Oleh: Listiawati, M. Pd. I
(Praktisi Pendidikan)
Kembali dunia pendidikan Indonesia harus berduka dalam mengawali tahun 2020. Bertubi tubi kasus perundungan pelajar dilaporkan, dengan disertai luka fisik yang parah bahkan hingga menghilangkan nyawa. Di bulan Januari, SN (14), siswi kelas VII SMP meninggal lantaran melakukan percobaan bunuh diri di sekolahnya. Beredar kabar dugaan penyebabnya adalah gegara sering dibully. (Tribun-Timur.com, 18 Januari 2020).
Berlanjut di bulan February, MS (13), siswa SMP N 16 kota malang menjadi korban bullying hingga dirawat di rumah sakit. Ia mengalami luka lebam di tangan, kaki dan punggungnya. Jari tengah MS yang mengalami memar harus diamputasi. Tujuh siswa diduga menjadi pelaku perundungan kepada korban. (Tribunnews.com, 5 Februari 2020). Yang terakhir, beredar di media social video singkat tentang aksi bullying yang dilakukan oleh tiga siswa terhadap siswi di SMP Muhamamdiyah Butuh, Purworejo, Jawa tengah. ( Swara.com, 13 Februari 2020).
Sepanjang tahun 2019 KPAI telah menerima 153 pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak di pendidikan (JPnn.com, 30 Desember 2020). Data-data itu menunjukkan kasus bullying semakin massif, bulliying tidak lagi terbatas kekerasan psikis bahkan mereka berani melakukan kekerasan fisik yang menyebabkan cacat permanen bahkan kematian korban.
Akar masalah
Sewajarnya manusia memang mempunyai naluri mempertahankan diri, sehingga dalam setiap diri manusia terdapat sifat marah, benci, bahkan kadang menghina orang lain. Namun manusia juga dibekali akal untuk menimbang kebaikan dan keburukan. Tentunya semua itu perlu latihan juga perlu didikan yang membutuhkan proses panjang.
Dalam sistem sekuler, yaitu sistem kehidupan yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, sebagaimana yang dipakai hampir semua Negara saat ini. Agama mendapatkan porsi yang sangat sedikit untuk mendidik sumber daya manusia. Sebagaimana juga yang terjadi di dalam dunia pendidikan kita. Negara sekuler demokrasi memposisikan agama hanya dalam urusan private, yaitu hanya dalam hal ibadah saja. Bahkan tak jarang kehidupan keagamaan dijegal dengan issue radikalisme dan terorisme, yang juga menyebabkan orang semakin menjauhi kehidupan keagamaan yang kaffah.
Pendidikan agama memang diberikan dalam sistem sekuler, tapi tidak menyeluruh. Sejak pendidikan usia dini, anak-anak dididik untuk menjadi pribadi yang sekuler, berlanjut ke jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah. Mereka terbiasa dengan kehidupan sekuler. Kehidupan agama hanya dalam ruang private mereka, dalam ruang publik mereka diharuskan hidup dengan kehidupan sekuler. Kehidupan sekuler yang dimaksud adalah kehidupan yang bebas, dan tidak terikat aturan agama, mereka tidak mengenal dosa atau pahala. Hal inilah yang menjadi penyebab sumber daya manusia saat ini mengalami krisis moral, kehidupan bebas membentuk mereka menjadi manusia yang bebas sekaligus tak berakhlak, serta tidak dapat menahan emosi. naluri mereka tidak terarah juga tidak terdidik menuju kebaikan namun sebaliknya terdidik menuju kejahatan dan keburukan.
Bagaimana Islam mengatasi Bulliying?
Islam bukanlah agama ritual yang mengatur tentang kehidupan privat seseorang saja. Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Kerusakan akhlak generasi termasuk bullying hanya bisa diatasi secara sempurna jika Islam diterapkan secara kaffah.
Islam telah mewajibkan setiap individunya untuk mentaati aturan Allah. Setiap individu yang melaksanakan kewajiban dijanjikan pahala dan syurga sedangkan setiap individu yang melanggar kewajiban akan diancamkan dosa dan neraka. Dalam menghadapi bulliying dan semacamnya Islam memiliki konsep pergaulan yang rinci. Konsep tersebut mampu mendidik dan mengarahkan naluri liar dan naluri kejahatan yang ada dalam diri manusia menjadi naluri kasih sayang dan persatuan antara manusia, diantara konsep-konsep tersebut adalah:
Pertama. Islam melarang saling mengolok-olok dan memanggil dengan sebutan yang jelek. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya, “ Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wainta yang lain ( karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itu adalah orang yang zalim”.
Larangan mengolok-olok juga terdapat dalam hadis yang artinya, “Mencela seorang muslim adalah kefasikan (dosa besar)”, (HR. Bukhori)
Kedua.Islam melarang menggunjing. lSebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 12 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?, maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
Ketiga. Islam juga mendorong sesama muslim untuk saling mengasihi, saling mencintai dan menjaga persatuan, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Imran ayat 103, “Dan berpeganglah teguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kalian bercerai-berai”. Juga dijelaskan dalam hadis yang artinya, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam mencintai, saling mengasihi dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika satu tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh yang lainnya akan merasakan sakit. (HR. Muslim).
Keempat. Islam memberikan sanksi. Islam bukan hanya memberikan konsep pergaulan berupa tuntunan-tuntunan saja dan ancaman-ancaman di akhirat saja. Dalam kasus pelanggaran yang berat, Islam juga memberikan sanksi yang berat dalam kehidupan dunia, misalnya sanksi Qishas terhadap orang yang melukai orang lain, sebagaimana terdapat dalam surat al-Maidah ayat 45, “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (taurat) Jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hiddung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-luka pu ada Qishasnya”.
Demikianlah penjagaan Islam terhadap pergaulan sesama manusia, Islam menutup semua pintu terjadinya kekerasan baik kekerasan fisik, psikis maupun bulliying. Namun semua aturan Islam itu bisa memberikan solusi untuk kehidupan manusia jika Islam diterapkan sempurna dalam semua aspek kehidupan. Jika hanya diterapkan setengah-setengah sudah pasti tidak akan memberikan efek yang sempurna. Karena membangun sumber daya manusia yang baik perlu proses panjang, perlu lingkungan yang mendukung juga memerlukan sanksi yang tegas, dan semuanya hanya bisa dilakukan oleh Islam sebagai sistem hidup, bukan Islam sebagai ibadah mahdhoh saja.
Wallahu a’lam bis showab.