Kaum Muslim Darurat Pelindung



Oleh: Yanti Nuryanti



Masih terekam jelas dalam ingatan bagaimana kaum Muslim ditindas dan dizalimi seakan tiada henti yang membuat hati ini terluka, menjerit ditengah kesakitannya. Apa daya diri ini tak mampu berbuat apa-apa, hanya untaian doa yang mampu terucap. Belum habis tangis di Palestina. Belum hilang teriakan sedih di Suriah. Belum usai pedih melihat Muslim Rohingya di Myanmar terlunta-lunta. Belum reda menahan lara melihat derita Muslim Uighur menjadi tahanan di Xinjiang. Mungkin masih banyak kaum Muslim di belahan dunia ini yang mendapatkan tindak penindasan yang tidak diketahui oleh dunia. Kini jeritan pilu terjadi di India. 

Negeri Taj Mahal bergejolak, tepatnya di ibukota India yaitu New delhi. Bermula pada Minggu, 23 Februari 2020 terjadi kerusuhan antara umat Hindu dan umat Islam yang menjadi perbincangan Internasional. Dalam kerusuhan tersebut tercatat menewaskan 42 orang termasuk aparat kepolisian yang tengah berjaga dan ratusan orang terluka. Kebanyakan yang menjadi korban adalah kaum Muslim. (aceh.tribunnews.com 02/03/2020)

Kericuhan tersebut pada awalnya dipicu oleh demonstran kecil. Namun menjadi besar ketika umat Hindu dan umat Islam mulai saling melempar batu. Seketika semuanya berubah menjadi konflik Sektarian. 

Dalam kerusuhan tersebut Segerombolan orang berteriak dan melempari para jamaah dengan batu ketika sedang melaksanakan salat, lalu membakar dan melecehkan Masjid tersebut dengan memberi plang 'dijual' usai hangus. Seorang warga New delhi, Sharafat Ali mengatakan bahwa pembakaran dilakukan oleh sejumlah oknum saat mereka sedang beribadah. Bangunan ambruk dan luluh-lantak diantaranya tempat beribadah, rumah, mobil dan toko-toko juga ikut menjadi sasaran amukan masa.

Kenapa kaum Muslim diserang di India?. Ya tidak lain Karena mereka berstatus minoritas dan keislamannya, lalu mereka ditindas oleh penguasa dengan menggunakan aturan-aturan yang selalu memojokkan kaum Muslim. Seolah kaum Muslim adalah belenggu dan menjadi inak duri bagi penguasa demi keberhasilan aturan diterapkan di sebuah negara nasionalis. Keadilan layaknya hanya sebuah angan dan kerukunan tak lebih dari sekedar mimpi belaka bagi kaum Muslim.

Usut punya usut ternyata kerusuhan itu dipicu karena kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden India, Ram Nath Kovind yang menyetujui undang-undang kewarganegaraan baru atau Citizenship Amandment Act (CAA), pada 14 Desember 2019.

CAA atau juga dikenal dengan Citizenship Amandment Bill (CAB) merupakan amandemen  undang-undang kewarganegaraan lama India berusia 64 tahun. (aceh.tribunnews.com 02/03/2020) 

Lahirnya undang-undang tersebut dipelopori oleh partai penguasa India beraliran nasionalis Hindu yaitu Bharatiya Janata Party (BJP). Isi undang-undang tersebut mengatur dan memperbolehkan para imigran non Muslim asal Bangladesh, Pakistan dan Afganistan masuk India secara ilegal untuk menjadi warga negaranya. Namun, didalam CAA tersebut terdapat pengecualian bagi mereka yang berasal dari enam komunitas keagamaan yakni Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi dan Kristen. Jadi, undang-undang baru tersebut tidak berlaku bagi warga negara India yang beragama Islam. 

Seorang pengacara asal New delhi, Gautam Bhatia mengatakan bahwa undang-undang tersebut jelas membagi warga negara menjadi Muslim dan non Muslim serta secara terang-terangan berusaha untuk memperkuat upaya adanya diskriminasi agama disana.

