Indonesia Darurat Virus Corona, Kita Butuh Pemimpin yang Serius!




Oleh : Iis Nawati, S.Pd
Ibu Generasi

Semakin hari jumlah orang yang positif tertular Covid-19 atau virus Corona di Indonesia semakin bertambah. Menurut databoks.katadata.co.id, laju penyebaran virus Corona di Asia Tenggara, Indonesia menempati tercepat kedua. Laju penyebaran virus corona di Indonesia tergolong sangat cepat jika dibandingkan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Lima puluh kasus pertamanya tercatat hanya dalam waktu 12 hari. 

Sebelumnya pemerintah termasuk para menteri terkesan meremehkan bahaya ini. Ada yang mengatakan "Indonesia kebal virus Corona karena suka makan nasi kucing", "Corona bisa sembuh sendiri", "sembuh dengan minum susu kuda liar atau jamu". Ketika Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi positif Corona barulah tersadar bahwa virus ini benar-benar telah masuk ke Indonesia. 

Meskipun demikian,  pemerintah pusat dalam menentukan status darurat dan penanganan penyebaran virus ini masih terlihat lambat. Akhirnya banyak dari pemerintah daerah yang mengambil inisiatif untuk meliburkan  sekolah dan menghimbau masyarakat untuk tetap di rumah  sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 seperti yang dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Tentu hal ini mendapat teguran dari pemerintah pusat karena dianggap melangkahi wewenang pemerintah pusat. Namun kemudian disusul dengan pemerintah daerah lainnya juga berbondong-bondong meliburkan sekolah selama 2 pekan. 

*Diperlukan Lockdown Total*
Lockdown adalah upaya penghentian total seluruh aktivitas kehidupan sebagai upaya untuk memutus virus yang sudah menjadi pandemik. Lockdown dilakukan dengan meliburkan sekolah-sekolah, perkantoran,  menutup bandara, stasiun, pelabuhan, dan transportasi lainnya, menutup tempat wisata, tempat beribadah. Sedangkan yang diperbolehkan tetap buka adalah apotik, rumah sakit dan toko-toko yang menyediakan kebutuhan pangan. Semua warga dijaga ketat untuk tidak keluar rumah tanpa izin dari aparat setempat. 

Namun, apa yang terjadi di Indonesia? Apakah lockdown yang dilakukan pemerintah sudah tepat?  Terhitung hampir satu pekan pemerintah telah melakukan upaya lockdown dengan meliburkan sekolah dan menghimbau warga untuk tidak keluar rumah. Pada faktanya banyak masyarakat yang justru ngeyel dengan tetap  berbondong-bondong pergi ke tempat wisata. Perkantoran dan tempat-tempat yang memungkinkan ramai dikunjungi tetap masih berjalan. Alhasil lockdown ini tidak memberikan efek yang signifikan malah penyebaran virus Covid-19 semakin cepat dan korban semakin hari semakin bertambah. 

Sampai detik ini belum ada pernyataan lockdown total dari Pak Presiden, sekalipun BNPB (Badan Nasional Penanggulan Bencana) telah memperpanjang masa darurat penyebaran Covid-19 sampe tanggal 29 Mei 2020. Alih-alih untuk menetapkan lockdown secara terpusat yang terjadi malah sebaliknya. Jokowi menyerahkan keputusan status darurat daerah kepada kepala daerah masing-masing. Jokowi menilai tingkat penyebaran virus berbeda derajatnya dalam setiap wilayah. (Liputan6.com : 15/03/2020). 

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera,  menilai Jokowi seperti melepaskan tanggung jawab kepada daerah. "Dalam kondisi pandemik, kebijakan yang berbeda-beda tidak efektif. Pola Pak Jokowi menyerahkan pada kepala daerah seperti lepas tanggung jawab. Mesti ada satu kebijakan nasional yang diikuti oleh seluruh pihak, termasuk seluruh kepala daerah. Pandemi ini tidak mengenal daerah." ( Detik.com : 15/03/2020) 

*Masih Hitung-hitungan* 
"Indonesia masih belum perlu melaksanakan lockdown" setidaknya itu kalimat Pak Jokowi yang muncul beberapa waktu lalu di pemberitaan elektronik. Padahal diketahui sebelumnya Presiden Jokowi mendapat surat resmi dari Badan Kesehatan Internasional (WHO) untuk segera menetapkan kondisi Darurat Nasional  serta meminta pemerintah serius dalam menangani kasus ini.

Soal keputusan lockdown nasional, pemerintah pusat masih terlihat enggan dan hitung-hitungan. Lockdown nasional artinya pemerintah harus secara total menutup semua aktivitas kehidupan termasuk menutup pintu keluar masuknya TKA atau warga asing ke Indonesia. Jika hal ini dilakukan maka Indonesia sulit mendapatkan investor ataupun pelancong wisata dari luar negeri sebagai pemasukan kas negara. 

Lockdown bukan perkara mudah. Berhentinya aktivitas kehidupan maka berhenti pula sistem perekonomian. Orang-orang yang bekerja di PT dan perkantoran harus segera dirumahkan. Pedagang-pedagang kaki lima, pedagang keliling harus berhenti aktivitasnya. Lalu bagaimana mereka harus mampu bertahan hidup di rumah sedangkan pemasukan pun tidak ada? Maka hal ini perlu ada upaya dari negara untuk mensupplay makanan pada masyarakat satu persatu termasuk mensupplay kebutuhan medis seperti masker, sanitizer, obat-obatan.  Inilah yang telah dilakukan beberapa negara yang telah melakukan lockdown secara nasional seperti China, Arab Saudi, Aljazair, Jepang, AS dan negara-negara Eropa. 

Namun apakah Indonesia sudah siap? Tampaknya belum siap. Untuk melakukan test ( apakah seseorang positif Covid-19 atau tidak ) saja harus mengeluarkan biaya terlebih dahulu. Apalagi disinyalir pengobatannya tidak ditanggung BPJS. Lantas, seseorang yang tidak punya biaya haruskah pulang ke rumah dengan mengisolasi sendiri sampai menunggu waktu kematiannya? 

Perlu Pemimpin yang Serius 
Tentu negara tak boleh meremehkan masalah ini. Ini sudah menjadi pandemik dunia. Bahkan di Indonesia penyebarannya sangat cepat terhitung per tanggal 22/3 sudah tercatat 514 orang positif covid-19 dan 48 orang telah meninggal dunia. Pemerintah harus segera mengambil langkah yang serius agar penyebaran virus ini tidak semakin meluas dan mengganas, mengingat virus mampu bermutasi menjadi organisme yang lebih kuat dari sebelumnya. 

Pemerintah serta masyarakat juga saling bekerja sama. Pemerintah melakukan lockdown di seluruh wilayah, masyarakat juga tidak ngeyel tetap taat pada aturan yang ditetapkan, penjagaan ketat oleh aparat dari setiap wilayah, penyediaan tenaga medis dan kebutuhan medis secara cepat termasuk juga mensupplay makanan dari rumah ke rumah. 

Proses isolasi ini pernah dicontohkan oleh baginda Nabi saw. saat terjadi wabah di bagian wilayah lain, Rasulullah melarang umatnya untuk masuk ke wilayah yang terkena wabah dan mengisolasi wilayah yang terkena wabah. Sebagaimana sabda Rasul saw,
"Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah ditempat kalian berada. Maka janganlah kalian keluar darinya". ( H.R.Bukhari) 

Begitu pun dengan khalifah Umar Bin Khattab saat itu hendak mengunjungi negeri Syam. Di tengah perjalanan khalifah Umar dan rombongannya bertemu dengan Ubaidah bin Al-jarrah, seorang sahabat nabi sekaligus wali (setingkat gubernur) di negeri Syam kala itu dan mengabarkan bahwa Syam sedang dilanda wabah. Umar bin Khattab bermusyawarah dengan rombongannya. Setelah mengingat kembali sabda Nabi di atas maka Umar bin Khattab bersama rombongannya kembali ke Madinah.  

Maka pemimpin harus bersikap serius untuk mengatasi wabah ini. Karena pemimpin adalah yang bertanggung jawab mengurusi umatnya. Di dalam Islam pemimpin layaknya seorang penggembala. Penggembala bertanggung jawab atas apa yang digembalakannya. Begitu pun dengan pemimpin urusan umat, kelak nanti di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban. 

Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab menyediakan segala kebutuhan mendasar bagi rakyatnya terlebih lagi dalam masalah sandang dan kesehatan. Apalagi dalam kondisi wabah pemimpin harus betul-betul serius menangani hal ini termasuk menyediakan bahan makanan yang diperlukan rakyat saat proses isolasi dilakukan. Menyediakan dan mengupayakan kebutuhan medis yang lengkap. Menyediakan tenaga medis yang banyak serta biaya kesehatan yang diberikan secara cuma-cuma kepada para korban yang terkana wabah sehingga mereka tak perlu khawatir dipulangkan lagi ke rumah karena tidak memiliki biaya.

Maka pemimpin tak boleh  bersikap hitung-hitungan untung rugi hingga enggan bergerak cepat untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Rakyat kini sudah mampu menilai sendiri, apakah pemerintah Indonesia serius menyelesaikan pandemik ini atau justru sebaliknya? Apakah justru pemerintah masih menghitung-hitung untung dan rugi daripada menghitung jumlah kematian akibat Covid-19 ? 

Maka di sini tidak hanya diperlukan pemimpin yang serius namun diperlukan pula sistem yang benar. Sistem itu turun dari  Allah Swt. untuk menyelesaikan segala permasalahan manusia. Sistem itu adalah sistem Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasul dan para sahabatnya. Sistem inilah yang akan membentuk pemimpin-pemimpin yang serius dalam mengurusi umat. Mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya dan menstabilkan perekonomian negara. Sistem ini tidak akan bisa terlaksana kecuali dengan adanya penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai negara yaitu khilafah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak