Oleh : Lina Revolt ( Pemerhati Sosial)
Anak selayaknya hidup berlimpah kasih sayang. Tumbuh diliputi keceriaan. Namun tak semua anak hidup beruntung. Tak kalah dari provinsi lainnya, tren kekerasan pada anak pun kian meningkat di Sultra. Seolah tak ada tempat yang aman bagi anak-anak dari tindak kekerasan.
Meski mengalami penurunnan dari tahun sebelumnya, namun jumlah kekerasan terhadap anak masih Cukup tinggi. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3A-PPKB) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di tahun 2019 mencapai 124 dari tahun 2018 yakni 192 kasus.
kasus kekerasan terhadap anak terbanyak di kabupaten Konawe, yakni sebanyak 19 kasus terdiri dari 4 kasus anak laki-laki dan 15 kasus anak perempuan. Selain Konawe, Kendari juga menjadi daerah dengan kasus kekerasan terhadap anak ke dua tertinggi di Sultra. Yakni 18 kasus terdiri dari 4 kasus pada anak laki-laki dan 14 kasus anak perempuan.
Tindak kekerasan ini justru banyak dilakukan oleh orang terdekat, seperti teman sekolah, ayah, ibu, kakek, paman dan saudara hingga tetangga. Baik bullying,cyber crime, pelecehan seksual maupun kekerasan fisik.
Baru saja kita dikejutkan dengan kisah pilu dua balita di Desa Doda Bahari, Kecamatan Sangia Wambulu, Kabupaten Buton Tengah (Buteng) mengalami kekerasan oleh Ibu kandung mereka sendiri. Si ibu yang diduga depresi itu, merendam anak bayinya yang berusia 6 bulan kedalam air hingga tewas, si ibu pun mengiris leher anak sulungnya yang baru berusia 2 tahun , meski akhinya nyawa sisulung bisa tertolong (ButonPos, 26/2/20).
Lagi, kisah pilu harus diterima seorang remaja putri asal Kota Baubau Sulawesi Tenggara menjadi korban Kekerasan dan pemerkosaan oleh Ayah kandungnya sendiri. (BaubauPost.com, 9/3/20)
Mengurai Akar Masalah Kekerasan pada Anak
Anak-anak begitu mudah menjadi korban kekerasan karena memiliki fisik yang lemah untuk berontak, mudah dimanipulasi atau diancam agar tidak melaporkan kekerasan yang ia terima.
Ada banyak faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak, seperti faktor ekonomi, masalah keuangan banyak menjadi pemicu stress hingga anak-anak akhirnya menjadi pelampiasan. Belum lagi rapuhnya ketahanan keluarga menambah daftar maraknya kekerasan yang dialami anak. Keluarga yang broken home sangat riskan menjadi pelaku maupun korban kekerasan. Ditambah lagi rendahnya kualitas pendidikan ala sekuler yang menciptakan generasi yang hanya cerdas akademik namun rusak moral. Sehingga banyak muncul kasus bullying di sekolah. Belum lagi dampak tontonan kekerasan dan pornograpi, makin memicu maraknya kekerasan seksual. Lagi anak- anak banyak menjadi korban. Peredaran narkoba dan minuman keras yang makin merajalela juga ikut andil merusak mental dan moral masyarakat hingga tak segan melakukan kekerasan.
Banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak. Namun belum juga mampu menyelesai kasus kekerasan pada anak. Kasus ini bak penomena gunung es, yang belum terungkap masih sangat banyak.
Untuk itu dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak baik Pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan hingga keluarga untuk mengurai masalah kekerasan ini. Namun hal ini sangat sulit terjadi jika bangsa ini masih mengemban sistem demokrasi sekuler. Dimana kebebasan menjadi salah satu yang diagung- agungkan individu.
Terjadinya kekerasan terhadap anak dari waktu ke waktu sesungguhnya menunjukkan gambaran masyarakat yang sakit. Bahkan dapat dikatakan masyarakat yang rusak, mengingat diantara pelaku ada yang berstatus guru bahkan ayah kandung. Artinya regulasi yang ada pun tidak ditakuti, meski sudah ada ancaman hukuman bagi para pelaku.
Di sisi lain hal ini juga menggambarkan rendahnya keimanan kepada Allah SWT dan adanya hari pertanggungjawaban semua amal di dunia. Inilah ciri masyarakat sekuler yang meniadakan peran Pencipta dalam kehidupan sehari-hari. Sekulerisme memang menerima adanya peran Pencipta, namun dibatasi hanya dalam urusan ibadah saja. Sekulerisme menyerahkan pembuatan aturan dalam kehidupan umum kepada manusia. Aturan buatan manusia itu bahkan sering menimbulkan pro dan kontra antara berbagai pihak yang memiliki pandangan dan kepentingan berbeda. Akibatnya penegakan aturan pun tidak dapat optimal dan efektif menyelesaikan akar masalah.
Misalnya saat ada upaya mengentaskan kejahatan seksual pada anak, disisi lain aksi pornograpi terus dibiarkan dipertontonkan setiap hari dengan alasan seni.
Islam Entaskan Kekerasan pada Anak
Islam sebagai sistem yang sempurna tidak hanya mengatur urusan ibadah, namun juga mampu menjadi solusi dalam setiap persoalan termasuk kekerasan pada anak. Dalam pandangan Islam anak adalah anugerah dan generasi penerus bangsa. Baiknya generasi hari ini menentukan baiknya bangsa kedepan. Karena itu negara benar- benar menjamin keamanan bagi seluruh rakyat termasuk didalamnya anak-anak.
Islam mewujudukan sinergi antara negara ,masyarakat dan individu dalam mencegah terjadinya berbagai tindak kekerasan dan kejahatan. Negara akan menerapkan sanksi tegas yang memberikan efek jera dan mencegah juga ditetapkan oleh Islam, didukung oleh aparat yang amanah. Negara akan melarang narkoba, minuman keras hingga pornograpi beredar di masyarakat. Karena fungsi sanksi dalam Islam salah satunya menjaga akal manusia. Karena kerusakan akal akibat narkoba, minuman keras dan pornograpi adalah pemicu paling tinggi terjadinya kekerasan terhadap anak.
Negara juga mendorong menciptakan masyarakat yang saling peduli dengan ada amar ma'ruf nahi munkar. Hadirnya masayarakat yang peka dan memiliki empati tinggi bisa mengentaskan kejahatan di masyarakat.
Negara juga akan menciptakan dunia pendidikan yang berbasis akidah Islam, yang akan menciptakan generasi yang Tidak hanya cerdas secara akademik namun juga bermoral tinggi.
Negara juga mendukung ketahanan keluarga dengan pemberian pemahaman yang benar kepada tiap-tiap keluarga tentang hak dan kewajiban bagi anggota keluarga dan pola asuh yang benar.
Negara akan menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya sehingga tidak ada keluarga yang setress akibat permaslahan ekonomi dan tidak ada lagi keluarga yang harus abai mengawasi tumbuh kembang anak- anak mereka karena sibuk mengejar kesejahteraan.
Dan semua kesenergian ini bisa terwujud jika negara ini menerapkan sistem yang baik. Karena itu harus ada upaya perbaikan sistemik agar bisa menyelesaika permasalahan kekerasan terhadap anak ini. Jika tidak, maka upaya apapun hanya akan jauh panggang dari api. Wallahu a'lam bishowab.