Oleh : Muslihah, S. Psi
Pemerhati keluarga dan generasi
Setiap keluarga pasti menginginkan keharmonisan, kebahagiaan, sakinah, mawaddah wa rahmah sampai maut memisahkan. Meski demikian kadang fakta tak sesuai keinginan. Setiap hari selalu ada berita pertengkaran suami istri, KDRT, atau bahkan pembunuhan oleh pasangannya sendiri.
Di Indonesia tren perceraian meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2018 angka perceraian mencapai 408.202 kasus. Meningkat 9% dibanding tahun sebelumnya. Penyebab terbesar perceraian tahun 2018 adalah pertengkaran dan perselisihan terus menerus, Faktor ekonomi menempati urutan kedua.
Berdasarkan laporan tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019 yang dikutip detik.com, Jumat (28/2/2020), perceraian tersebar di dua pengadilan yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Dan dari data pengadilan negeri seluruh Indonesia, hakim telah memutuskan perceraian sebanyak 16.947 pasangan. Adapun di Pengadilan Agama sebanyak 347.234 perceraian berawal dari gugatan istri. Sedangkan 121.042 perceraian di Pengadilan Agama dilakukan atas permohonan talak suami. Sehingga total seluruh Indonesia sebanyak 485.223 pasangan.
Pemerintah bukan tak ada upaya. Sudah dilakukan seperti pemberdayaan ekonomi perempuan, penyuluhan agama, dan lain-lain. Tapi tak mampu menyelesaikan persoalan.
Pandangan Islam
Dalam Islam perceraian itu dibenci Allah, meski demikian tidak dilarang (haram). Rasulullah bersabda "Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak" (HR Abu Dawud)
Tapi jika setiap waktu perceraian bertambah banyak, harus dicari akar persoalannya. Kemudian dicari solusinya. Sementara Islam memahami pernikahan adalah ibadah sebagai _mitsaqan ghalidzan_ (perjanjian yang kuat) yang mengikat suami istri pada tanggung jawab dan konsekwensinya.
Peran serta negara dalam keharmonisan keluarga
Dalam Islam keharmonisan keluarga tak bisa dilepaskan dari peran negara. Negara dengan aturan syariat melandasi keluarga dengan iman dan takwa serta aqidah Islam yang kokoh. Dimana berkeluarga atau menikah tidak hanya sekadar menggapai hasrat individu, tapi lebih dari itu semua adalah untuk ibadah demi menggapai Ridlo Allah.
Yang kedua Khilafah akan membangun keluarga dengan pandangan yang benar terhadap laki-laki dan perempuan. Proporsional terhadap peran dan fungsinya. Memandang derajat laki-laki dan perempuan itu sama. Sama-sama makhluk Allah. Meski demikian laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.
.
Perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga, maka laki-laki harus menjaga kehormatan perempuan. Apakah itu istrinya, ibunya, saudarinya atau anaknya.
.
Laki-laki memandang perempuan dengan pandangan kehormatan, bukan dengan pandangan seksual. Di sisi lain, perempuan harus menjaga diri dan kehormatannya. Menjaga iffah, malu dan kesuciannya. Diantaranya mewajibkan perempuan untuk mengenakan jilbab (QS Al Ahzab 59) dan berkerudung (QS. An Nur 31).
Islam juga memberlakukan serangkaian hukum. Larangan kholwat dan ikhtilat antara laki-laki dan perempuan baik di ranah pribadi maupun di ranah publik, kecuali makhram.
Yang ketiga, Islam memerintahkan negara supaya memfasilitasi keluarga agar misi keluarga tercapai. Memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sehingga melahirkan generasi yang berkualitas.
Negara memastikan setiap kepala keluarga (suami/wali) mempunyai mata pencaharian. Islam mewajibkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap perempuan dan anak-anak untuk memenuhi hak mereka dengan baik termasuk negara.
Islam mewajibkan kepada para suami/wali agar mencari nafkah, maka Islam juga mewajibkan agar negara menyediakan lapangan kerja. Memberi pelatihan, agar laki-laki memiliki skill. Bahkan jika perlu memberi modal.
Wanita sebagai kehormatan maka harus dijaga, maka Islam menetapkan bahwa pergaulan suami istri adalah pergaulan persahabatan, partner satu sama lain. Yang sama-sama berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan.
Adapun mekanisme untuk menjamin keamanan setiap warga negara adalah dengan menerapkan sistem sangsi (uqubat) yang tegas bagi pelanggar. Jika ada suami (wali) yang tidak memenuhi nafkah anak dan istri. Atau melakukan tindakan kekerasan kepada istri atau anak akan mendapatkan peringatan atau sangsi yang tegas. Dengan demikian akan tercipta keluarga yang harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah sebagaimana impian setiap keluarga. Wallahu a' lam bish showab
Tags
Opini