Oleh : Siti Saodah, S.Kom (Aktivis Generasi Peradaban Islam)
Kesehatan merupakan kebutuhan hidup banyak orang. Tak ayal biaya kesehatan semakin tahun merangkak mahal. Tak banyak orang yang mampu mendapat pelayanan kesehatan secara penuh. Pelayanan kesehatan ini hanya bisa dirasakan masyarakat kelas menengah sampai kelas atas. Mereka kalangan masyarakat bawah banyak yang tak mampu jika harus berobat ke tempat pelayanan kesehatan sekelas rumah sakit. Adanya jaminan kesehatan yang dikelola oleh swasta hal ini meringankan mampu meringankan masyarakat ketika akan berobat. Meskipun masyarakat harus mengangsur biaya untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan kelasnya.
Masyarakat kembali disuguhkan berita tentang kenaikan iuran pelayanan kesehatan. Pasalnya kenaikan tersebut dinilai sangat berat bagi mereka. Tak tanggung – tanggung kenaikan iuran mencapai dua kali lipat dari iuran semula. Jelas hal ini banyak ditentang oleh berbagai kalangan. Pemerintah dengan dalih untuk menutupi defisit anggaran badan penyelenggara kesehatan, sepertinya mereka tutup mata dengan kondisi masyarakat saat ini. Dalam pernyataannya Nur Nadlifah anggota komisi IX DPR, BPJS kesehatan bisa menerapkan sejumlah masukan yang diberikan oleh DPR seperti melakukan subsidi anggaran dan lainnya dikutip dari (m.tribunnews.com). Defisitnya anggaran BPJS kesehatan dinilai dapat merugikan berbagai pihak terutama rumah sakit yang tagihannya belum dibayarkan. Rumah sakit tersebut bahkan bisa terancam bangkrut jika masalah tagihan belum dibayarkan.
Mahkamah Agung telah mengetuk palu bahwa kenaikan BPJS kesehatan dibatalkan pada Senin, 17 Maret 2020. Putusan ini disambut baik oleh berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat merasa lega dengan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS kesehatan. Bahkan Pemerintah diharapkan untuk dapat mencari solusi lain untuk menutupi defisit anggaran BPJS kesehatan.
Polemik defisit anggaran BPJS kesehatan bukan hanya terjadi tahun sekarang namun tahun sebelumnya juga mengalami hal serupa. Kesehatan yang seharusnya menjadi hal yang murah dan terjangkau kini masyarakat harus merogoh kocek dalam demi memenuhi kebutuhan kesehatannya. Bukan hanya itu iuran yang dibayarkan oleh masyarakat dianggap tak sebanding dengan hasil pelayanan dunia kesehatan. Ditambah dengan dilema para dokter dalam memberikan resep obat, mereka harus rela mengurangi obat yang diberikan atau diganti dengan obat yang lebih murah.
Jaminan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah secara penuh kini masyarakat harus membayar sendiri dengan biaya yang tak sedikit. Pelayanan kesehatan ini hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat yang mampu membayar iuran kesehatan. Sedangkan mereka masyarakat miskin yang aksesnya jauh dari perkotaan, ataupun pelosok daerah seolah pelayanan kesehatan yang bagus hanya menjadi mimpi belaka. Berarti jaminan kesehatan tersebut belum merata menyentuh seluruh kalangan masyarakat.
Pelayanan kesehatan dari sudut pandang islam jelas sangat berbeda dengan yang terjadi saat ini. Kesehatan dalam islam semua di tanggung oleh negara melalui kas baitul mal. Hal itu sudah pernah terjadi pada masa Rasulullah sampai kekhilafahan terakhir. Hal itu sudah dijalankan sejak masa Rasul ﷺ. Delapan orang dari Urainah datang ke Madinah menyatakan keislaman dan keimanan mereka. Lalu mereka menderita sakit gangguan limpa. Nabi ﷺ kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah Quba’, tidak jauh dari unta-unta Baitul Mal yang digembalakan di sana. Mereka meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih. Raja Mesir, Muqauqis, pernah menghadiahkan seorang dokter kepada Nabi ﷺ. Beliau menjadikan dokter itu untuk melayani seluruh kaum Muslim secara gratis. Khalifah Umar bin al-Khaththab, menetapkan pembiayaan bagi para penderita lepra di Syam dari Baitul Mal. Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayyah membangun rumah sakit bagi pengobatan para penderita leprosia dan lepra serta kebutaan. Para dokter dan perawat yang merawat mereka digaji dari Baitul Mal.
Waalahualam bisshowab