Keretakan Keluarga, Butuh Solusi Nyata




Oleh: Diyana Indah Sari
(Mahasiswi Sebelas Maret) Surakarta


Setiap orang pasti memiliki keluarga dalam kehidupannya, meskipun keluarga tersebut tidak utuh. Keluarga merupakan elemen penting yang merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat. Dalam keluarga menjadi tempat pertama belajar bagi anak, tempat mendapatkan pendidikan dari orang tua sehingga dapat hidup bermasyarakat. Setiap orang pasti mengharapkan keluarga yang harmonis, keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Menjadi keluarga taat yang menjunjung tinggi syari’at dan diwarnai dengan ketaatan.


Namun dalam kenyataanya mewujudkan keluarga ideal, keluarga harmonis seperti yang diharapkan tidaklah mudah. Fakta menunjukkan masih banyak terjadi problematika dalam keluarga yang berujung pada keretakan dan perceraian yang tentunya berdampak tidak baik. Selain itu tidak luput berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan pada istri maupun anak yang turut andil dalam deretan permasalahan keluarga.


Banyak juga problematika berupa krisis yang menimpa kehidupan keluarga. Mulai dari krisis ekonomi, kesenjangan sosial, krisis pendidikan, krisis moral dll. Tidak jarang juga pola asuh yang salah menjadikan anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak terkontrol, pergaulan bebas, tidak memiliki moral etika dan jauh dari pemahaman terhadap agama. Hal ini pula dapat memicu perselisihan dan keretakan dalam keluarga.


Belit masalah perceraian dalam keluargapun tidak kunjung terurai, bahkan fakta miris sepanjang 2019 ternyata hampir setengah juta orang menjanda di Indonesia. Dari data Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, hakim telah memutus perceraian sebanyak 16.947 pasangan. Adapun di Pengadilan Agama sebanyak 347.234 perceraian berawal dari gugatan istri. Sedangkan 121.042 perceraian di Pengadilan Agama dilakukan atas permohonan talak suami. Sehingga total di seluruh Indonesia sebanyak 485.223 pasangan.


 Pada 2018, angka perceraian Indonesia mencapai 408.202 kasus, meningkat 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebab terbesar perceraian pada 2018 adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan 183.085 kasus. Faktor ekonomi menempati urutan kedua sebanyak 110.909 kasus. Sementara masalah lainnya adalah suami/istri pergi (17,55%), KDRT (2,15%), dan mabuk (0,85%). Kasus permasalahan seperti ini, krisis perceraian yang semakin marak tentu menyisakan problematika baru setelahnya seperti mental anak, pola asuh anak, pemenuhan nafkah dll.   https://m.detik.com/news/berita/d-4918371/nyaris-setengah-juta-janda-baru-lahir-di-indonesia-sepanjang-2019. 
 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/20/ramai-ruu-ketahanan-keluarga-berapa-angka-perceraian-di-indonesia.


Tidak ada asap jika tidak ada api, permasalahan yang berkaitan dengan keretakan keluarga seperti ini pasti ada penyebabnya. Jeratan sistem sekuler yang merasuk pada setiap sudut kehidupan membuat masyarakat semakin terkungkung dan kehidupan yang jauh dari nilai-nilai islam, bahkan tak jarang pola hidup berubah menjadi materialistik, individualisme, dan hedonisme. Tentu saja hal ini akan membawa dampak buruk dan permasalahan yang cukup runyam dalam keluarga. 


Warna emansipasi yang dibangga-banggakan hanyalah topeng untuk melunturkan peran penting wanita terutama ibu. Kesetaraan antara wanita dan pria menjadikan seorang ibu bebas keluar rumah untuk bekerja dan menjadi wanita karier. Seorang ibu menjadi lalai dengan tugasnya untuk mendidik anak dan mengenalkan anak dengan ilmu-ilmu agama. Ibu yang seharusnya berperan menjadi ummun wa rabbatulbait (ibu dan pengatur rumahtangga) kini telah bergeser merangkap ganda menjadi ibu sekaligus berkarier mencari nafkah. 


Akibatnya kewajiban terabaikan, keluarga berantakan permasalahan semakin runyam hingga tak jarang berujung perpisahan, tidak sedikit anak menjadi korban broken home yang bisa terjerumus kepada pergaulan bebas, narkoba dan tindakan buruk lainnya.


Keluarga yang tidak memahami aqidah islam tidak memahami syariat islam dan jauh dari ketaatan kepada Allah, tidak akan mencapai keluarga ideal, terlebih lagi gempuran dari luar dari sisi kapitalis sekuleris yang berupaya melemahkan umat muslim akan semakin mengkaburkan aturan-aturan islam dan menjauhkan syari’at islam dalam keluarga. Kebahagiaan yang bertumpu pada harta membuat lalai tujuan hidup dan peran keluarga yang sesungguhnya.


