Oleh : Vita Thohiroh
Tahun demi tahun silih berganti. Kekerasan dan penganiyaan terhadap anak masih saja menghiasi negeri +62. Seolah-olah tindakan tersebut sudah lazim untuk dilakukan. Kekerasaan dan penganiyaan terhadap anak selalu bermunculan bak jamur di musim hujan. Sungguh miris bukan?
Berdasarkan hasil Penelitian Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sepanjang tahun 2011–2016, terdapat 22.109 kasus. Hampir 50% kasus adalah kekerasan fisik dan seksual. Angka ini terus meningkat. Tahun 2011-2014 ditemukan 1.022 kasus kekerasan terhadap anak. Hal ini dipicu oleh media sosial dan internet.
Bahkan, akhir-akhir ini publik dihebohkan dengan kasus kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan orang tua sendiri, ditambah lagi penganiyaan oleh paman terhadap keponakannya sendiri. Bagitu juga dengan yang terjadi di Tasikmalaya dan Kupang. Dikutip dari Jabarnews.com (12/03/2020). Sebanyak 36 adegan diperagakan oleh tersangka BR (45), pelaku pembunuhan terhadap anak kandungnya sendiri, Delis (13) yang masih duduk di bangku SMP Negeri 6 Kota Tasikmalaya. Adapun adegan rekontruksi pembunuhan tersebut dilakukan di dua lokasi, yakni di Jalan Laswi dan di Jalan Cilembang. Tepatnya di depan SMP Negeri 6 Kota Tasikmalaya.
Penganiayaan tak hanya dilakukan oleh orang yang jauh dari korban, melainkan orang terdekat juga menjadi pelaku kekerasan dan penganiyaan. Seperti yang terungkap pada bulan ini (Maret) 2020, penganiyaan siswi SMP selama 3 tahun di Kupang oleh Pamannya sendiri.
MIB alias Ir (12), seorang siswi yang masih duduk di kelas 1 SMP Negeri di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), hanya bisa pasrah menerima siksaan dari sang paman berinisial YSS (40). Selama tiga tahun terakhir saat tinggal bersama pamannya itu berbagai siksaan diterimanya. Mulai tak diberi makan, mengurus lahan, hingga mendapat pukulan. Kasus tersebut baru terungkap setelah tetangganya melaporkan kepada pihak kepolisian( Kompas.com, 13/03/2020).
Miris memang, ditengah kehidupan dunia yang semakin modern, beradab dan demokratis, kejahatan terhadap anak malah semakin meningkat. Padahal, berbagai hasil penelitian menyatakan, anak yang menjadi korban kekerasan di masa dewasanya berpotensi besar untuk menjadi pelaku kekerasan. Artinya, bila saat ini korban semakin bakelak pelaku juga akan semakin banyak.
Maraknya kekerasan dan penganiyaan terhadap anak menandakan adanya pemahaman yang salah dalam masyarakat, terutama keluarga dan para orang tua. Keberadaan anak seolah tidak disadari, bahkan dianggap sebagai obyek yang berada dibawah kekuasaannya sehingga dapat diperlakukan sekehendak hati.
Sejatinya, kekerasan dan penganiyaan terhadap anak tidak dapat lagi dipandang sebagai masalah dengan penyebab tunggal saja. Tapi adalah masalah sistem. Karena faktor penyebab yang sebenarnya adalah bersumber dari sistem yang diterapkan. Diantaranya adalah faktor ekonomi, sistem pendidikan, media massa, agama sampai dengan faktor hukum yang semuanya bersumber dari sistem kapitalisme.
Sungguh, kapitalisme telah merusak masa depan anak, dan hal itu tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Faktanya adalah meningkatnya kekerasan dan penganiyaan anak membuktikan bahwa sistem saat ini sangat tidak ramah dengan anak, justru terus merusak anak. Sehingga, anak yang seharusnya menjadi aset berharga justru menjadi di rusak oleh sistem.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan problematika ini harus mengambil solusi yang sistematik bukan solusi yang bersifat parsial. Hal ini harus diemban oleh Negara, karena Negara memiliki wewenang untuk menerapkan sistem ini yaitu sistem Islam. Karena tidak ada pilihan lain kecuali kembali aturan Allah secara Kaffah. Negara juga memiliki beban sebagai pengayom, pelindung, dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, demikian juga anak. Nasib anak menjadi kewajiban Negara untuk menjaminnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yagn memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)
Maka, sudah seharusnya kita mencapakan sistem kapitalis, yang sudah banyak melahirkan kerusakan. Dengan cara mengganti sistem dengan sistem Islam dengan melalui penerapan berbagai macam aturan. Sistem Islam akan akan menjamin, mengatur, dan menjaga seluruh masyarakatnya serta menjaga anak dari kekerasan dan kejahatan. Agar berjalan sesuai dengan aturan Allah (Islam) karena Allah lah Dzat Yang Maha Tahu atas segala sesuatu, Maha Tahu apa yang terbaik untuk manusia. Sehingga terlahirlah generasi-generasi emas dimasa depan.
Wallahu A'lam Bissawab