Sungguh sangat sulit hidup dijaman yang semakin kacau. Para penguasa semakin kehilangan hati nurani dan akal sehatnya, karena dibutakan oleh kesenangan dunia. Saling berlomba meraup kesenangan dunia hingga siapa saja yang menghambat maka langsung ditebasnya dengan aturan-aturan yang menyengsarakan. 

Sekarang fungsi negara tidak berjalan. Seharusnya negara melindungi hak-hak rakyatnya dari berbagai bentuk kejahatan tanpa pandang bulu. Baik itu warga mayoritas maupun warga minoritas terutama dalam ruang lingkup agama. Bukan berarti mayoritas lebih unggul dan lebih berkuasa hanya berdasarkan persentase keagamaan disuatu negara saja, lalu menjadi predator. Dan menganggap minoritas lemah dan tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara. Sehingga minoritas menjadi mangsa para predator. 

Bahaya jika mindset tersebut mengakar dalam diri manusia. Tak terbayang dunia ini akan seperti apa. Sebenarnya pangkal permasalahannya ada pada aturan yang dibuat oleh manusia yang mempunyai banyak kelemahan. Karena akal manusia sangat terbatas sejenius apapun manusianya. Aturan yang dibuat oleh manusia bisa menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat karena hanya mengedepankan nafsu belaka.

Islam tidak mengenal ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh ditengah-tengah masyarakat. Ikatan ini adalah ikatan yang rusak karena tiga hal:
1. Mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antar manusia untuk menuju kebangkitan dan kemajuan. 
2. Ikatan bersifat emosional, selalu muncul secara spontan dari naluri untuk memperkuat diri dan berpeluang berubah-ubah aturannya. 
3. Ikatan bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena datangnya ancaman.

Dalam bernegara, Islam tidak mengenal konsep mayoritas dan konsep minoritas sebab konsep tersebut berasal dari pemikiran Barat yang menyusup pada masa akhir Negara Khilafah Utsmani. Dan Islam tidak memandang warganya dari agama, ras, warna kulit, budaya, bahasa, serta adat istiadat yang berbeda. Sebab perbedaan dalam Islam adalah sunatullah dan termasuk tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Hanya ketakwaan yang menjadi pembeda antar manusia dalam kacamata Islam.

Islam adalah Dinul Hayat (Agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan). Sudah saatnya kita sadar bahwa sekarang ini dunia butuh aturan yang paripurna (Kaffah) tanpa cacat didalamnya. Aturan yang langsung dibuat oleh sang pencipta yaitu Allah SWT berupa hukum syariat Islam. Allah SWT yang menciptakan Alam semesta, manusia serta kehidupan. Maka Allah SWT lebih mengetahui apa yang terbaik bagi ciptaannya.

Negara Khilafah adalah solusi jitu sebagai pelindung seluruh umat. Dengan Khilafah maka musnahlah segala kesusahan, kerusakan, penindasan, kezaliman dan berbagai bentuk kejahatan lainnya yang dilakukan oleh penguasa, yang selama ini terjadi di negara Sekuler dan Nasionalis.

Negara Khilafah bukan hanya sekedar hayalan belaka, sepak terjang khilafah pun sudah tidak dapat diragukan lagi. Karena, khilafah adalah satu-satunya model pemerintahan berkarakter penyejahtera seluruh umat. Tercatat selama 14 abad Khilafah berada pada masa kegemilangan dengan wilayah kekuasaan hampir didua per tiga dunia. Selama Khilafah diterapkan baik Muslim maupun non Muslim hidup rukun dan sejahtera saling berdampingan dalam naungan Khilafah.

Jika Khilafah diterapkan akan tercipta pelayanan sepenuh hati, ketulusan dan kasih sayang dalam relasi pemerintah dengan rakyatnya. Maka keadilan dan kedamaianpun secara otomatis akan didapatkan. Dengan Khilafah kemajuan dan kebangkitan Umat bukanlah hanya ilusi belaka, Tapi nyata adanya.

Untuk meraih kebangkitan hanya bisa ditempuh dengan satu jalan, yaitu dengan melanjutkan kembali kehidupan Islam. Dengan cara menegakkan Daulah Islam (Negara Islam). 

Jadi, jangan sampai Kamu menjadi bagian orang yang anti Khilafah yah!.

Wallahu 'alam bi shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak