Oleh : Ummu Aqeela
Apabila berbicara tentang kemajuan suatu bangsa maka hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari generasi muda. Anak sebagi bagian dari generasi muda harus memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu membawa suatu bangsa lebih baik daripada generasi sebelumnya. Hal ini merupakan hal ideal yang sangat diidam-idamkan suatu bangsa, namun seiring derasnya arus globalisasi, dimana informasi bisa masuk dengan bebasnya dari suatu tempat ke tempat lainnya. Informasi tersebut juga muncul dalam bentuk visual yang dapat disaksikan oleh semua orang melalui media televisi, internet maupun film. Hal ini juga mempengaruhi tontonan anak. Dari tontonan tersebut, kepribadian anak dapat terbentuk.
Sebuah kasus menghentakan terjadi, seorang gadis berinisial NF, anak perempuan berusia 15 tahun membunuh bocah berusia 6 tahun di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Ternyata setelah ditelisik sang pelaku mempunyai kebiasaan nonton film horor. Aksi yang dilakukannya hingga membunuh bocah 6 tahun karena terinspirasi film Chucky, boneka pembunuh yang populer pada tahun 1988, NF juga suka menonton film Slender Man.
Diketahui, film Slander Man menampilkan Karakter fiksi ini digambarkan seperti pria tipis tinggi dengan tanpa wajah, mempunyai tentakel dan mengenakan baju hitam dengan dasi merah. The Slender Man umumnya suka menculik atau melukai orang, terutama anak-anak.
"Tersangka ini sering menonton film horor. Salah satunya Chucky, Slender Man. Film favorit pelaku Slender Man film tentang pembunuhan remaja,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolrestro Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2020).
Meski demikian, polisi hingga kini masih mendalami motif pembunuhan yang dilakukan pada korban berinsial APA tersebut. Dari hasil pemeriksaan sementara, gadis berinisial NF memang memunyai hasrat untuk membunuh seseorang. Pada Kamis (5/3/2020) sore, hasrat dalam diri NF sudah tidak terbendung lagi. Saat itu, di rumahnya hanya ada dia dan korban berinsial APA. Oleh NF, korban diminta untuk mengambil mainan yang berada di dalam bak kamar mandi. Setelah bocah nahas tersebut berada di dalam bak, NF lantas menengelamkannya. Tak hanya ditenggelamkan, gadis berinisial NF juga mencolok leher korban saat berada di dalam bak. Setelah bocah itu lemas, gadis berinisial NF lantas membawa korban keluar dari dalam bak. Namun, darah keluar dari hidung korban. Gadis berinisial NF lantas menyumpal hidung korban menggunakan tisu dan mengikatnya.
Semula, gadis berinisial NF hendak membuang korban yang sudah lemas tak berdaya. Karena hari sudah sore, maka NF menyimpan bocah tersebut ke dalam lemari. Pada Jumat (6/3/2020) pagi, NF kebingungan ihwal lokasi pembuangan jasad korban. Saat itu, gadis NF hendak berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan, dia mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian lain dan melapor ke Polsek Metro Taman Sari. Oleh Polsek Metro Taman Sari, gadis NF diserahkan ke Polsek Sawah Besar. Hingga kekinian, gadis NF masih diperiksa secara intensif di Polres Metro Jakarta Pusat. ( Radar Sukabumi, 10 Maret 2020 )
Di masa kini, gempuran tontonan tidak hanya datang dari layar kaca dan layar lebar tapi juga dari dunia maya. YouTube dan game online menjadi saluran penyedia tontonan yang begitu mudah dinikmati anak. Tinggal klik, tayangan apapun tersaji di hadapan mata. Dengan bercermin pada kasus diatas, membuktikan bahwa saat ini umat begitu lemah pertahanannya, baik itu dikeluarga, lingkungan apalagi pertahanan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adalah lapisan pertama yang mampu memberikan perlindungan, edukasi dan penjagaan optimal. Karena keluarga adalah inti, jika didalam keluarga itu sendiri tidak ada kepekaan untuk saling menjaga maka kehancuran tinggal menunggu waktu saja.
Menurut Psikolog Anak dan Keluarga Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI) Irma Gustiana Andriani menjelaskan bahwa seorang anak secara alamiah akan memproses dengan cepat berbagai stimulasi yang datang kepadanya. Terlebih lagi jika datang dalam bentuk visual. Ia akan melakukan “mirroring” tanpa sadar meniru apa yang ia dengar dan lihat ke dalam kesehariannya. Karena itulah peran orangtua sangat penting untuk memilih dan memilah tontonan yang baik bagi anak.
Mengapa sangat penting? Karena filter informasi yang dimiliki anak masih sangat terbatas. Dengan lautan tontonan yang melimpah ruah di televisi maupun gawai, anak yang menonton tanpa ada panduan atau batasan, bukan tidak mungkin salah menonton tayangan yang akhirnya berdampak buruk bagi perkembangan emosional dan kejiwaan anak. Anak semakin rentan terpengaruh tontonan manakala orangtua terlalu sibuk hingga tidak memiliki waktu untuk mengedukasi anak tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk ditonton. Ditambah lagi, lingkungan yang tidak mau tahu tentang bahaya tontonan-misalnya saja nenek yang memanjakan cucunya atau pengasuh yang lebih asyik dengan smartphonenya dan tidak pernah absen menonton sinetron yang penuh adegan drama berlebihan. Anak yang berada dalam kondisi tersebut akan menganggap biasa hal-hal yang kurang sesuai dengan usianya.
Dan yang tidak kalah pentingnya dari peran keluarga serta lingkungan adalah peran Negara, Mengapa? Karena negaralah yang mempunyai otoritas tertinggi untuk menyaring, memilah dan memproteksi rakyatnya dalam menerima informasi yang hadir dari segala penjuru. Entah itu berupa film, musik, dan budaya-budaya lain yang dapat merusak dan semakin menjauhkan umat dari Syari’atNYA. Namun di era kapitalisme sekarang ini, peran Negara yang kita butuhkan sebagai pelindung umat semakin lemah dan tidak berdaya, terbukti dengan begitu derasnya informasi tontonan yang tidak mendidik tanpa terfilter yang masuk secara bebas di Indonesia ini.
Kapitalisme adalah sebuah pemikiran dimana materi atau keuntungan pribadi dan golongan diatas segala-galanya. Para pengusahalah yang berperan besar dalam sistem ini, berbagai tontonan film, musik, dan budaya yang jauh dari Islam adalah karya besar pengusaha untuk merauk keuntungan dan memainkan emosional umat tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan karenanya. Perlahan namun pasti umat semakin terlena, hingga sedikit demi sedikit semakin menjauh dari pegangan yang sesungguhnya yaitu Syari’at Islam. Ketika Syari’at sudah terlepas, maka dengan mudahnya melakukan hal-hal tanpa berpikir panjang dampak dikedepan harinya. Tidak ada jalan lain menghempas segala maksiat yang ada selain kembali ke jalan Syari’at Islam secara Kaffah.
Wallahu’alam bishowab