Oleh: Suci Hardiana Idrus
Pengangguran adalah permasalahan global yang dialami setiap negara. Gelombang arus PHK nampaknya tak bisa lagi terbendung. Kini PT Indosat OoredooTbk memutuskan untuk melakukan pengurangan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada 677 karyawannya.
Melansir dari Tempo.co (16,02,2020), Director & Chief of Human Resources Indosat, Irsyad Sahroni mengatakan, PHK dilakukan karena perusahaan ingin menjalankan bisnis dengan lebih lincah dan berfokus kepada pelanggan serta lebih dekat dengan kebutuhan pasar.
“Kami telah mengkaji secara menyeluruh semua opsi, hingga pada kesimpulan bahwa kami harus mengambil tindakan yang sulit ini, namun sangat penting bagi kami untuk dapat bertahan dan bertumbuh," kata dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 16 Februari 2020.
Indosat masuk dalam deretan perusahaan besar yang melakukan pengurangan karyawan lewat PHK skala besar sejak tahun 2019. Selain Indosat, tercatat ada pula beberapa perusahaan yang melakukan PHK masal terhadap karyawannya.
Restrukturisasi dan strategi menghadapi persaingan bisnis agar lebih kompetitif menjadi alasan perusahaan-perusahaan tersebut mengurangi jumlah karyawannya.
Mirisnya lagi, pemerintah memutuskan menghapus ketentuan mengenai hak pekerja yang telah di atur dalam Pasal 159 UU Nomor 23 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang membuat buruh semakin tak berdaya.
JAKARTA, KOMPAS.com (14,02,2020)- Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-UndangOmnibus Law Cipta Kerja kepada DPR RI. RUU yang diharapkan mampu menggenjot investasi dalam negeri tersebut telah mengubah beberapa ketentuan terkait ketenagakerjaan. Salah satunya tentang hak pekerja untuk mengajukan gugatan kepada pemberi kerja ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial ketika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diterima Kompas.com dikatakan, pemerintah memutuskan untuk menghapus ketentuan mengenai hak pekerja tersebut. Sebelumnya, hal tersebut di atur dalam Pasal 159 UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
"Apabila pekerja atau buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat 2, pekerja atau buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial," tulis beleid tersebut.
Selain itu, RUU sapu jagat tersebut juga mengubah ketentuan mengenai kewajiban pemberi kerja untuk memberikan uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak kepada pekerja atau buruh yang ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan tindakan pidana.
Pekerja yang terkena PHK karena ditahan oleh pihak berwajib tak lagi menerima uang penghargaan masa kerja sebanyak satu kali dan uang penggantian hak, tetapi hanya uang bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya. Padahal, dalam RUU Ketenagakerjaan, sebelumnya hal itu diwajibkan.
"Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4)," tulis undang-undang itu.
Mengapa pengangguran senantiasa menjadi masalah besar suatu negara?Apa faktor penyebab tingginya angka pengangguran?
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang mampu menyerapnya. Selain itu tidak sesuainya kemampuan individu pada suatu pekerjaan juga dapat menjadi penyebab pengangguran.
Dilihat dari jenis-jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya, penyebab pengangguran dapat dipicu oleh:
- Sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan.
- Kurangnya persyaratan pelamar kerja.
- Perkembangan atau pergantian teknologi tanpa adanya pelatihan atau kemampuan yang tepat bagi pekerja sehingga menimbulkan PHK.
- Kemunduran ekonomi yang menyebabkan perusahaan memutuskan untuk PHK.
- Siklus ekonomi yang berfluktuasi karena pergantian musim.
- Tidak adanya lapangan kerja yang sesuai dengan bidang keahlian.
PHK massal sudah diprediksi sebagai dampak disrupsi dan era digitalisasi namun pemerintah tidak antisipatif terhadap ini. Sedangkan rakyat hanya menjadi korban rezim latah mengadopsi tren global, seolah menegaskan betapa lemahnya kedaulatan politik dan ekonomi negara.
Dalam sistem kapitalis menghendaki agar tetap ada sebagian angkatan kerja yang tidak dipekerjakan, alias dibiarkan menganggur. Dewan Direksi Federal Reserve/The Fed (Bank Sentral AS) telah mengeluarkan kebijakan agar tetap ada 6% angkatan kerja yang menganggur. The Fed mendesak agar perekonomian kita terus mempertahankan tingkat pengangguran ini. Jika tidak, maka akan timbul inflasi, dan para pemegang obligasi pun akan mengalami kerugian. Jadi jika terlalu banyak warga Amerika yang bekerja, maka The Fed akan memperbesar tingkat bunga untuk memaksa perusahaan mengurangi karyawannya. Sebagaimana kita ketahui, kapitalisme menghendaki agar ada sekitar 10% angkatan kerja yang tetap menganggur, supaya stabilitas harga bisa dipertahankan.
