem sekuler kapitalis. Dimana tidak ada aturan agama dalam mengatur kehidupan termasuk perempuan. Kapitalisme dengan asas manfaatnya telah menjadikan materi sebagai satu-satunya tujuan yang harus dicapai. Kesetaraan gender hanyalah salah satu propaganda Barat yang ingin merusak perempuan, hingga membuat kaum laki-laki dan perempuan menjadi sama dan setara dalam segala hal.
Padahal, Islam memandang bahwa menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Karena, kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan wanita terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda.
Apalagi wanita dengan tabiatnya melakukan proses reproduksi, mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi, sementara laki-laki tidak. Adalah tidak adil jika kita kemudian memaksakan suatu peran yang tidak sesuai dengan tabiat dan kecenderungan dasar dari masing-masing jenis tersebut.
Perempuan tidak bisa dituntut untuk memiliki peran ganda, menjadi ibu atau istri sekaligus sebagai pencari nafkah. Sebab jika ini terjadi akan banyak permasalahan yang terjadi. Itulah juga mengapa Islam mengatur bahwasanya kewajiban utama perempuan adalah menjadi ummu warobbatul bayt, dan kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada suami.
Maka dari itu satu-satunya harapan adalah Islam, sistem hidup sempurna yang diturunkan Allah SWT. Islam telah menetapkan berbagai hukum untuk manusia dalam sifatnya sebagai manusia. Islam juga menetapkan hukum-hukum khusus sesuai dengan jenisnya, laki-laki maupun perempuan. Perbedaan hukum ini bukanlah menjadikan perempuan lebih rendah, karena dalam Islam kemuliaan manusia terletak pada ketakwaannya kepada Allah. Perbedaan hukum ini, misalnya kewajiban mencari nafkah ada pada laki-laki, warisan laki-laki dua kali bagian perempuan, dan sebagainya, justru menjamin perwujudan peran masing-masing sesuai dengan kodratnya. Sebab dalam Islamlah keadilan akan didapatkan setiap individu rakyat, karena semua aturan dilandaskan kepada aturan Allah, Zat Yang Mahaadil.
WalLâhu a’lam bish shawâb.
Tags
Opini