Oleh: Ummul Asminingrum
Isu kemiskinan terus menjadi hal menarik yang ramai diperbincangkan. Mulai dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait kemiskinan, hingga data kemiskinan yang ada.
Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini di bawah 10% dari total penduduk. Rerata pertumbuhan ekonomi pun diprediksi 5,6% per tahun selama 50 tahun ke depan. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapitanya diperkirakan tumbuh enam kali lipat menjadi hampir US$ 4 ribu.
Namun, 115 juta orang atau 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali miskin. (detiknews.com)
Namun, 115 juta orang atau 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali miskin. (detiknews.com)
Melihat kondisi ini Bank Dunia merekomendasikan beberapa cara untuk mengatasi problem kemiskinan di Indonesia. Yang dikutip dari katadata.co.id bertajuk "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class" pada akhir pekan lalu (30/1).
Dalam riset itu, 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin.
Untuk meningkatkan jumlah kelas menengah dan mengurangi penduduk rentan miskin, Bank Dunia merekomendasikan empat hal:
Untuk meningkatkan jumlah kelas menengah dan mengurangi penduduk rentan miskin, Bank Dunia merekomendasikan empat hal:
Pertama, meningkatkan gaji dan tunjangan guru. Di satu sisi, sistem manajemen kinerja guru juga perlu diperbarui. Memulai sertifikasi ulang guru dan dilakukan secara berkala.
Kedua, meningkatkan anggaran kesehatan. Salah satu caranya dengan mengejar sumber pendapatan baru dari peningkatan pajak tembakau dan alkohol.
Ketiga, memperluas basis pajak. Caranya, bisa dengan menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menaikkan tarif pajak tertentu seperti alkohol, tembakau dan kendaraan, dan lainnya.
Keempat, menyeimbangkan kembali (re-balancing) transfer fiskal seperti meningkatkan proporsi dana desa dan mengembangkan peraturan baru untuk mengoperasionalkan penyediaan layanan lintas daerah, termasuk mengatasi tantangan pembiayaan. Selain itu, perlu membangun kapasitas pemerintah provinsi.
Harapan pengentasan kemiskinan total adalah hal yang mustahil dalam sistem demokrasi. Karena dalam sistem ini manusia secara individu mendapat jaminan kebebasan, termasuk kebebasan kepemilikan.
Begitu pula upaya penurunan angka kemiskinan yang lebih banyak mengotak atik angka melalui pembuatan standarisasi atau ukuran. Tentu saja hal ini disesuaikan dengan kepentingan. Bukan menghilangkan kondisi miskin secara nyata. Yaitu memastikan pemenuhan semua kebutuhan pokok rakyat.
Kemiskinan massal yang terjadi saat ini terutama di negara berkembang adalah kondisi laten akibat mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Hal ini sudah banyak diakui oleh para ahli.
Sebagai seorang Muslim yang Mukmin sudah selayaknya kita menyuarakan Islam sebagai solusi tuntas atas semua masalah yang terjadi di negeri ini termasuk dalam mengatasi kemiskinan.
Mengapa terjadi kemiskinan ? Seolah-olah kekayaan alam yang ada tidak mencukupi kebutuhan manusia yang jumlahnya terus bertambah. Dalam pandangan ekonomi kapitalis, problem ekonomi disebabkan oleh adanya kelangkaan barang dan jasa. Sementara kebutuhan dan populasi manusia terus bertambah. Sehingga sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga terjadilah kemiskinan.
Padahal, secara i'tiqadiy jumlah kekayaan alam yang disediakan oleh Allah swt untuk manusia pasti mencukupi. Namun apabila kekayaan alam ini tidak dikelola dengan benar, yakni produksi yang eksploitatif dan distribusi yang timpang, maka akan menjadi faktor utama kemiskinan. Disinilah pentingnya keberadaan sebuah sistem hidup yang shahih. Dan keberadaan negara yang menerapkan sistem tersebut.
Sistem perekonomian Islam memiliki tatacara dan pengelolaan ekonomi negara yang sangat tinggi dan mulia. Karena aturan ini bersumber dari sang Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan. Syariat Islam telah mengatur bagaimana mekanisme kepemilikan dan produksi.
Dalam Islam individu jelas diharamkan memiliki aset tertentu yang menjadi hak seluruh warga negara sehingga orang lain tidak bisa memanfaatkannya. Demikian pula pengembangan dan penguasaan kepemilikan barang tertentu terikat dengan hukum syara'.
Jaminan pemenuhan kebutuhan merupakan perkara yang sangat fundamental. Mengatur realisasinya bagaimana agar tiap individu memenuhi kebutuhan primernya. Dan negara juga membantu memfasilitasi untuk terpenuhi kebutuhan sekundernya. Sedangkan untuk kebutuhan tersier disesuaikan dengan kadar kemampuannya.
Adanya jaminan pemenuhan kebutuhan primer bagi tiap individu bukan berarti negara akan membagi - bagikan makanan, pakain dan perumahan kepada siapa saja setiap saat. Sehingga rakyat bisa bermalas malasan karena kebutuhannya sudah terpenuhi. Jaminah pemenuhan kebutuhan primer dalam Islam diwujudkan dalam bentuk pengaturan mekanisme-mekanisme.
Diantara mekanisme praktis yang dimiliki Islam agar tidak terjadi kemiskinan adalah sebagai berikut :
1. Mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada dirinya dan keluarganya.
Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
"Maka berjalanlah kesegala penjuru, serta makanlah sebagian dari rezekiNya". (Q.S Al Mulk [67]: 15)
Bagi para suami, syara' juga mewajibkan mereka untuk memberi nafkah pada anak dan istrinya.
"Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf". (Q.S Al Baqarah [2]: 233)
2. Mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya.
Pada kenyataanya tidak semua laki-laki bisa bekerja, sebab kondisi fisik seperti cacat, sakit- sakitan atau sudah tua. Dalam kasus semacam ini Islam mewajibkan kerabat dekat yang memiliki hubungan darah untuk membantu mereka.
" ...... janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan janganlah seorang karena anaknya, Dan warispun berkewajiban demikian...". (Q.S Al Baqarah [2]: 233)
Nafkah dari waris diwajibkan oleh syara' apabila terdapat kelebihan harta. Orang yang mampu menurut syara' adalah orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan - kebutuhan primer dan kebutuhan pelengkap.
3. Mewajibkan kaum Muslim untuk membantu rakyat miskin.
Apabila di Baitul Mal atau Kas negara tidak ada harta sama sekali. Maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih kepada kaum Muslim secara kolektif. Allah swt telah berfirman dalam QS. Adz Dzariyat ayat 19 yang artinya:
"Didalam harta mereka terdapat hak bagi orang miskin yang meminta minta yang tidak mendapatlan bahagia".
Juga sabda nabi Muhammad saw : "Tidaklah beriman kepadaKu, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan , sementara dia mengetahuinya. (HR. Al Bazzar)
Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, kaum Muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin. Kedua, Negara mewajibkan dharibah atau pajak. Ini hanya ditujukan kepada orang-orang kaya hingga mencukupi kebutuhan untuk membantu orang miskin. Jika dalam jangka waktu tertentu, pajak tersebut tidak diperlukan lagi, maka pemungutannya oleh negara harus dihentikan.
4. Mewajibkan negara untuk membantu rakyat miskin.
Apabila orang yang tidak mampu tidak memiliki saudara yang bisa membantu, atau kondisi ekonominya juga pas. Maka dalam kondisi seperti ini kewajiban memberi nafkah beralih ke Baitul Mal (kas negara). Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
"Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan kalla maka dia menjadi kewajiban kami. (HR. Imam Muslim)
Kalla adalah orang yang lemah, tidak mempunyai anak, dan tidak mempunyai orang tua. Anggaran negara yang digunakan untuk membantu individu yang tidak mampu, pertama - tama dari kas Zakat. Allah swt berfirman :
"Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi para fakir miskin...". (Q.S. At Taubah [2]: 60). Apabila harta zakat tidak mencukupi maka negara wajib mencarinya dari kas yang lain.
Demikianlah seperangkat mekanisme Islam dalam mengentaskan kemiskinan dari keluarga hingga bangsa. Semoga semakin banyak yang sadar dan kembali mengamalkannya.
Wallahu'alam bishawab.
Tags
Opini