Oleh : Ummu Muhammad
"Ada masalah hukum minta ke nabi, nabi buat hukumnya. Yang menjalankan pemerintahan sehari-hari nabi. Kalau ada orang berperkara datang ke nabi juga. Sekarang tak bisa, haram kalau ada," kata Mahfud
Begitulah salah satu isi dari ceramah seorang profesor saat mengisi diskusi dengan tema Harapan Baru Dunia Islam. Sekilas memang masuk akal dan dibenarkan jika yang dimaksudkannya adalah manusia yang mengaku nabi. Namun sebenarnya itu adalah kata-kata sihir yang menipu orang-orang awam untuk menolak secara keras ajakan kembali pada sistem yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Meskipun dia seorang profesor tetapi sejatinya dia awam dan tak layak untuk diikuti perkataannya. Apalagi kata haram mengikuti sistem yang dibawa Rasulullah Saw adalah sebuah penyesatan bahwa ada keharaman pada prilaku yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw . Jelas ini bertentangan sekali dengan apa yang disebutkan dalam Al-Qur’an .
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah".
(Surat Al-Ahzab 21)
Sungguh ayat ini adalah kemutlakan untuk mengikuti setiap apa yang ada pada diri Rasulullah kecuali jika ada dalil nash lain yang menyebutkan kekhususannya. Hal ini hanya bisa difahami oleh orang-orang yang ikhlas belajar dan mengharap ridha Allah Swt. Masih banyak ayat lain yang menuntut kita untuk mengikuti cara rasulullah berhukum memutuskan perkara dalam pemerintahan.
"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya".
(Surat An-Nisa' 65)
Jika konteksnya adalah sang penyeru dakwah mengaku sebagai nabi, maka dia benar. Karena Rasulullah adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahnya sehingga jika datang setelah Rasulullah mengaku nabi dan memiliki fungsi-fungsi seperti Rasulullah maka jelas harus diingkari dan ditolak seruannya.
Selain itu pula keawamannya menjadikan lisannya tidak konsisten mengatakan perda syariah radikal tetapi disisi lain dia mengatakan bahwa yang islami itu yang baik-baik seperti jujur, sportif, bersih, taat hukum, dan anti korupsi. Sehingga Jepang yang bukan muslim yang tetapi menerapkan nilai-nilai Islami bisa disebut negara yang Islami apalagi kalau bersyahadat maka Jepang akan menjadi negara muslim yang taat. Namun anehnya orang Islam ingin menerapkan seluruh ajaran Islam yang baik dan mampu menyelesaikan masalah yang ada malah dicap radikal, bibit teroris dan bukan muslim yang taat.
Dan benarkah apapun bentuk pemerintahannya tidak melanggar ajaran Islam? Sungguh keawamannya sudah pada tingkat yang kritis. Tidakkah dia minimal mendengar kata khalifah tersebar di dalam alquran dan hadis.
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِىٌّ خَلَفَهُ نَبِىٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِى وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُر. قَالُوا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُم
“Pada awalnya, Bani Israil diurus dan dipimpin oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi meninggal, akan digantikan dengan Nabi yang lainnya. Sesungguhnya tidak akan ada Nabi setelahku, melainkan akan ada banyak khalifah. Para ṣahabat bertanya, apa yang engkau perintahan kepada kami? Rasulullah bersabda: Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja, dan berikanlah kepada mereka haknya. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada mereka atas apa yang mereka lakukan.” ”(H.R. Muslim).
Tidakkah dia mempelajari apa itu khalifah, samakah kedudukannya dengan pemimpin negara saat ini? Mengapa harus bingung untuk memilih bentuk pemerintahan seperti apa yang dikehendaki Islam? Bukankah kita tahu bahwa salah satu sumber hukum Islam yang kita ambil adalah ijma' sahabat ? Karena merekalah generasi terbaik yang dekat pemahamannya dengan Rasulullah. Entah karena keawamannya atau karena kebenciannya si profesor selalu terdepan dalam menghalangi dan merintangi dakwah Islam. Padahal dia pun tahu bahwa sistem pemerintahan demokrasi kapitalis hanya melahirkan tumpukan masalah yang tak terselesaikan.
Meskipun Rasulullah Saw telah meninggal tetapi Rasulullah meninggalkan warisan abadi sepanjang jaman dialah Al-Qur’an dan hadis. Bagi hamba Allah yang taat dan takut akan azabNya dia akan senantiasa berhati-hati dalam bercakap dan perilaku. Karena setiap pilihannya akan dipertanggung jawabkan di hari penghisaban.
Khalifah jelas berbeda dengan nabi dan pemimpin saat ini. Karena Rasulullah Saw telah membatasi kenabian setelahnya sedangkan akan banyak para khalifah di muka bumi ini. Fungsi khalifah adalah melanjutkan apa yang dulu Rasulullah Saw contohnya. Menyelesaikan setiap masalah kehidupan dengan yang telah diwariskan yaitu Al - Qur’an kalamullah dan sunah Rasulullah dimana setiap ucapan dan tingkah lakunya adalah wahyu. Rasulullah diutus ke dunia bukan sekedar menjadi nabi tapi pemimpin bagi umat manusia yang kepemimpinannya telah tercatat rapi dalam dua kitab tersebut.
Kepemimpinan Islam bukan pula teokrasi seperti yang dituduhkan sang profesor. Di mana dalam teokrasi fungsi legeslatif, eksekutif dan yudikatif berada di satu tangan kepemimpinan dengan klaim bahwa dirinya adalah wakil tuhan.
Islam tidak mengenal itu, Islam hanya mengenal yang berhak membuat aturan atau syariat adalah asy-syari' (Allah dan Rasulnya) sedang khalifah adalah pelaksana hukum syariat yang bertugas memastikan roda pemerintahannya sesuai dengan bimbingan syariat. Khalifah pun berhak menempatkan qadhi-qadhi sebagai orang yang mampu memutuskan hukum perselisihan diantara sesama rakyat (qadhi khushumat), rakyat dan penguasa (qadhi madzalim), atau pelanggaran-pelanggaran yang terjadi ditengah-tengah masyarakat (qadhi hisbah) sesuai dengan aturan-aturan syariat. Sistem pemerintahan seperti ini sudah tercatat dalam sejarah kepemimpinam para khilafaurrasyidun.
Jadi sangat jelas tuduhan teokrasi adalah tuduhan yang tak berdasar. Pernyataannya merendahkan dedikasi sebagai Profesor sendiri.
Sedangkan pemimpin negara saat ini yang menerapkan sistem pemerintahan baik demokrasi, ataupun teokrasi semuanya bukan datang dari Islam, mereka melaksanakan fungsinya berdasarkan aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersama padahal akalnya lemah dan terbatas. Mereka membuat aturan berdasarkan klaim dan prasangka sehingga kebenaran menjadi tidak mutlak dan masalah kehidupan menjadi semakin rumit dan menyengsarakan.
Maka akuilah diri sebagai makhluk lemah dan terbatas apalah gunanya titel tinggi tetapi jauh dari pemilik ilmu dan apalah artinya kekuasaan dunia padahal sejatinya telah kehilangan pemilik dunia. Hanya dengan tunduk pada zat penggenggam jiwa dan mengikuti apa yang telah dicontohkan RasulNya menjadikan diri makhluk mulia dengan kehidupan yang bahagia. Sebagaimana firman Allah Swt:
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung.
(Surat Al-a'raf 157)
Waallahu a'lam bisshowab