Oleh: Tita Rahayu
Ditengah Era Digital saat ini semua aspek kehidupan semakin mudah. Segala sesuatu yang dibutuhkan manusia bisa didapat hanya melalui gadget. Beragam jenis aplikasi dengan fitur menarik, mulai dari aplikasi games, editor camera, online shop, news hingga aplikasi pembuatan video singkat terse dia di gadget. Dari sekian banyaknya aplikasi yang tersedia, aplikasi “tek kotek” merupakan salah satu aplikasi yang pengikutnya membludak mulai dari muda hingga tua, rakyat jelata hingga orang tenar pun suka memainkannya. Para pengguna aplikasi tersebut merasa terhibur, sebab mereka bisa berekspresi bebas dipadu padankan dengan musik yang lagi hits. Bahkan mereka tak segan-segan melakukan ekspresi konyol dimanapun dan kapanpun. Ada kebanggan tersendiri bagi mereka jika video yang diunggahnya ditonton dan ditiru ribuan bahkan jutaan orang. Ekspresi yang mereka lakukan terkadang terkesan sangat memalukan, sebab ekspresi konyol tersebut dilakukan di tempat-tempat umum misalnya dengan berjoget-joget.
Di Era ini, banyak muda-mudi terjerumus dunia kemaksiatan. Faktor utama yang mempengaruhinya adalah pengaruh teman atau lingkungan. Keberadaan teman di sekitar kita memang sangat berpengaruh pada sikap kita. Teman yang sholih dapat memberikan kemaslahatan pada kita, begitu juga sebaliknya. Seseorang terkadang mendapat hidayah disebabkan bergaul dengan teman yang sholih. Sebagaimana dalam Hadist Rasullullah SAW. bersabda, “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927). Dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.”
Sementara remaja Islam hari ini seharusnya mempunyai rasa malu. Sebab rasa malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela, sehingga mampu membentengi seseorang untuk melakukan dosa dan maksiat. Pada hakikatnya rasa malu merupakan cabang keimanan. Rasulullah SAW bersabda, “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman”. (HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598), Muslim (no. 35), Abû Dâwud (no. 4676), an-Nasâ-i (VIII/110) dan Ibnu Mâjah (no. 57), dari Shahabat Abû Hurairah. Lihat Shahîhul Jâmi’ ash-Shaghîr (no. 2800).)
Akhir kata, kita sebagai remaja Islam seharusnya melekatkan rasa malu pada diri kita. Dan senantiasa mengkaji Islam agar mendapat pemahaman Islam secara utuh sehingga dapat membedakan mana yang benar dan salah. Dengan demikian, mengikuti majelis ta’lim, mengkaji Islam secara intens merupakan satu kebutuhan kita. Sebagai generasi penerus Islam, sudah semestinya kita hanya menjadikan Islam sebagai panduan hidup. Wallahu’alam bi showab.