Melihat banyaknya kasus percerian yang terjadi negara tak kunjung juga memberikan penanganan yang efektif maupun menyuguhkan solusi yang tuntas. Terlebih lagi sekarang pemerintah mengusungkan RUU Ketahanan Keluarga yang alasannya dibentuk karena tingginya angka perceraian tidak menunjukkan adanya solusi solutif dalam rancangan pasal-pasalnya. 


Malahan RUU ini memiliki aturan-aturan yang dinilai menyimpang. Salah satunya dalam RUU ini dinilai mengkerdilkan agama, seperti yang diungkapkan lembaga kajian independen dan advokasi International for Criminal Justice Reform (ICJR), menurut Direktur Eksekutifnya, Anggara Suwahju, berpendapat bahwa RUU Ketahanan Keluarga justru mengerdilkan peran agama dalam membimbing pembentukan fungsi keluarga yang dinamis. Aturan seperti ini bukanlah aturan yang dapat memberikan solusi tuntas tapi justru menambah runyam masalah. 


Meskipun banyak peraturan dibuat,  aturan lama selalu direvisi, berbagai kebijakan diterapkan apabila yang diemban didalamnya adalah prinsip sekuler maka permasalahan ini tidak akan pernah menemukan titik ketuntasan. 


Keluarga yang berperan sebagai tempat pendidikan pertama (primer), sebagai pencetak generasi unggul yang bertaqwa, cerdas dan mengayomi masyarakat hanya dapat dicapai dengan diterapkanya syariat islam dalam kehidupan dan diterapkannya sistem islam kaffah. Bukan dengan prinsip hidup sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan, menjalankan kehidupan sesuka hati dan kebebasan yang kebablasan.


Negara tentu saja memiliki peran besar dalam memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat, mengupayakan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat termasuk juga menjamin terlaksananya peran dan tercapainya fungsi keluarga dengan baik. Dan hal ini hanya dapat ditemukan dalam khilafah yang didalamnya menerapkan sistem islam.


Khilafah sangat bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat. Setiap hak individu dan masyarakat sangat dijaga haknya dalam sistem islam. Khilafah menjamin setiap anggota keluarga menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan baik, sehingga dapat terwujud keluarga yang ideal.


 Laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga wajib memenuhi nafkah keluarga. Islam mewajibkan kepada suami atau para wali untuk mencari nafkah (QS Al-Baqarah 233, QS An-Nisaaa 34). Khilafah bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan, memberikan pendidikan dan pelatihan. Sehingga dapat mengurai permasalahan kesenjangan sosial dan krisis ekonomi.


Sorang ibu tidak diharuskan untuk bekerja keluar rumah karena ibu memiliki tanggungjawab untuk mengurus rumah tangga, menjadi ummun wa rabbatulbait, berkewajiban mendidik anak sehingga anak tumbuh menjadi generasi berkualitas. Dengan khilafah ini kemuliaan perempuan, kemuliaan seorang ibu semakin terjaga. Sehingga perempuan dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai seorang istri, ibu dan anggota masyarakat. 


Dengan demikian seorang anak juga akan menjalani fase tumbuh kembang dengan baik, mendapatkan pendidikan dari keluarga terutama bimbingan seorang ibu.


Semua itu dijamin khilafah dengan diterapkannya peraturan islam dalam seluruh aspek kehidupan. Mulai dari aspek individu, sosial, pendidikan, dan politik. Sehingga tidak ada lagi prinsip hidup sekuler, dan sistem hidup kapitalis yang hanya membawa kerusakan ditengah-ditengah masyarakat. Khilafah juga menjamin tercukupinya kebutuhan primer, papan, sandang, pangan, dan juga memenuhi kebutuhan pendidikan, lapangan pekerjaan dan fasilitas kesehatan untuk masyarakat.


Oleh karena itu kita tahu bahwa keretakan keluarga ini tidak akan pernah teratasi dengan peraturan hidup saat ini, dengan sistem sekuleris kapitalis. Negara dapat menjalankan fungsinya dengan baik ketika didalamnya diterapkan sistem islam, dan ditegakkan hukum Allah SWT. 


Jelas bahwa keluarga yang ideal hanya dapat terwujud dengan aturan islam didalamnya, keluarga yang kokoh berlandaskan aqidah yang lurus dan memahami syari’at islam. Keluarga yang didalamnya menghidupkan aturan islam, mengemban syari’at islam maka akan menjadi keluarga yang utuh, keluarga yang mampu mencetak generasi berkualitas. Dengan demikian jelas bahwa khilafah sangat berperan penting dalam segala aspek kehidupan dan dengan adanya khilafah ketahanan dan keutuhan keluarga dapat terjaga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak