Islam Menjamin Layanan Kesehatan



Oleh: Ayu Susanti, S.Pd



Masalah dan masalah, mungkin itu yang sering dialami oleh rakyat negeri ini. Problema kehidupan tak kunjung berakhir. Selalu ada saja episode baru menambah deretan penderitaan rakyat. Baru-baru ini terdengar kabar berkaitan dengan pembatalan kenaikan BPJS. Mahkamah Agung (MA) dengan resmi membatalkan iuran kenaikan BPJS Kesehatan yang sebelumnya  dibuat pemerintah dan sudah terlaksana dari Januari-Februari 2020. (Cermati.com, 17/5/2020). 

Bagaimana respon berbagai pihak tentang keputusan ini? Mengenai keputusan tersebut pun banyak pihak yang mengaku pro dengan keputusan MA tersebut tapi ada juga yang tidak karena berbagai faktor yang salah satunya adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk menutupi defisit, menghindari kebangkrutan dari BPJS Kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan dan kekurangan lainnya. (cermati.com, 17/5/2020). 

Kita sudah ketahui bersama bahwa tak sedikit rakyat yang merasa tertekan dengan adanya BPJS. Adanya berbagai pelayanan yang tidak sesuai. Namun tetap rakyat harus menanggung iuran tiap bulan. Sedangkan kebutuhan sehari-hari tak hanya untuk membayar iuran BPJS saja tapi harus membeli kebutuhan bahan pokok dan keperluan primer lainnya. Lengkap sudah penderitaan yang dirasakan rakyat.

Terutama salah satu alasan mengapa iuran BPJS naik dikarenakan untuk menutupi defisit. Mengapa hal ini bisa terjadi? Lantas uang rakyat yang sudah masuk lari kemana? Mengapa bisa defisit? 

Kesehatan adalah hak semua orang. Negara wajib memfasilitasinya. Namun rasa-rasanya hanya orang-orang yang ber-uang saja yang bisa menikmati layanan kesehatan yang istimewa. Sedangkan rakyat dari kalangan menengah ke bawah hanya bisa menelan pahit kenyataan bahwa secara tidak langsung diri dan keluarganya tidak diperbolehkan sakit karena tidak adanya biaya. 

Dengan adanya BPJS, masalah kesehatan rakyat tak semakin membaik. Justru banyak sekali permasalahan baru yang ditemui. Dimulai dari antrian panjang, kurangnya kamar untuk peserta BPJS atau ada beberapa obat dan jenis penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS. 

Lina Lim yang mengatakan pelayanan BPJS di rumah sakit sangat rumit dan membutuhkan proses panjang dalam pendaftarannya, meskipun setiap rumah sakit memiliki perbedaan kebijakan dalam penggunaan kartu BPJS. Sehingga menurutnya kenaikan iuran ini harus diimbangi dengan pelayanan dan fasilitas yang memudahkan peserta.(merdeka.com, 30/8/2019)

Dalam kapitalisme, negara hanya sebagai fasilitator saja. Hampir semua fasilitas publik termasuk kesehatan, rakyatlah yang harus membiayai. Rakyatlah yang harus keluar uang banyak untuk melayani dirinya sendiri termasuk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. 

Indonesia masuk kedalam WTO (World Trade Organization) atau dengan kata lain organisasi perdagangan dunia. Dengan terikatnya Indonesia pada WTO, otomatis Indonesia pun terikat dengan GATS (General Agreement on Trade in Services), salah satu perjanjian perdagangan dunia (WTO). Oleh karena itu maka wajar jika kesehatan pun dikomersilkan. Karena kesehatan merupakan salah satu jenis perdagangan jasa. Terdapat dua belas sektor jasa yang masuk ke dalam cakupan GATS, yaitu bisnis, komunikasi, pembangunan dan teknik terkait distribusi, pendidikan, lingkungan, keuangan, kesehatan, pariwisata dan perjalanan, rekreasi, budaya, dan olahraga,  transportasi, serta sektor "lainnya". (https://id.wikipedia.org/).

Dari sini, alih-alih rakyat mendapatkan pelayanan terbaik di bidang kesehatan, sepertinya itu hanyalah mimpi di siang bolong. Karena kenyataannya saat sistem hidup masih buatan manusia maka pelayanan kesehatan akan terus diperjualbelikan. 

Sistem hidup yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme-sekulerisme buatan manusia. Sehingga aturan hidup termasuk masalah kesehatan diatur oleh manusia. Maka yang terjadi hanyalah kehancuran bukan keselamatan. Jika manusia yang membuat hukum, maka hukum yang ada sifatnya lemah dan terbatas sama seperti sifat manusia penuh dengan kelemahan dan keterbatasan. 

Allah sudah memerintahkan kita untuk berhukum menggunakan aturan-Nya.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (QS. Al-Maidah:48). 
Islam adalah aturan hidup yang sempurna. Islam bukan hanya sebatas mengatur ritual ibadah saja tapi Islam pun mengatur sistem hidup lain seperti masalah kesehatan. 

Dalam Islam, pemerintah menjamin sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan. Kesehatan semua rakyat adalah tanggung jawab negara. Negara akan memberikan pelayanan terbaik dalam bidang kesehatan pada rakyatnya. Rakyat pun tak usah pusing untuk memikirkan biaya ini itu. Karena semua biaya sudah ditanggung oleh Baitul Mall, pos yang dikhususkan untuk semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim. 
Kesehatan adalah kebutuhan dasar rakyat yang menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Islam tidak akan menyerahkan urusan kesehatan ini pada lembaga asuransi seperti BPJS. Negara akan seoptimal mungkin memberikan pelayanan terbaik pada rakyatnya. 


Layanan kesehatan yang diberikan oleh negara tentu gratis dan berkualitas. Semuanya digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan Rasulullah saw. kepada delapan orang dari Urainah yang menderita gangguan limpa. 

Saat itu mereka datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Mereka dirawat di kawasan pengembalaan ternak kepunyaan Baitul Mal, di Dzil Jildr arah Quba’. Selama dirawat mereka diberi susu dari peternakan milik Baitul Mal. Demikian pula yang terlihat dari tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam.


Banyak institusi layanan kesehatan yang didirikan selama masa Kekhilafan Islam agar kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan gratis terpenuhi. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen. 

Rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4000 pasien. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama pasien; tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama 7 abad. 


Kualitas layanan kesehatan yang persis sama juga diberikan oleh Rumah Sakit an-Nur yang didirikan pada masa Khalifah Bani Umayyah, al-Walid, tahun 706 M, di Damaskus. Rumah sakit ini menjalankan fungsinya selama 8 abad dan masih ditemukan sisa kejayaannya saat ini. Lembaga pendidikan kedokterannya berkualitas terbaik.


Pada masa Nizhamul Muluk, di Kota Ray didirikan rumah sakit bersalin terbesar untuk seluruh Persia, selain didirikan sekolah tinggi ilmu kebidanan. Para bidan desa mendapat pembinaan 2 hari dalam sepekan oleh dokter-dokter ahli kandungan. Dokter ahli kandungan yang terkenal antara lain Az-Zahrawi, Abu Raihan Albairuni (374 H) dan Bahrum Tajul Amin (380 H). Kedua sarana ini dibangun atas perintah Khalifah Harun al-Rasyid kepada al-Masawaih, dokter yang menjabat menteri kesehatan.

Negara tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat dan para musafir. Untuk itu negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara. (Al-Wa'ie, Juni 2011).

Begitulah saat Islam mengatur kehidupan termasuk mengatur masalah kesehatan. Tak akan ada lagi masalah biaya yang besar, pelayanan yang kurang maksimal atau fasilitas kesehatan yang tidak memuaskan saat Islam yang digunakan untuk mengatur kehidupan. 
Oleh karena itu, kita selaku ummat muslim bersegeralah kembali pada Islam dan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu’alam bi-showab. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak