Subsidi Bagian dari Konsep Kapitalis




Oleh : UqieNai
Ibu Rumah Tangga dan Alumni Branding for Writer 212


Awal tahun 2020 hingga  berikutnya sepertinya akan menjadi tahun suram bagi rakyat di bawah naungan kapitalis sekular. Betapa tidak, rencana dan wacana terus disuguhkan pemerintah ke tengah publik tanpa rasa belas kasihan. Rencana pencabutan subsidi LPG gas melon, pencabutan subsidi untuk pelajar tuna netra, juga pencabutan subsidi untuk guru honorer adalah wacana terkini yang sepertinya tak lama lagi akan menjadi kenyataan.

Beredarnya pemberitaan tentang dicabutnya subsidi gas 3 kilogram dibantah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebagaimana dikutip dari web Tempo.com, melalui Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto dalam rilisnya di Jakarta, Kamis, 23 Januari 2020 menyatakan bahwa subsidi elpiji 3 kg tidak dicabut karena sudah ditetapkan dalam APBN. 
“Yang benar, subsidi harus tepat sasaran.” Tepat sasaran yang dimaksud adalah elpiji 3 kg atau biasa disebut “gas melon” diperuntukkan hanya bagi masyarakat miskin, sesuai tulisan yang tertera pada setiap tabung, ujarnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menegaskan saat ini pemerintah tengah mendata masyarakat yang berhak mendapat gas 3 kg. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak berhak memperoleh subsidi, tetap bisa menggunakan tabung melon, namun dengan harga normal (tidak disubsidi). Dengan metoda skema tertutup, diharapkan subsidi gas melon bisa disalurkan secara tepat sasaran (Tempo.com, Kamis, 23/01/2020)

Dibalik wacana pencabutan beberapa subsidi terhadap masyarakat ternyata ada fakta miris--jauh sebelum kasus di atas mencuat yang membuat sesak dan panas hati. Dilansir dari CNNIndonesia.com, lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari badan Pengelola dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp 7,5 triliun sepanjang Januari-September 2017.

Lima perusahaan sawit itu terdiri dari Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources dan Louis Dreyfus Company (LDC). Data yang diperoleh CNNIndonesia.com, Wilmar Group mendapatkan nilai subsidi terbesar, yakni Rp 4,16 triliun. Padahal, setoran yang diberikan Wilmar Group hanya senilai Rp 1,32 triliun (CNNIndonesia.com, 17/01/2018)

Tidak banyak orang mengetahui bahwa sebenarnya 'subsidi' adalah konsep kapitalis meredam gejolak di tengah masyarakat. Jika secara langsung hak rakyat di hapus atau di hilangkan sementara kekayaan melimpah, masih terindera adanya pengelolaan SDA di beberapa wilayah bahkan panen raya atau para pengamat menyatakan cadangan pangan aman untuk tahun-tahun mendatang, akan menjadi bumerang bagi pemerintah dan pengusaha. Kesempatan menguasai aset publik bagi kaum korporat akan sirna. Dari sinilah isu peredam atau  pengalihan isu senantiasa dimunculkan, BLT (bantuan langsung tunai) misalnya.

Tak bisa dipungkiri juga kondisi negeri ini mengarah kepada korporatokrasi. Kedekatan pemerintah dengan para pengusaha (asing dan aseng) lebih bersifat politis. Kedekatan yang terjalin demi keuntungan materi, bukan untuk rakyat tapi untuk para konglomerat. Negara tak bisa lagi menjadi penjamin kebutuhan rakyat apalagi melayani semua kehendak rakyat. Negara hanya ada dan siap untuk kaum berdasi pencari legalisasi.

Bagaimana Islam mengatur pemberian layanan pada seluruh warga tanpa diskriminasi  (kaya dan miskin) dan bagaimana mekanisme Institusi Islam (dawlah) menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu rakyat?

Dalam Islam, siapapun yang menjadi warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama (muslim dan non muslim) sesuai arahan syara'. Sebagai kepala negara (Imam/khalifah) memiliki tugas melayani segala urusan umat tanpa nanti dan tapi. Pemimpin ibarat penggembala sementara rakyat adalah gembalaannya. Ia bertanggunghawab atas kenyamanan dan keamanan gembalaannya (rakyat). Ia tidak boleh membedakan pelayanan berdasarkan  strata sosial, pendidikan ataupun pangkat serta jabatan. Baik kaya atau miskin semuanya berhak mendapat pelayanan. Rasulullah Saw bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya." (Hadits shahih riwayat al-Bukhari: 4789)

Syariat Islam tidak membenarkan pemberlakuan pajak, swastanisasi dan liberalisasi. Termasuk juga subsidi seperti saat ini. Pengelolaan SDA ada di tangan negara dengan sebesar-besarnya keuntungan untuk rakyat. Begtu juga halnya air, padang rumput, minyak bumi, gas, dll adalah hak umat, disalurkan secara gratis tanpa pamrih. Semua itu dilakukan agar rakyat sejahtera. Rasul Saw telah bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api " (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadis di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas). Karena sifatnya itulah yang tidak boleh dikuasai dan dikelola oleh individu ataupun kelompok, tapi harus dikelola negara. Sebab jika diserahkan kepada individu atau kelompok mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.  

Dengan pengelolaan sumber daya alam di tangan negara yang hasilnya disalurkan untuk kemaslahatan umat, maka sebuah keniscayaan jika rakyat akan tercukupi tanpa terzalimi. Kasus pencabutan subsidi, penghapusan pegawai honorer, korporatokrasi, insentif kepada pengusaha, swastanisasi, liberalisasi juga intervensi asing  tidak akan ditemukan dalam kepemimpinan Islam. Inilah perbedaan mendasar antara sistem berbasis kapitalis demokrasi dengan sistem berbasis akidah Islam. Hasilnya berbeda secara signifikan (lihat: tarikh al khulafa). Islam mampu menjadi mercusuar saat syariatnya diterapkan. Sebaliknya Islam akan terus dimonsterisasi saat ajarannya dijauhi dan ditakuti oleh pemeluknya sendiri. 

Kini, saatnya berjuang agar Islam kembali cemerlang, menjadi adidaya dan mercusuar dunia. Hempaskan ideologi kufur, campakkan ide-ide asing yang bersumber dari kafir penjajah melalui dakwah. Hingga penerap syariat itu muncul di tengah umat.

Wallahu a'lam bi ash Shawab

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak