Ibu, Madrasah Utama dan Pertama



Oleh: Endah Husna

         Ibunda Imam Bukhari adalah perempuan gigih yang penuh kesabaran dalam mendampingi putranya menuju penguasaan Ilmu. Saat masih bayi, Imam Bukhari kehilangan penglihatannya, namun Allah mengembalikan penglihatan sang imam setelah ibundanya tak pernah putus berdoa memohon pertolongan Allah. Berkat kesungguhan doa sang bunda pula, hati imam Bukhari terbuka untuk belajar ilmu khususnya Ilmu Hadits. MaasyaAllah.
          Pun kecerdasan dan kegigihan ibunda Imam Syafi'i tentu tak diragukan lagi. Kondisi miskin yang dialaminya sedikitpun tak membuatnya berkecil hati menjadi sosok ilmuwan sejati. Menjadi hafidz Quran di usianya yang baru 7 tahun tentu tak lepas dari bimbingan sang bunda. Imam Syafi'i pun berhasil mendapatkan bimbingan sang guru setelah ibundanya berhasil meminta sang guru mengajarkan ilmunya kepada putranya tanpa bayaran. Menginjak usia 15 tahun, sang bunda pun akhirnya rela melepas kepergian sang putra untuk menimba ilmu yang lebih tinggi lagi, padahal sang bunda akhirnya harus hidup sebatang kara.
          Itulah cerita keberhasilan dua Imam yang kita kenal hingga sekarang, ternyata dibalik keberhasilan para Imam ada sosok-sosok ibu yang cerdas. Mereka benar-benar telah menjadikan fungsi keibuannya untuk menjalankan kewajibannya dan memuliakan kedudukannya. Mereka mampu menunjukkan bahwa amanah yang Allah khususkan kepada mereka, yaitu anak-anak telah ditunaikan hingga pada tingkatan yang utama.
         Tapi kini, jarang melihat ibu yang insentif membina anak-anaknya dengan Al-quran atau ilmu lainnya. Ada sebagian ibu yang malah lebih banyak meninggalkan buah hatinya. Mereka lebih rela memilih kerja, kerja yang lebih untuk memenuhi Gaya hidupnya bukan karena tuntutan ekonomi keluarga. Akhirnya anak dititipkan ke bibi, ke daycare dan seterusnya.
          Adalah Kapitalis, yang telah melahirkan berbagai kesulitan hidup. Sehingga menjalankan peran sebagai pendidik pertama dan utama menjadi tidak mudah bagi seorang ibu. Kapitalis berusaha memisahkan pemahaman Agama Islam dari setiap lini urusan kehidupan kita. Maka kapitalis akan terus berusaha menjauhkan pemahaman bahwa tugas ibu adalah menjadi madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya. Karena ini adalah pemahaman yang berasal dari Islam, dan ini pemahaman yang benar. Dirubah menjadi, ibu adalah pahlawan keluarga. Hingga para ibu di iming-imingi dengan berbagai lowongan pekerjaan, mulailah para perempuan khususnya para istri masuk kedalam jurang eksploitasi oleh para kapitalis(orang-orang kaya).
         Maka menjalankan tugas utamanya sebagai pendidik yang utama dan pertama bagi anak-anak di era kapitalis ini memang mengharuskan adanya strategi jitu. 
         Yakni Islam yang mempunyai strategi jitu yakni mengajarkan bagaimana menjadi sosok ibu yang tangguh ditengah gempuran kapitalis yang semakin bengis. Sikap optimis atau takwa harus senantiasa ada diawal, sebab cita dan harapan sesulit apapun akan menjadi mudah bila dijalankan dengan dorongan Takwa. Sebagaimana dalam Alquran Surat at Talaq 65:2, yang artinya" Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia Allah akan membukakan jalan keluar baginya". 
         Ketakwaan individu, masyarakat dan negara adalah tiga pilar yang akan kokoh memberi peran besar terhadap melejitnya potensi para ibu dan anak-anak. Inipun yang dialami dua Imam besar itu. Pendidikan non formal yang diikuti para imam saat itu benar-benar menghasilkan generasi yang matang secara kepribadian, mumpuni dalam tsaqofah hingga menghantarkan menjadi ulama-mujtahid.
          Islampun menjamin pemenuhan kebutuhan setiap rakyatnya sehingga ibu tidak ada yang terbebani secara ekonomi. Para ibu tetap fokus pada tugas utamanya mendidik anak. Tengoklah ibunda Imam syafi'i yang miskin. Diyakini, kemiskinannya tidak sampai membuat kebutuhan pokok-nya tidak terpenuhi, karena Islam selalu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan pokok rakyatnya. Bahkan akhirnya pendidikan yang dienyam Imam Syafi'i gratis. Dengan demikian Islam melalui Sistem pemerintahan Khilafahnya, tak pernah menghilangkan peran ibu, justru membantu peran tersebut bisa optimal menjadi utama dan pertama.

Wallahu a'lam bishawwab.

          

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak