Oleh : Elfia Prihastuti
Praktisi Pendidikan
Kasus pembunuhan yang didalangi gadis remaja yang duduk di bangku SMP di Sawah Besar Jakarta Barat, berinisial NF (15 tahun) masih terus jadi perbincangan. Hal ini sungguh mengiris hati. Pasalnya NF tega membunuh temannya berinisial APA yang berusia 6 tahun secara sadis.
Yang tak mampu dinalar adalah pelaku melaporkan diri dan mengaku telah membunuh temannya yang berusia 6 tahun di rumahnya sendiri. Mirisnya lagi pelaku tidak merasa menyesal, bahkan merasa puas setelah melakukan aksi kejinya ini. Hal tersebut sontak membuat geger jajaran kepolisian sektor Tamansari, Jakarta Barat, Jumat (6/3/2020) pagi.
Hingga akhirnya pengakuan NF terbukti. Polres Jakarta Pusat menemukan sesosok mayat di lemarinya dalam kondisi terikat tali tambang, mulut dan hidungnya disumpal semacam kapas. Tubuhnya dibalut kain selimut.
Satu fakta yang mengejutkan, seperti yang dilansir Kompas.com, NF mengaku kepada polisi bahwa ia terinspirasi adegan dalam sebuah film yang dituangkan dalam 13 gambar. Dari 13 kertas, gambar didominasi wajah perempuan yang sedang sedih. Ada juga terselip gambar tokoh Slender Man. Tokoh yang amat disukai NF.
Slender Man adalah karakter fiksi yang berasal dari meme internet yang muncul pertama kali di forum Something Awful oleh pengguna Eric Knudsen dengan nama Victor Surge pada tahun 2009. Slender Man digambarkan sebagai sosok pria tanpa wajah.
"Ini adalah salah satu tokoh favoritnya. Slender Man ini kisah tentang film kekerasan dan horor," ujar Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo Purnomo, di TKP.
Sungguh kesalahan ini tak bisa ditimpakan seluruhnya pada NF. Ada beberapa hal yang sebenarnya ikut andil bagi rusaknya generasi saat ini. Terutama media elektronik. Era digital memang tak mampu kita hindari. Kita tetap membutuhkannya untuk berbagai kemaslahatan. Namun yang menjadi permasalahan adalah ketiadaan benteng secara sistemik yang memilah tayangan baik dan buruk.
Dalam sistem kapitalisme sekuler, agama tidak dijadikan standar baku untuk menata sebuah kehidupan. Agama mempunyai ruang lingkup sebatas pengatur ibadah ritual. Maka tak pelak lagi segala sesuatu yang mampu menghasilkan pundi-pundi uang menyerbu masuk memenuhi berbagai media hingga ke gawai yang bersifat privasi. Tanpa memperhatikan lagi rambu-rambu agama. Sehingga siapa saja bisa menikmati tayangan tersebut tanpa ada yang mengganggu, termasuk anak-anak yang telah difasilitasi gawai. Tidak mengherankan jika konten-konten sampah banyak menginspirasi anak-anak muda untuk melakukannya. Tontonan sadisme menjadi salah satunya. Akhirnya apa yang dilihatnya menjadi tuntunan.
Untuk menuntaskan permasalahan ini dibutuhkan peran dari beberapa pihak. Peran tersebut akan benar- benar nampak saat sistem Islam diterapkan. Bukan pada sistem kapitalisme sekuler yang ada saat ini. Sistem yang meniadakan agama dalam ranah kehidupan teramat mustahil bisa menyelesaikan ragam permasalahan yang ada.
Islam memiliki aturan yang integral dan kompehensif. Satu bagian tak terlepas dari bagian yang lain. Dalam permasalahan di atas, pihak-pihak yang harus mengambil peran adalah :
Pertama, keluarga. Dalam Islam, keluarga memiliki fungsi sebagai tempat penanaman aqidah bagi anak-anak sekaligus mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. Sebagaimana firman Allah Swt :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (QS. Lukman: 13).
Sesuai tatanan syariat Islam, keluarga adalah kepemimpinan terkecil. Ayah bertanggung jawab atas amanah sebagai pemimpin (qawwam), ibu bertanggung jawab atas posisi sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa robbatul bait), dan anak bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan juga wajib taat pada orang tua (selama tidak maksiat).
Dari sinilah, seorang ibu banyak memainkan perannya sebagai pendidik yang pertama dan utama. Menanamkan aqidah dalam setiap lini aktivitas. Anakpun akan tumbuh menjadi sosok yang memiliki keimanan yang tertancap kuat, juga menjaga dan membersihkan pengaruh-pengaruh buruk pada anak . Di era digital yang tidak dapat ditolak ini, tentu kontrol terhadap tontonan anak sangat dibutuhkan.
Dalam sisitem kapitalisme yang banyak menarik aktivitas para ibu ke ranah publik, memperkecil kesempatan bagi anak memperoleh pendidikan langsung dari keluarga. Akhirnya media elektronik menggantikan peran tersebut. Tanpa ada yang mengawasi.
Keluarga juga harus bersatu tolong menolong di atas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis interaktif. Dengan begitu anak-anak akan tumbuh bahagia bersama keluarganya. Sehingga tidak akan mencari kebahagiaan di luar.
Kedua, masyarakat. Penerapan sistem Islam secara otomatis akan menciptakan masyarakat yang berlandaskan pada ketakwaan. Masyarakat tidak hanya bertindak sebagai penonton atas segala penyimpangan yang terjadi, melainkan menjadi pengontrol. Sehingga lingkungan yang baik akan tercipta dengan sendirinya.
Ketiga, negara. Sungguh negara memiliki peran utama dan amat penting. Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya:
"Sesungguhnya seorang Imam adalah laksana perisai, dimana orang-orang akan berperang di belakangnya , dan menjadikannya sebagai pelindung (bagi dirinya)" (HR.Muslim).
Dalam hal ini negara akan memperkokoh bangunan keluarga dengan cara turut memperhatikan relasi keluarga, sudahkah terwujud sakinah atau belum. Negara juga menyejahterakan ekonomi agar kefakiran tak menjadi momok yang merongrong keharmonisan keluarga.
Aneka tayangan di media yang berisi kekerasan, pornografi, kebebasan bertingkah laku, perselingkuhan, kebohongan, dan lain-lain, akan diblokir. Konten media akan diatur agar menjadi media yang sehat bagi generasi. Media akan diisi tayangan islami semisal pembelajaran Alquran, hadis, fikih, sains, dan lain-lain.
Semua upaya ini merupakan jalinan yang kompak antara individu, masyarakat, dan negara yang menerapkan Islam kafah dalam bingkai Khilafah 'ala minhaj an-Nubuwwah.
Wallahu a'lam bishawab.
Tags
Opini