Oleh : Mulkiah Tambunal
Perayaan Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap tanggal 14 Februari telah menjadi perayaan global. Masyarakat Cina menyebut hari Valentine sebagai Qizi, atau Festival Malam Ketujuh, yang jatuh pada hari ketujuh, bulan ketujuh setiap tahunnya.
Sementara di Denmark, pemerintah setempat memutuskan Hari Valentine pada 14 Februari sebagai hari libur nasional. Warga Denmark lebih memilih bunga putih yang disebut 'snowdrops'. Selain itu, mereka juga akan bertukar 'kartu cinta'.
Berbeda dengan Denmark, Prancis terlebih dahulu merayakan Valentine sebagai hari kasih sayang. Dikutip dari Huffington Post, negara tersebut justru memiliki menjadi negara pertama yang memiliki kartu valentine. Saat itu, Charles, Duke of Orleans mengirim surat cinta untuk istrinya saat berada dipenjara di The Tower of London pada 1415. Sejak saat itu, mengirim kartu Valentine menjadi hal yang populer di Perancis. ( tirto.id 14 Februari 2018)
Di Indonesia sendiri tinggal menghitung hari, kita akan menuju pada perayaan Valentine Day atau hari kasih sayang. Valentine identik dengan memberikan bunga, coklat, atau boneka kepada orang-orang yang disayangi. Sebagian besar dari kita masyarakat modern sekarang pasti tidak akan mau ketinggalan untuk merayakannya, terutama para remaja. Valentine day menurut sebagian besar remaja adalah hari yang tepat untuk menyatakan cinta untuk orang yang mereka sukai, atau mungkin juga merayakannya dengan pasangan yang sudah bersama dengan mereka. Hal ini dianggap suatu hal yang lumrah bagi sebagian kalangan. Namun tak sedikit pula yang gencar melakukan aksi penolakan momen yang dianggap spesial ini. Mengapa bisa terjadi penolakan dan pelarangan untuk merayakan Valentine's Day?
Jika kita melihat dari sudut pandang yang lain, ternyata Valentine's Day bukan sekedar perayaan hari kasih sayang saja, namun lebih dari itu. Momen ini seringkali dijadikan ajang untuk melakukan seks bebas.
Penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia lewat mereka alat kontrasepsi Durex terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia menemukan, 33 persen remaja pernah melakukan hubungan seks penetrasi.
Dari hasil tersebut, 58 persennya melakukan penetrasi di usia 18 sampai 20 tahun. Selain itu, para peserta survei ini adalah mereka yang belum menikah.
"Ini mencengangkan. Jadi kalau mengatakan bahwa edukasi seksual itu masih tabu, saya kira ini perlu menjadi suatu data yang perlu dipertimbangkan," kata dr. Helena Rahayu Wonoadi, Direktur CSR Reckitt Benckiser Indonesia dalam pemaparannya di Jakarta, ditulis Jumat (19/7/2019). ( m.liputan6.com)
Menyikapi kejadian-kejadian seperti ini, kita semua seharusnya introspeksi diri dan berbenah. Pasalnya banyak pihak yang bertanggung jawab.
Pertama: Abainya Keluarga hingga Negara
Banyak faktor yang menyebabkan remaja di Tanah Air terjerumus dalam budaya seks bebas. Pertama: Peran keluarga sebagai tempat pendidikan dan pembinaan bagi setiap anggotanya, terutama anak-anak, tidak berjalan. Banyak orangtua lalai mendidik anak-anak mereka. Banyak orangtua malah menanamkan nilai-nilai sekular-liberal dalam keluarga. Mereka memberikan kebebasan berperilaku bagi anak-anaknya. Keluarga macam inilah yang rentan terpapar pergaulan bebas, termasuk LGBT.
Kedua: Masyarakat semakin kurang peduli. Banyak pemilik rumah kos, juga tetangga kanan-kiri, yang tidak lagi peduli dengan apa yang dilakukan penghuninya. Akibatnya, perilaku seks bebas di lingkungan masyarakat seperti kos-kosan makin menjamur. Masyarakat pun seperti sudah menutup mata melihat remaja putra-putri berpacaran, bahkan pulang larut malam. Belakangan, masyarakat juga sudah seperti menerima bila ada pasangan yang menikah dalam keadaan hamil. Ini membuat kalangan muda tidak merasa takut lagi melakukan perzinaan.
Ketiga: Negara abai terhadap pembinaan moralitas remaja. Persoalan moral dipandang sebagai urusan personal, bukan menjadi tanggung jawab negara. Negara lebih banyak mengambil kebijakan kuratif, menangani korban pergaulan bebas, ketimbang mengambil tindakan preventif (pencegahan). Misalnya negara lebih sibuk menangani korban aborsi ataupun penularan penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS di kalangan remaja.
Alih-alih melarang pergaulan bebas di kalangan remaja, negara justru mengkampanyekan bahaya pernikahan dini. Padahal prosentase kasus nikah dini amat rendah dibandingkan dengan perilaku pacaran dan seks bebas di kalangan pelajar. Lagipula mengapa mesti nikah yang dipersoalkan, yang itu sah secara hukum agama, sementara pacaran yang jelas mendekati zina justru dibiarkan?
Yang menjadi pangkal dari persoalan ini adalah negara memberlakukan sistem kehidupan sekular-liberal. Dalam sistem kehidupan seperti ini, setiap individu diperbolehkan untuk melakukan apa saja, termasuk dalam perilaku seksual. Tidak heran bila kemudian perilaku seks bebas, LGBT dan berbagai perilaku menyimpang lainnya semakin marak. Nilai-nilai sekular-liberal itu sudah masuk ke tengah-tengah masyarakat lewat bacaan, tontonan, lagu-lagu, penyuluhan, dsb.
Azab Keras bagi Pelaku Zina
Perzinaan adalah salah satu dosa besar dalam pandangan Islam. Bahkan sekadar mendekati zina pun dilarang, seperti ber-khalwat (berdua-duaan laki-laki dan wanita dewasa tanpa mahram), bercumbu, merayu, dsb. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk" (TQS al-Isra [17]: 32).
Keharaman zina juga ditunjukkan dengan ancaman yang amat keras bagi para pelakunya. Allah SWT pernah memperlihatkan kepada Nabi saw. azab yang disiapkan bagi pelaku zina, sebagaimana sabdanya:
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ: اصْعَدْ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بِصَوْتٍ شَدِيدٍ فَقُلْتُ: مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالَ: هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ...ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ أَشَدُّ شَيْءٍ اِنْتِفَاخًا وَأَنْتَنُهُ رِيْحًا وَأَسْوَئُهُ مَنْظَرًا فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قِيْلَ: الزَّانُوْنَ وَالزَّوَانِي
"Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku. Lalu keduanya membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras. Aku bertanya, “Suara apa itu?” Dia menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka…” Kemudian aku dibawa. Tiba-tiba aku melihat sekelompok orang yang tubuhnya menggelembung sangat besar. Baunya sangat busuk. Pemandangannya sangat mengerikan. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?” Dijawab, “Meraka adalah para pezina laki-laki dan wanita.” (HR Ibnu Hibban).
Penanganan Menyeluruh
Pertama: Pencegahan pergaulan bebas pada remaja harus dimulai dari keluarga. Orangtua harus menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan pembina anak. Nilai-nilai keislaman harus menjadi pedoman dalam pendidikan keluarga. Nilai-nilai sekular-liberal harus dicampakkan. Orangtua patut mewaspadai tontonan, bacaan dan penggunaan gawai pada anak-anak. Ini sebagai salah satu bentuk pelaksanaan firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا...
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka… "(TQS at-Tahrim [66]: 6).
Orangtua wajib menanamkan pemahaman pada anak remaja mereka bahwa kedudukan mereka sudah menjadi mukallaf di hadapan Allah SWT. Artinya, amal perbuatan mereka kelak akan dipertangunggjawabkan di hadapan-Nya. Karena itu mereka wajib menjaga diri dari perkara yang telah Allah SWT haramkan.
Kedua: Masyarakat tak boleh membiarkan lingkungan tercemari seks bebas, khususnya oleh kawula muda. Sikap cuek terhadap kerusakan akhlak hanya akan menambah persoalan sosial dan mengundang murka Allah SWT. Nabi saw. bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
"Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah" (HR Hakim).
Oleh karena itu masyarakat tidak sepantasnya membiarkan seks bebas apalagi menerima itu sebagai kewajaran perilaku anak muda. Padahal itu adalah kemungkaran yang seharusnya dihentikan.
Ketiga: Negara harus berperan dalam menjaga akhlak masyarakat, termasuk mencegah berbagai perbuatan yang mendekati zina. Sekolah-sekolah harus mendidik dan memperingatkan para pelajar agar tidak melakukan aktivitas pacaran baik di lingkungan sekolah maupun di luar. Sanksi pun harus diberikan kepada para remaja dan pelajar yang melanggar aturan tersebut.
Syariah Islam telah memperingatkan akan kerasnya sanksi untuk para pezina. Allah SWT berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ...
"Pezina wanita dan pezina laki-laki, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan… "(TQS an-Nur [24]: 2). (www.mediaoposisi.com, 18 oktober 2018)
Maka dengan adanya peraturan yang tegas dalam mengatur pergaulan antara perempuan dan laki-laki, maka para remaja akan sadar bahwa terdapat batasan dalam berinterikasi, saat Valentine’s Day datang, hal-hal seperti seks bebas dapat dihindari. Dengan begitu, akan tercipta generasi-generasi yang unggul dan mulia. Generasi-generasi yang dapat membangun peradaban. Dan ini hanya terwujud jika sistem yang diterapkan adalah sistem islam yaitu khilafah. Wallahualam bi’showab.