Oleh : Ummu Shabbiyah.
Hari hari ini kita sering sekali melihat dan membaca berita seputar perceraian yang terjadi diantara masyarakat umum maupun selebriti tanah air. Kira kira apa yang menjadi persoalan sehingga mereka tidak lagi mampu melanjutkan kehidupan berumah tangga?
Ada berbagai persoalan yang menjadi alasan mereka mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama(bagi yang Muslim) maupun ke Pengadilan Negeri (bagi yang non muslim). Sebagaimana dilansir dari https://databoks kata data.co.id/data publish/2020/02/20 ramai-ruu-ketahanan-keluarga-berapa-angka-perceraian-di-indonesia.
Penyebab terbesar adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan 183.085 kasus terjadi. Kemudian menyusul faktor ekonomi menjadi pemicu pasangan pisah menempati urutan kedua dengam 40.909 kasus. Disusul lagi masalah suami/istri pergi (17,55%)KDRT (2,55%) dan mabuk (0,85).
Ini menunjukkan bahwa angka perceraian meningkat 9% dari tahun sebelumnya. Sungguh sebuah fakta yang mencengangkan kita semua.Ada banyak faktor yang bisa menghancurkan tali sebuah pernikahan.
Belum lagi dengan ditambah maraknya perceraian karena kasus LGBT semakin menambah suramnya gambaran kehidupan dalam sistem sekuler. Dibandingkan kasus lain memang angkanya lebih sedikit akan tetapi ini juga berpotensi besar untuk menjadi salah satu penghancur keluarga keluarga Muslim.
Ini semua bisa terjadi karena buruknya tatanan dalam sistem yang diterapkan.Sekulerisme yang diadopsi oleh bangsa ini membuka pintu lebar lebar bagi berbagai penyebab yang bisa menggoyahkan bangunan sebuah pernikahan.Sistem ini menciptakan manusia manusia yang ingin bebas sebebas bebasnya,tidak mau terikat hukum syariat dan kalaupan mau diatur,maunya mengambil hukum syariat secara parsial.
Banyaknya bangunan rumah tangga yang runtuh kalah oleh gempuran pemikiran sekuler berasal dari bangunan pondasi tidak cukup tangguh menghadapi masalah yang muncul serta pemilihan solusi untuk menyelesaikannya.
Seperti kita lihat pada penyebab terbesar kasus perceraian adalah adanya pertengkaran dan perselisihan yang terus menerus.Ini semua sebenarnya adalah terkait dengan kesiapan setiap pasangan dalam menghadapi problema rumah tangga.Dibutuhkan peran negara dalam hal ini adalah mengedukasi untuk persiapan sebuah pernikahan sehingga pasangan menikah siap secara pemikiran dan bukan hanya dicukupkan pada kesiapan perasaan dan materi saja.
Disini pentingnya peran negara menanamkan pemahaman agama melalui lembaga terkait dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban pada pasangan setelah menikah,punya anak,birrul walidain,nafkah dan sebagainya.
Ini bisa kita harapkan hanya bila sistemnya adalah sistem Islam,yang menerapakan syariat secara kaffah.
Kemudian bila kita lihat dalam kasus perceraian yang disebabkan masalah ekonomi,negara seharusnya juga mengambil peran agar hal ini tidak terjadi.Negara harus bisa menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi para laki laki sehingga dia mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.Namun dalam sistem saat ini kita bisa melihat,akibat tingginya biaya hidup dan kebutuhan yang terus meningkat,nafkah suami banyak yang tidak cukup maka para istri dengan suka rela menyingsingkan lengan baju,turut berjibaku di medan laga agar dapur tetap ngebul.Inilah kejamnya sistem sekuler,mencerabut posisi para Ibu yang bertugas mencetak generasi berkualitas di masa depan,menjadi pencetak rupiah demi tercukupinya biaya hidup.Terkadang mereka sampai rela meninggalkan orang orang tercinta demi merantau di negeri orang selama bertahun tahun.
Maka itu dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa keutuhan keluarga Muslim digerogoti secara sistematis.
Solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan mengganti sistem sekuler ini dengan sistem Islam yang menjamin kesejahteraan bagi mereka yang menerapkannya.Buang jauh jauh sekulerisme agar kita selamat, agar kita tidak hanya berkutat di satu kondisi tanpa solusi.Sistem Islam yang diterapkan secara sempurna adalah satu satunya harapan dan penyelesai terbaik.