Akankah Pemerintah Menerapkan Kebijakan Lockdown


                            Oleh : Ummu Aziz

Virus Corona atau Covid-19 masih menjadi momok bagi sebagian masyarakat di seluruh Indonesia. Bahkan beberapa negara telah menerapkan lockdown untuk mencegah penyebaran virus.

Jumlah pasien positif covid-19 di tanah air, saat ini (25/3/2020) sudah berjumlah 790 orang dan meninggal 58 orang. Demi mencegah penularan virus corona, Jokowi meminta agar masyarakat hidup sehat, bisa melakukan aktivitas dari rumah serta menerapkan sosial distancing. Apakah ini bisa menjadi solusi ?

Bagaimana penyelesaikan covid 19 ini bisa selesai sedangkan pemerintah terlihat hanya memberikan solusi parsial padahal yang masyarakat butuhkan bagaimana virus mematikan ini bisa benar benar ditenggelamkan. pemerintah terlihat egois ,untuk  tidak akan mengambil langkah lockdown di tengah penyebaran virus Corona (COVID-19) yang semakin massif, disaat negara lain mengeluarkan kebijakan lockdown seperti Spanyol, Malaysia, Italia, Perancis, Denmark, Irlandia, Belanda, Belgia, Filipina. Padahal gaung untuk segera lockdown dari berbagai kalangan sudah ramai terdengar baik dari pihak medis, peneliti, maupun intelektual.
Kebijakan untuk tidak me-lockdown merupakan kesalahan sangat fatal yang akan banyak membunuh rakyat Indonesia. Sayangnya, demi kepentingan ekonomi, kebijakan tersebut tidak diambil oleh pemerintah. Apakah nyawa rakyat tak sebanding dengan triliunan rupiah yang hilang?
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mengungkapkan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menerapkan lockdown atau penguncian akses wilayah baik secara regional maupun nasional di Indonesia. Salah satunya yakni mempertimbangkan berbagai akses ekonomi.

Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Susiwijono mengatakan banyak hal yang harus dipertimbangkan dari sisi ekonomi ketika pemerintah memutuskan untuk melakukan lockdown. Mengingat, sebagian besar pasokan barang di DKI Jakarta masih bergantung dari luar.
"Kalau dari sisi kami hanya lihat dari aspek ekonominya karena banyak hal yang harus dipetimbangkan dengan struktur ekonomi kita seperti ini dan ketergantungan kita terhadap keluar masuknya barang teutama provinsi DKI ini pasokan bahan pangan pokok barang barangnya di luar DKI sehingga harus dipertimbangkan betul," kata dia kepada wartawan di Kantornya Jakarta, Selasa (17/3). (www.liputan6.com/17/3/2020).

Begitulah jika penguasa yang dilahirkan dari sistem ekonomi kapitalisme. Karena hanya memikirkan keuntungan sebagai landasan kebijakannya. Kebijakan diambil berdasarkan untung atau rugi bukan dilihat untuk keselamatan rakyat. Tak heran jika untuk tes virus Covid-19 saja, rakyat harus membayar ratusan ribu bahkan jutaan dengan paket lengkap.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan Korea Selatan. Dalam satu hari, sekitar lima belas ribu warga Korsel menjalani tes virus corona secara gratis.

Seharusnya, penguasa lebih mementingkan keselamatan rakyat bukan mencari keuntungan di atas penderitaan rakyat. Jangan sampai ribuan nyawa hilang baru kemudian kebijakan lockdown itu diadakan.
Berbeda dengan China, Korea Selatan, atau Italia, rakyat Indonesia sebagian besar masih dalam kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya. Terlebih bila tidak melakukan aktivitas pekerjaan "harian" di luar rumah. Pemerintah kita diragukan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara cuma cuma.
Ini karena Pemerintah gagal memperkokoh basis ekonomi kerakyatan. Kapitalisme dimana unit unit usaha penting dikuasai segelintir pemilik modal menjadi realita ekonomi yang dibangun rezim. Bahasanya investasi investasi. Semua kebijakan pembangunan ekonomi di arahkan pada penguatan kaum kapitalis. Akibatnya ketika ada kondisi darurat seperti saat ini dipastikan rakyat akan menderita.

UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pada Pasal 52 menyatakan :
(1) Selama penyelenggaraan Karantina Rumah kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan ternak yang berada dalam Karantina Rumah menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat.
(2) Tanggungjawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak terkait.
Dalam hal Karantina Wilayah dimana orang tidak boleh keluar dan masuk ke wilayah tersebut, maka tanggungjawab pemenuhan kebutuhan dasar sama dengan Pasal 52 di atas yaitu Pemerintah Pusat dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak terkait. Batas wilayah diberi police line.
Disinilah mungkin jawaban pertanyaan mengapa Presiden Jokowi hingga kini enggan untuk mengumumkan status "lockdown" baik kewilayahan maupun rumah. Pemerintahan Jokowi sangat "ekonomis" kepada rakyat. Hitung hitungannya sangat ketat.
Lockdown akan efektif jika penguasa dan warga bekerja sama dalam melaksanakan anjuran Rasulullah Saw. Penguasa harus menjamin kebutuhan tiap warga negaranya di masa lockdown berlangsung. Makanan pokok harus tersedia di pintu rumah mereka yang melakukan self isolation dan social distancing. Warga yang sakit harus mendapatkan penanganan terbaik dengan alat kesehatan memadai secara gratis.

Warga harus mengisolasi diri di rumah mereka sampai wabah itu terhenti. Sanksi juga harus diberikan kepada perusahaan ataupun warga yang tidak melakukan sosial distancing dan self isolation. Warga tidak perlu melakukan panik buying yang mengakibatkan kenaikan harga karena semua sudah terjamin oleh penguasa.

Jika penguasa saat ini mengambil kebijakan lockdown sesuai Islam, niscaya Allah akan menurunkan pertolongan bagi negeri ini. Akankah penguasa berani mengambil kebijakan lockdown?. Semoga Allah membuka hati penguasa kita untuk segera  menyelamatkan 280 juta nyawa warganya dengan melakukan lockdown dan tentunya Allah akan memberikan pertolongan. Aamiin.
Wallahua’lam bish shawab.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak