Oleh: Septi
Kepolisian Resor Jakarta Pusat tengah mendalami kejiwaan gadis berusia 15 tahun berinsial NF yang diduga membunuh anak berusia 5 tahun. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan saat ini NF masih diperiksa.
"Kami tanya bagaimana perasaan setelah kejadian ini, dia katakan 'saya puas'. Yang bersangkutan akan kami periksa secara psikologis secara mendalam," kata Yusri saat jumpa media di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Sabtu (7/3). (CNN)
Yusri mengatakan kepolisian meminta bantuan dari ahli Psikologi untuk mengetahui secara pasti motif pembunuhan. Dari pemeriksaan sampai saat ini, NF mengaku membunuh karena hasrat yang muncul seketika.
Menurut keterangan Yusri, NF beberapa kali juga merasakan hasrat untuk membunuh yang masih bisa ditahan. Kemudian pada Kamis (5/3) lalu NF tidak bisa menahan sehingga membunuh temannya.
Pelaku dikenal sebagai siswi berprestasi dibidang akademik maupun non akademik bahkan kerap menjuarai tenis meja, jago menggambar dan berbahasa inggris.
Lantas apa yang salah? Seorang gadis cerdas dan prestatif mampu melakukan hal keji diluar nalar.
*Gawat, Generasi Milenial Produk Digital*
Pelaku mengaku terinspirasi oleh film horor yang sering di tontonnya, ia menyukai Chucky dan Slander Man.
Dari kasus ini bisa dijadikan bukti bahwa generasi digital sedang bermasalah. Para generasi diserang oleh tayangan-tayangan yang mempromosikan sadisme tanpa sensor. Tayangan tersebut mudah di jumpai seakan tak ada pengawas tayangan dari negara. Negara seolah tak lebih dari sekedar petugas stempel yang memberi label D (Dewasa) dan 18+. Tentu hal ini tidak menjamin akan dipatuhi oleh penontonnya.
Tayangan sadisme yang bebas dan mudah di akses seakan mendoktrin para generasi untuk meniru pelakunya. Bahkan kini para produsen film dengan konten kekerasan gemar membentuk citra positif terhadap pembunuh berantai sehingga penonton tak merasa benci dengan pelaku malah terinspirasi.
Kemajuan teknologi hari ini bukan benar-benar dimanfaatkan untuk melahirkan generasi yang pandai secara akademik dan berakhlak mulai, sebaliknya justru dimanfaatkan produsen kapitalisme untuk mendulang Dolar dari tayangan kekerasan tersebut.
Tak sekedar liberalisasi media, krisis identitas yang diidap generasi digital hari ini juga disebabkan oleh sistem pendidikan sekuleristik kapitalistik. Yaitu model pendidikan yang meminimalisir pengkajian agama dan memisahkan praktik pengaturan agama dalam kehidupan. Walhasil, semakin pintar seseorang malah semakin fakir pemahaman agama (Islam) nya dan jauh dari mengingat Allah. _Na’udzubillahi min dzalik_.
Sistem Basi Penghancur Belas Kasih Generasi
Sistem liberal yang ada saat ini menjadi faktor utama kerusakan suatu bangsa akibat hilangnya moralitas dalam diri remaja dan masyarakat. Sistem ini tak akan mampu memberi solusi apalagi menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Karena konsep utama sistem liberal ini lebih memberi peluang kebebasan. Sistem inilah yang sebenarnya membuka lebar–lebar kebebasan individu tanpa batas dan menjadi penyebab tercerabutnya nilai kemanusiaan serta menghasilkan pribadi tanpa belas kasih.
Bagaimana bisa seorang gadis 15 tahun berani membunuh teman main sekaligus tetangganya sendiri. Dimana nurani dan belas kasihnya ?
Inilah buah dari sebuah sistem Sekulerisme yang melahirkan generasi berprestasi secara akademik namun minim akhlak. Tak heran jika perilaku bengis, kejam, dan biadab itu bisa muncul dalam diri generasi. Cerdas tanpa akhlak mulia itu hanya kesia-sian saja.
Ini bukti kuat atas gagalnya sistem Liberalisme dan Sekurelisme. Sudah sepatutnya sistem ini dibuang jauh-jauh. Karena sesungguhnya kemulian manusia hanya bisa terjaga oleh sebuah sistem yang dibuat oleh Sang Pencipta manusia.
Hanya sistem Islam yang lahir dari _Al-Kholiq_ Sang Pencipta manusialah yang memiliki seperangkat aturan lengkap dan meliputi pengajaran nilai-nilai kemanusian secara menyeluruh. Manakala sistem Islam yang komprehensif ini diimplementasikan dalam tatanan kehidupan manusia maka deretan panjang persoalan di dunia termasuk di negeri kita hari ini dapat terselesaikan secara tuntas. Hanya Islam yang mengatur secara menyeluruh setiap aspek kehidupan, tidak hanya memelihara diri dan keluarga akan tetapi lingkungan masyarakat yang lebih luas bahkan negara.
Selama hampir 1 abad tidak ada satu kebaikan pun yang di lahirkan dari sistem Liberalis-Kapitalis ini justru melahirkan ribuan problem kehidupan. Sebaliknya, Islam yang _rahmatan lil ‘aalamiin_ sajalah yang dapat memberikan rahmat dan kasih sayang kepada segenap manusia di muka bumi ini. Oleh karenanya, tak ada pilihan lain kecuali bersegera kembali pada aturan Allah Swt untuk diimplementasikan secara komprehensif.
_Wallahu a’lam bish-showab _