R. Nugraha S.Pd
Saat ini kita tengah berada dikumparan disrupsi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disrupsi didefinisikan hal tercabut dari akarnya. Jika diartikan dalam kehidupan sehari-hari, disrupsi adalah sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar. Yaitu evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia.
Singkatnya, era disrupsi merupakan fenomena ketika masyarakat menggeser aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata beralih ke dunia maya. Lebih jauh lagi, Guru Besar Harvard Business School, Clayton M. Cristhensen melalui bukunya yang berjudul The Innovator Dilemma (1997) menerangkan disrupsi adalah perubahan besar yang mengubah tatanan. Fenomena menjamurnya e-Commerce hari ini merupakah salah satu contoh disrupsi. Selain itu kemunculan transportasi daring merupakan salah satu dampak yang paling populer di Indonesia.
Digitalisasi adalah akibat dari evolusi teknologi (terutama informasi) yang mengubah hampir semua tatanan kehidupan, termasuk tatanan dalam berusaha. Sebagian pihak mengatakan bahwa disrupsi adalah sebuah ancaman. Namun banyak pihak pula mengatakan kondisi saat ini adalah peluang.
Ini adalah eranya disrupsi yang berisi sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Disrupsi berpotensi menggantikan pemain-pemain lama dengan yang baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serbafisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat.
Kita harus bisa segera beradaptasi, dan mengenali bagaimana keadaan sekarang yang penuh dengan perubahan. Tidak lagi sekedar berubah, melainkan langsung bergeser atau menggantikan yang sudah berdiri sebelumnya dalam waktu yang cepat.
Tak ada yang tak terdampak disrupsi. “Disruption menggantikan ‘pasar lama’ industry, dan teknologi, yang mengahasilkan suatu kebaruan yang lebih efisien dan menyeluruh. Ia bersifat destruktif dan kreatif!” kata Clayton Christensen, profesor di Harvard Business School.
Inovasi memang sejatinya destruktif sekaligus kreatif. Karena itulah, selalu ada yang hilang, memudar, lalu mati. Semua ini menakutkan sekaligus bisa membuat kita membentengi diri secara berlebihan. Di sisi lain, ada hal baru yang hidup. Meski ada lapangan kerja yang hilang, selalu ada yang menggantikannya, yang membutuhkan kreativitas, semangat kewirausahaan, dan cara-cara baru. Begitulah siklus alam.
Dampak terjadinya disrupsi terutama di sektor ekonomi terlihat pada beberapa perusahaan besar yang melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara masal. Salah satu perusahaan besar yang terdampak adanya disrupsi adalah PT Indosat Tbk. Manajemen PT Indosat Tbk mengakui telah melakukan PHK kepada 677 karyawannya pada Jumat (14/2). Perusahaan menyebut PHK tersebut merupakan langkah dari upaya transformasi perusahaan untuk bertahan di era disrupsi.
Adanya PHK masal harusnya sudah bisa diprediksi oleh pemerintah sebagai dampak era disrupsi. Hanya saja, pemerintah tindak memiliki antisipasi atas hal ini. Seperti biasanya, pemerintah tidak mau tahu apa yang akan terjadi dengan adanya disrupsi dalam tatanan kehidupan masyarakat. Rakyat hanya menjadi koeban rezim yang latah mengadopsi tren global. Hal ini menegaskan betapa lemahnya kedaulatan politik dan ekonomi pemerintah.
Munculnya PHK masal wajar terjadi karena perusahaan pun mencoba mencari solusi untuk tetap bisa bertahan di era disrupsi. Mereka mencoba bertahan diantara ketimpangan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis dan melajunya arus teknologi digital. Mau tak mau beberapa perusahaan memilih bertahan dengan cara merampingkan jumlah tenaga kerja.
Dalam sistem ekonomi kapitalis seperti sekarang ini, tak pelak masalah PHK masal akan tetap menjadi keharusan untuk bertahan. Adanya SDM dalam hal ini adalah pekerja, mereka dianggap dianggap sama seperti aset yang lain- seperti halnya mesin yang menghasilkan barang atau jasa yang boleh dijual-beli. Sehingga adanya PHK masal merupakan sesuatu yang wajar akan terjadi pada perusahaan-perusahaan yang berpandangan kapitalis.
Memang seperti itulah konsep ekonomi dalam sistem kapitalis. SDM merupakan alat produksi. Penggunaan SDM disesuaikan dengan laju perekonomian yang sedang berjalan. Jika di era disrupsi ini butuh untuk mengurangi jumlah tenaga kerja, maka hak tersebut akan mereka lalukan.
Konsep ekonomi Islam tidak terpisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi standar dalam memilih kebijakan. Karena itu permasalahan SDM pun akan menjadi bagian penting yang perlu diperhatikan oleh negara. Penyiapan SDM yang berkualitas, penjagaan pemenuhan kebutuhan atas pekerjaan, bahkan negara pun akan menganalisa jauh ke depan agar SDM yang ada tidak tersia-siakan.
Tatanan kehidupan masyarakat yang akan dibentuk oleh ideology Islam adalah tatanan kehidupan masyarakat yang baik dan produktif dengan serangkaian system politik dan perkonomiannya. Islam tidak memihak pada suatu golongan baik itu penguasa, pengusaha, atau rakyat biasa dan mengeksploitasi sebagain golongan yang lain.
Agar hubungan kemitraan tersebut dapat berjalan dengan baik dan semua pihak yang terlibat saling diuntungkan, maka Islam mengaturnya secara jelas dan rinci dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan ijarah al-ajir (kontrak kerja). Ijaarah artinya transaksi atas jasa atau manfaat (yang dikeluarkan oleh pekerja) untuk memperoleh imbalan berbentuk upah/gaji. Pengaturan tersebut mencakup penetapan ketentuan-ketentuan Islam dalam kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja; penetapan ketentuan yang mengatur penyelesaian perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja; termasuk ketentuan yang mengatur bagaimana cara mengatasi tindakan kezaliman yang dilakukan salah satu pihak (pengusaha dan pekerja) terhadap pihak lainnya. Dalam hal ini penting peran negara/pemerintah untuk terlibat.
Dalam Islam, perkara-perkara seperti kebutuhan pokok kehidupan seperti kesehatan, jaminan hari tua, perumahan dan sebagainya bukanlah tanggungjawab majikan. Kewajiban majikan hanyalah membayar upah/gaji tepat pada waktu yang telah dijanjikan dengan jumlah upah yang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua-dua pihak. Pengaturan sistem Islam dalam urusan ini berpihak kepada kedua belah pihak, pekerja maupun majikan.
Semua perkara yang berkaitan kesejahteraan pekerja, hak pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua dan lain-lain merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara. Dalam pandangan Islam, negara wajib bertanggungjawab atas setiap individu rakyatnya, bukan hanya terhadap para pekerja. Negara wajib melindungi dan memelihara kepentingan serta memenuhi keperluan semua lapisan masyarakat, mencangkup pekerja, majikan, orang yang lemah maupun yang kuat, kaya atau miskin, lelaki atau perempuan, anak-anak atau orang tua. Rasulullah Sallallahu ’alaihi wa Sallam bersabda:
“Imam (Khalifah/pemimpin) itu laksana pengembala,dimana dia bertanggungjawab ke atas setiap rakyatnya.” [H.R. Bukhari]
Semuanya diperlakukan dan dilayani sama di hadapan hukum Allah. Implikasinya tidak ada lagi sikap ‘lepas tangan’ pemerintah yang biasa diperlihatkan penguasa di negeri ini. Tidak ada lagi isu ’terpaksa rela’ di PHK karena kebijakan perusahaan. Bahkan di era disrupsi pun, keberadaan SDM tidak akan terlemahkan. Karena ada peran negara sebagai pengayom dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Berdasarkan paparan di atas, jelas bahwa dengan pengaturan Islam mampu menyelesaikan persoalan kehidupan, dalam konteks ini adalah persoalan disrupsi di sektor ekonomi. Dampak jangka panjang, maka kan terbentuk tatanan masyarakat yang baik, produktif dan professional dengan bingkai aqidah Islamiyah.
Materi sebagai orientasi kehidupan (menurut kapitalisme) akan tergeser dengan keridloan Allah. Dengan mafhum terhadap konsep rizki, maka seorang mukmin pun tidak akan terjebak dengan kehidupan materialis. Karena setiap mukmin memahami bahwa pada diri setiap hamba sudah Allah tentukan kadar rizkinya masing-masing. Allah SWT befirman:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” [TQS. Hud Ayat 6 ]
Wallahu a'lam bisshowab