Oleh: Ida Royanti
Novelis, founder Komunitas Aktif Menulis, aktif di Forum Lingkar Pena Sidoarjo.
Kaum muslimin kembali dibuat sakit hati dan dipaksa menelan pil pahit akibat kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasalnya, Presiden Jokowi telah menyepakati proyek renovasi Masjid Istiqlal yang di dalamnya dimasukkan rencana pembangunan terowongan yang menghubungkan dua tempat ibadah dari agama yang berbeda.
Terowongan ini disebut-sebut sebagai simbol toleransi dan keberagaman. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Kepala Humas Masjid Istiqlal Abu Hurairah pada Republika, Jumat 7 Februari 2020, ikon toleransi di Indonesia memang diperlukan. Dia menyebut, rencana pembangunan terowongan yang dinamai Terowongan Silaturrahim ini akan masuk dalam tahap kajian detail. Terowongan itu nanti bisa jadi ikon toleransi di Indonesia, kata Abu.
Ketua Komisi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Paulus Jakarta, Jerry Sumampow mengatakan, rencana pembangunan terowongan tersebut patut diapresiasi. Menurutnya, toleransi merupakan ciri dari peradaban maju sebuah bangsa yang majemuk. Kita memang butuh simbol-simbol yang dapat memperkuat toleransi dan kerukunan di tengah bangsa yang majemuk ini, kata Jerry.
Mendudukkan Makna Toleransi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang mengandung arti: bersikap atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan) yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya.
Seseorang atau kelompok yang tidak bersikap toleransi disebut intoleran (tidak toleran). Hanya saja, secara realitas kata ini sering dikaitkan dengan tindak kekerasan yang melibatkan umat Islam. Kelompok liberal sering menjadikan masalah ini sebagai alasan untuk menuding kaum Muslim sebagai kelompok yang paling tidak toleran dengan penganut keyakinan lain.
Tudingan ini sejatinya untuk membenarkan pandangan keliru kaum liberal yang menyatakan bahwa munculnya kekerasan di Dunia Islam disebabkan adanya klaim kebenaran dan fanatisme. Menurut mereka, klaim kebenaran dan fanatisme harus dihapuskan agar umat Islam bisa bersikap toleran terhadap penganut keyakinan lain. Caranya dengan menyakini kebenaran agama lain. Dengan cara inilah, menurut mereka, kekerasan di Dunia Islam bisa dihilangkan.
Kaum muslim yang tergiring dan termakan propaganda tersebut tanpa sadar menempatkan diri sebagai tertuduh. Demi menolak tuduhan sebagai intoleran, akhirnya dicarilah jalan untuk mengompromikan ajaran-ajaran Islam agar lebih toleran.
Gayung bersambut. Keinginan ini selaras dengan gagasan moderasi Islam yang digagas oleh Barat melalui antek-ankteknya untuk melakukan liberalisasi agama di Indonesia dengan tujuan agar masyarakat semakin jauh dari kehidupan beragama.
Upaya ini didukung penuh oleh pemerintah yang memang tidak menghedaki diterapkannya Syariat Islam secara kaffah. Pembangunan terowongan antara Istiqlal dan katedral sebagai symbol toleransi beragama ini adalah salah satu wujud keberpihakan pemerintah pada liberalisasi beragama tersebut.
Toleransi Menurut Islam
Sesungguhnya Islam tidak melarang kaum Muslim untuk berinteraksi dengan orang-orang kafir. Interaksi ini berlaku pada perkara-perkara mubah seperti jual-beli, kerjasama bisnis, dan lain sebagainya. Larangan berinteraksi dengan orang kafir terbatas pada perkara yang dilarang oleh syariah, seperti menikahi wanita musyrik (kecuali Ahlul Kitab), menikahkan wanita Muslimah dengan orang kafir, dan lain sebagainya. Ketentuan ini tidak bisa diubah dengan alasan toleransi.
Namun, dengan alasan sudah tidak relevan dengan kondisi jaman dan perbedaan di Indonesia, sebagian kaum muslimin justru berusaha untuk menerobos batasan-batasan itu dengan melakukan berbagai propaganda. Salah satunya adalah dengan moderasi Islam. Padahal, secara jelas hal ini bertentangan dengan nas-nas qathi (tegas) yang menyatakan bahwa agama yang Allah SWT ridhai hanyalah Islam.
Allah SWT berfirman,"Sungguh agama yang diakui di sisi Allah hanyalah Islam ". (TQS Ali Imran 3: 19).
Allah SWT pun berfirman,"Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima dan di Akhirat dia termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang rugi". (TQS Ali Imran 3: 85).
Dari sini jelas, sesungguhnya Islam tidak akan pernah mengakui kebenaran agama dan keyakinan selain Islam. Seluruh keyakinan dan agama selain Islam adalah bentuk kekufuran. Demokrasi, pluralisme, sekularisme, liberalisme dan semua paham yang lahir dari paham-paham tersebut adalah kufur. Agama Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, kebatinan dan lain sebagainya, semuanya kufur.
Siapa saja yang menyakini agama atau pandangan tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan, maka ia adalah kafir. Jika pelakunya seorang Muslim maka ia telah murtad dari Islam. Tidak ada toleransi dalam perkara semacam ini.
Islam juga tidak mentoleransi perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil qathi, baik menyangkut masalah akidah maupun hukum syariah. Dalam perkara akidah, Islam tidak pernah mentoleransi keyakinan yang bertentangan pokok-pokok akidah Islam semacam ateisme, politheisme, keyakinan bahwa al-Quran tidak lengkap, keyakinan adanya nabi dan rasul baru setelah wafatnya Nabi saw., pengingkaran terhadap Hari Akhir dan lain-lain.
Sikap Kaum Muslimin
Allah Taala berfirman yang artinya,"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu". (QS. Al Baqarah 2: 120).
Ayat ini mengingatkan pada kaum muslimin agar selalu waspada terhadap segala hal yang sudah direncanakan oleh musuh-musuh Islam agar kita mengikuti kemauan mereka. Pembangunan terowongan silaturahim ini hanyalah salah satu bentuk dari proyek-proyek Sekulerisme dan liberalisme yang bertujuan untuk menjauhkan Kaum Muslimin dari Islam.
Kebijakan ini bisa jadi akan disusul dengan kebijakan lain yang serupa, seiring dengan maraknya kampanye moderasi agama. Padahal, dengan mengambil Islam sebatas nilai moral dan mengambil aturan selain Islam untuk mengatur urusan kehidupan hakekatnya adalah sama dengan mencampur aduk antara yang haq dan yang batil. Dan ini sangat bertentangan dengan Islam. Karena itu, kaum muslimin dengan tegas harus berani menolaknya.
Allah SWT juga mengingatkan bahwasanya mencampuradukkan agama, atau berusaha mengkompromikan antara yang haq dan bathil adalah haram. Sebab Islam sudah menjelaskan mana halal dan haram, kebaikan dan keburukan, jangan berusaha untuk disatukan. Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya,"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui". (QS. Al Baqarah 2: 42).
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan kesabaran kepada umat Islam agar tidak terjebak kepada langkah-langkah syetan dan upaya kaum kafir untuk menjauhkan Islam dari umatnya. Wallahu a' lam bish-Showab.
Tags
Opini