Oleh : Halimah
3 Maret 1924, khilafah diruntuhkan dengan konspirasi barat. Melalui perjanjian dan persyaratan ‘curzon' yang dilakukan dengan Inggris, Kamal Pasha mengumumkan pemecatan Khalifah, pembubaran sistem Khilafah, mengusir Khalifah ke luar negeri, dan menjauhkan Islam dari negara. Inilah titik klimaks revolusi kufur yang dilakukan oleh Kamal Attaturk, la’natu-Llâh ‘alayh. Akibatnya umat Islam hidup dengan kondisi terkotak-kotak atas nama nation-state atau Negara bangsa. Dan, tiap-tiap individu umat Islam tidak saling menyatu baik dalam perasaan, pemikiran maupun aturan, sehingga lenyaplah kehidupan Islam yang berlandaskan atas aqidah dan syariah Islam di dalam kehidupan mereka dalam bermasyarakat.
Sejak itu setiap problem kaum muslimin, tidak mendapat solusi yang bersumber syariat. Tidak ada solusi hakiki yang menyelesaikan persoalan kaum muslim. Hukum-hukum syariat diabaikan dan bahkan direndahkan sebagai hukum yang tidak sesuai jaman. Oleh karenanya, sebagai muslim kita tidak merasakan kenikmatan ‘baldatun thoyibatun wa robbun ghofur', karena hal itu hanya bisa dicapai saat Allah ridho. Dan keridhoan Allah, bisa dicapai dengan mengikuti seluruh hukum dan aturannya dengan penuh ketaatan sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan kata lain menegakkan Khilafah Islam yang merujuk pada syari'at baik urusan di dalam negeri maupun urusan luar negeri dari segala lini kehidupan.
Begitu juga dengan persoalan perempuan dan generasi semakin banyak. Maraknya kasus kekerasan seksual disebabkan oleh makin bebasnya interaksi laki-laki dan perempuan. Budaya malu diganti budaya eksis. Aurat ditampakkan, demi eksis. Bahkan ketiak yang seharusnya disembunyikan pun kini tak malu untuk dipamerkan. Tak hanya pada satu dua orang, tapi pada seluruh dunia melalui media sosial. Pornografi merajalela, pacaran yang makin mengkhawatirkan, provokasi hidup bebas dari media, serta aturan yang sangat longgar terkait zina. Bahkan sampai dengan berbagai kontes, mulai dari kontes suara hingga kontes kecantikan, yang mengeksploitasi perempuan sebagai komoditi kapitalisme.
Kehormatan perempuan terenggut secara paksa melalui kekerasan. Kasus kekerasan seksual kian hari terus meningkat. Bahkan pelaku kekerasan seksual juga bukan orang asing, melainkan orang dekat, yakni keluarga. Rumah seolah tak lagi memberi rasa aman dari kejahatan seksual.
Juga kasus-kasus pilu TKI bertahun-tahun terus disuguhkan kepada publik. Namun hal itu belum cukup menggerakkan kemauan penguasa untuk total menghentikan ekspor TKI. Walaupun banyak pihak berteriak agar pengiriman TKI ditutup, pemerintah hanya melakukan moratorium sementara. Lagi-lagi motif ekonomi lebih melatarbelakangi kenekadan pemerintah itu. Kontribusi buruh migran cukup besar dalam memberikan sumbangan devisa negara. Termasuk peran perempuan sebagai ibu dan madrasah pertama bagi anaknya terkikis.
Keluarga sebagai banteng terakhir penanaman dan praktik Islam, semakin lemah bahkan direkayasa untuk dihancurkan melalui beragam cara.
Adalah tanggung jawab seluruh umat, khususnya muslimah untuk mengingat peristiwa keruntuhan khilafah dalam rangka menyadari urgensitas keberadaannya dan mendorong mewujudkan kembali di era saat ini. Saatnya bangkit dan mewujudkan solusi, sang penjaga kehormatan perempuan yaitu khilafah.
Karena dalam Islam, sekalipun negara tidak mencampuri urusan privat sebuah keluarga. Tetapi negara memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, sehingga mampu mencetak generasi berkualitas. Negara memastikannya melalui serangkaian mekanisme kebijakan yang lahir dari hukum syariat. Bukan RUU yang sarat dengan liberalisme.
Begitu pula dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang memastikan terpenuhinya kebutuhan asasi per individu dengan mekanisme yang khas. Mulai pembebanan tanggung jawab nafkah keluarga oleh laki-laki yang sudah baligh dan mampu. Namun jika tidak ada laki-laki seperti itu sesuai jalur nasab, maka tanggung jawab nafkah dibebankan pada negara. Dengan demikian negara harus menciptakan lapangan pekerjaan agar tidak ada laki-laki yang baligh dan mampu tidak bekerja.
Penerapan sistem ekonomi Islam juga memastikan kekayaan negara maupun rakyat tidak jatuh ke tangan asing maupun aseng. Pengelolaannya benar-benar dilakukan negara sendiri. Negara juga tidak mentarget keuntungan dalam pengelolaan sumber daya alam karena memang benar-benar untuk kemaslahatan rakyat.
Penerapan sistem pendidikan dalam Islam ditujukan untuk mencetak kepribadian Islam yang akan memberikan banyak manfaat bagi kemajuan Islam dan kaum muslimin. Sehingga terwujud generasi terbaik yang dengan ketakwaannya akan mampu menaklukan tantangan zaman serta memimpin peradaban. Pendidikan ini diwujudkan baik pada ranah keluarga hingga negara. Negara benar-benar memastikan peran keluarga, dalam hal ini ayah dan ibu mampu mendidik anak-anaknya dengan baik tanpa dipusingkan dengan krisis ekonomi dan berbagai ancaman kejahatan.
Penerapan sistem sosial dalam Islam akan menciptakan masyarakat akan bersih dari berbagai kemaksiatan termasuk penyimpangan seksual semacam LGBT. Penerapan sistem sanksi dalam Islam akan mampu mewujudkan efek jera tidak hanya bagi pelaku kriminal, namun juga kemaksiatan mulai zina hingga perilaku LGBT. Inilah yang membuat keluarga aman dari berbagai ancaman yang akan merusak generasi. Perintah untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar khususnya dalam rangka mewujudkan eksistensi al-khayr (Al-Islam) di dalam kehidupan secara jelas tercantum dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala sebagai berikut.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali-Imran : 104).
Maka dari itu, sebagai muslim wajib mencampakkan sistem sekuler liberalisme yang menjadi induk keburukan dan menggantinya dengan sistem yang dirahmati Allah dan bersumber hukum dari Sang Mahapencipta.