Oleh: Sri Gita Wahyuti A. Md
Ibu Rumah Tangga, Muslimah Pegiat Dakwah
Keluarga samawa atau sakinah mawaddah wa rahmah adalah gambaran keluarga ideal yang didamba setiap insan. Namun pada faktanya keinginan membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah ini sulit terwujud. Hal ini disebabkan karena, sistem sekuler yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat sekarang ini, membuat kehidupan masyarakat dibelenggu berbagai macam kesulitan.
Kenyataan ini tentu saja berdampak pada kehidupan keluarga muslim. Mereka kesulitan untuk bisa menegakkan nilai-nilai Islam. Tidak sedikit dari mereka yang terguncang bahkan terjebak pada kehidupan yang materialistik dan individualistik.
Banyak permasalahan yang mengancam ketahanan keluarga, sehingga mendorong berbagai pihak untuk menyelesaikannya. Beberapa waktu lalu, anggota DPR Ledia Hanifa, Netty Prasetiyani (PKS), Sodik Mudjahid (Partai Gerindra), Ali Taher (PAN), Endang Maria (Golkar) mengajukan RUU Ketahanan Keluarga. Saat ini RUU tersebut sudah masuk dalam Prolegnas 2020-2024 nomor 155 yang diajukan oleh DPR/DPD. Dan pada 7 Februari 2020 lalu RUU ini telah masuk tahap harmonisasi di Badan Legislatif (Baleg) DPR. (Kompas.com)
Namun, draf RUU Ketahanan Keluarga ini menuai kritik. Banyak pasal yang dianggap terlalu mencampuri privasi keluarga. Seperti permasalahan terkait kewajiban suami dan istri. Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Hukum, Dini Purwono, menilai Rancangan Undang-Undang ini terlalu menyentuh ranah pribadi. (Tempo.co)
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDIP Diah Pitaloka pun menilai konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga tidak relevan. Berseberangan dengan Indonesia yang dikenal demokratis.
Menjadikan tanggung jawab rumah tangga di tangan perempuan, tidak cocok lagi untuk diterapkan di era sekarang.
Bukan hal aneh jika setiap aturan yang dibuat oleh Pemerintah menuai banyak kritik. Karena aturan tersebut dibuat oleh manusia berdasar asas manfaat. Berbeda dengan Islam. Aturan yang diterapkan bagi manusia datang dari Sang Pencipta Yang Maha Pengatur dengan tolok ukur yang pasti dan tetap, sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa.
Islam telah menetapkan seperangkat aturan yang rinci dan sempurna terkait hukum-hukum tentang keluarga, baik tentang pernikahan, tugas dan kewajiban suami-istri, waris, nasab, perwalian, talak, rujuk, dan lain-lain. Pembagian peran dan fungsi yang ada di dalamnya, serta implikasi pembagian hak dan kewajiban di antara anggota keluarga, dipahami sebagai bentuk keadilan dan kesempurnaan untuk merealisasikan tujuan-tujuan duniawi dan ukhrawi. Tidak ada anggapan bahwa peran dan fungsi yang satu lebih tinggi dari yang lainnya.
Namun, gambaran keluarga Islam yang sakinah mawaddah wa rahmah seperti ini hanya akan terwujud jika syariat Islam diterapkan secara sempurna oleh negara sebagai aturan hidup umat manusia. Dalam Islam, negara tidak mencampuri urusan privacy keluarga, tetapi negara akan hadir untuk memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Karena Islam mewajibkan kepada suami atau para wali untuk mencari nafkah (QS Al-Baqarah 233, QS An-Nisaaa 34), maka negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi mereka, memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, dan jika diperlukan bahkan akan memberikan bantuan modal.
Perempuan tidak perlu bekerja untuk mendapatkan uang, segala kebutuhannya akan dipenuhi oleh suami atau walinya. Hal ini tidak menjadikan kedudukan mereka menjadi lebih rendah di depan suaminya, karena istri berhak mendapatkan perlakuan baik dari suaminya dan kehidupan yang tenang. Dan Ia pun akan dapat melaksanakan perannya sebagai ibu dengan tidak dipusingkan oleh kesempitan ekonomi, beban ganda, tindak kekerasan, dan pengaruh buruk lingkungan yang akan merusak keimanan dan akhlak diri dan anak-anaknya. Pelaksanaan hak dan kewajiban suami-istri inilah yang menciptakan mawaddah wa rahmah dalam keluarga.
Negara juga berkewajiban memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, terkait keamanan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain, di mana seluruh biaya yang diperlukan ditanggung oleh baitulmal. Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk ”pelayanan umum” dan merupakan kemaslahatan hidup yang amat penting. Sehingga mereka tidak terpalingkan oleh ide-ide sekuler, kesetaraan gender dan lain-lain. Keluarga yang terikat syariat dalam menjalani biduk rumah tangganya akan menjadi keluarga muslim pembangun peradaban. Semua ini akan terwujud jika khilafah tegak di muka bumi ini. Hanya khilafah yang akan mampu menjamin terwujudnya ketahanan keluarga.
Wallahu alam bisshawwab.