Berbeda halnya dalam penerapan Islam, dapat digambarkan bagaimana sistem Khilafah merespon tren global sejenis ini dan bagaimana potensi SDM justru menjadi modal khilafah untuk menjadi negara maju
Kebijakan Negara (Khilafah) dalam Mengatasi Pengangguran
Dalam sistem Islam Negara (Khilafah), kepala negara (Khalifah) berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam. Rasulullah saw.:
«اَلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ»
Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lebih detail, Rasulullah saw. secara praktis senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), "Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!"
Mekanisme yang dilakukan oleh Khalifah dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu: mekanisme individu dan sosial ekonomi.
1. Mekanisme individu.
Dalam mekanisme ini Khalifah secara langsung memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt. serta memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan. Islam pada dasarnya mewajibkan individu untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Banyak nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja. Misalnya, firman Allah Swt.:
]فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ[
Berjalanlah kalian di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. (QS al-Mulk [67]: 15).
Imam Ibnu Katsir (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, IV/478) menyatakan: "Maksudnya, bepergianlah kalian semua ke daerah di bumi manapun yang kalian kehendaki, dan bertebaranlah di berbagai bagiannya untuk melakukan beraneka ragam pekerjaan dan perdagangan."
Dalam hadis, Rasulullah saw. berdabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ أَنْ يَحْبِس عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ َ
Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya. (HR Muslim).
Bahkan Rasulullah pernah mencium tangan Saad bin Muadz ra. tatkala beliau melihat bekas kerja pada tangannya, seraya bersabda (yang artinya), “Ini adalah dua tangan yang dicintai Allah Taala.”
Jelas, Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Ketika individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka Khalifah berkewajiban untuk memaksa individu bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, "Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak." Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.
2. Mekanisme sosial ekonomi.
Mekanisme ini dilakukan oleh Khalifah melalui sistem dan kebijakan, baik kebijakan di bidang ekonomi maupun bidang sosial yang terkait dengan masalah pengangguran.
Dalam bidang ekonomi kebijakan yang dilakukan Khalifah adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.
Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah. Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika berada di Madinah. Itulah yang dalam syariat Islam disebut i‘thâ’, yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta Baitul Mal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.
Dalam sektor industri Khalifah akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Selama ini negara-negara Barat selalu berusaha menghalangi tumbuhnya industri alat-alat di negeri-negeri kaum Muslim agar negeri-negeri Muslim hanya menjadi pasar bagi produk mereka. Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, Khalifah sebagai wakil umat akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Selama ini ketiga sektor ini banyak diabaikan atau diserahkan kepada swasta sehingga belum optimal dalam menyerap tenaga kerja.
Sebaliknya, negara tidak mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor non-real. Sebab, di samping diharamkan, sektor non-real dalam Islam juga menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja, bahkan sebaliknya, sangat menyebabkan perekonomian labil. Menurut penelitian J.M, Keynes, perkembangan modal dan investasi tertahan oleh adanya suku bunga; jika saja suku bunga ini dihilangkan maka pertumbuhan modal akan semakin cepat. Hasil penelitian di Amerika membuktikan bahwa masyarakat berhasil menabung lebih banyak pada saat bunga rendahbahkan mendekati nol.
Dalam iklim Investasi dan usaha, Khalifah akan menciptakn iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Adapun dalam kebijakan sosial yang berhubungan dengan pengangguran, Khalifah tidak mewajibkan wanita untuk bekerja, apalagi dalam Islam, fungsi utama wanita adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga (ummu wa rabbah al-bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki. Dengan kebijakan ini wanita kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki—kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh wanita.
Dengan adanya invasi sistem ekonomi kapitalis ke negeri-negeri Muslim pada akhir abad kesembilan belas, serta kekalahan Negara Islam, maka situasi perekonomian dunia Islam mulai merosot hingga saat ini. Oleh karena itu, penerapan kembali sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari sistem Islam secara keseluruhan adalah satu-satunya cara untuk memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi yang melanda negeri-negeri Muslim sekarang ini
Wallâhu a‘lam bisshawwab