Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.i
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif
Kembali Menko Polhukam Mahfud MD memberikan narasi yang kontroversial. Setelah sebelumnya mengatakan “Perda Syariah itu Radikal” dan “Tidak ada sistem khilafah dalam Islam”. Kini tak tanggung-tanggung, dilansir oleh nu.or.id, Mahfud menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad Saw, haram hukumnya.
Alasannya, negara yang didirikan oleh Rasulullah adalah negara teokrasi, dimana Nabi memiliki tiga kekuasaan sekaligus yaitu legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Semua peran itu berada dalam diri Nabi Muhammad Saw sendiri. Nabi berhak dan boleh memerankan ketiga-tiganya karena dibimbing langsung oleh Allah Swt. Sedangkan manusia lainnya tidak akan sanggup, jadi harus dipisah menjadi tiga. Hal tersebut disampaikan Mahfud pada Diskusi Panel Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (25/01).
Pernyataan yang mencederai iman seorang muslim, sungguh tak pantas diucapkan oleh seorang pejabat tinggi di negeri muslim terbesar ini.
Sesungguhnya alasan diharamkannya meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad Saw, oleh Mahfud adalah pandangan menyesatkan, karena tidak memiliki dalil syar'i. Karena jelas Islam bukanlah negara teokrasi dimana pemusatan kekuasaannya di tangan tokoh-tokoh spiritual yang sekaligus kepala negara, yang berujung pada pengkultusan. Kepala negara pun dianggap keturunan dewa atau manusia setengah Tuhan atau manusia pilihan Tuhan, bahkan reinkarnasi dari orang suci.
Sistem ini bisa dilihat pada negara mesir kuno, yang mengangkat Firaun sebagai kepala negara dan Tuhan sekaligus. Sedangkan pada abad sekarang, kita bisa melihat negara Vatikan yang bersistemkan teokrasi katolik. Semua kebijakan di bawah kekuasaan gereja.
Sistem Islam yang Nabi Muhammad terapkan. Mengajarkan bahwa nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia biasa. Bukan manusia setengah Tuhan, apalagi manusia titisan Tuhan. Muhammad adalah utusan Allah SWT, penyampai risalah-Nya. Dan dalam setiap aturan yang Nabi terapkan, murni sepenuhnya bersumber dari wahyu Allah SWT. Jadi, menyamakan sistem Islam yang dibawa oleh Muhammad Saw dengan sistem teokrasi adalah logika cacat akidah. Karena akidah Islam mengajarkan pada kita, bahwa Rasulullah Saw adalah utusan, bukan titisan Allah Swt.
Begitu pun alasan yang dikemukakan Mahfud, yang mengharamkan umat Muslim meniru sistem Islam, yaitu karena Nabi mampu menjalankan tiga kekuasaan dalam trias politika, sedangkan manusia biasa tak akan sanggup menjalankan tiga kekuasaan tersebut; yudikatif, eksekutif dan legislatif. Ini pun merupakan pernyataan ngawur, karena Islam tak mengenal trias politika. Konsep trias politika merupakan ide dasar dalam demokrasi barat. Pemikiran ini berkembang di Eropa pada abad XVII dan XVIII M.
Hal itu telah nyata bertentangan dengan Islam. Sebab, pertama, sumber konsep ini adalah manusia yang terbatas dan lemah. Kedua, konsep ini merupakan konsep dasar demokrasi yang kufur, karena dalam demokrasi yang berdaulat adalah rakyat. Jelas ini batil, karena dalam Islam, yang berdaulat adalah syariat Allah. Islam telah memiliki mekanisme agar abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) tidak terjadi, yaitu dengan mewajibkan kaum muslim untuk mengoreksi penguasa. Dan melakukan amar ma'ruf nahi mungkar pada para pejabat, bukan memecah kekuasaan menjadi tiga seperti konsep trias politika.
Sedangkan statement bahwa umat hanya diperintahkan mendirikan negara yang Islami bukan negara Islam juga merupakan statement asbun (asal bunyi), karena tak ada landasan dalilnya. Sesungguhnya Rasul telah mengajarkan pada kita untuk melaksanakan seluruh aturan yang Allah Swt ciptakan. Bukan mengambil satu saja dari ajaran Islam, karena syariat Allah SWT membentang luas, dari mulai urusan bangun tidur hingga bangun negara, telah Allah SWT rincikan.
Karenanya negara yang terkenal disiplinnya tinggi, seperti Jepang. Tak bisa kita katakan negara tersebut adalah negara Islami. Karena pada faktanya, hal mendasar yang disebut sebagai negara Islami adalah negara yang memiliki sifat Islam secara mendasar. Yaitu akidah Islam dan aturan yang diterapkan adalah Islam juga.
Sistem pemerintahan dalam Islam disebut sistem khilafah. Sistem pemerintahan khilafah akan meniscayakan seluruh aturan Allah SWT diterapkan, tanpa pilih-pilih. Adapun dalil wajibnya bentuk negara Khilafah sebagai berikut:
“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” [HR Muslim]
Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib…” [Lihat, Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, Juz V/416].
Sistem sekuler demokrasilah yang menjerat setiap muslim untuk berfikir sekuler dan menentang ketaatan sempurna pada syariat-Nya, pantaslah sistem ini melahirkan para pemimpin yang senantiasa menentang Islam. Narasinya basah dengan propaganda-propaganda sesatnya. Kebijakannya selalu saja menyakiti umat muslim.
Kita menginginkan para pejabat yang amanah. Pejabat yang dengan kesalehannya, membangun bangsa. Kepala negara yang memahami Islam secara kaffah, agar kebijakannya senantiasa merujuk pada Alquran dan Sunah. Yang perilakunya selalu ittiba (mencontoh) perilaku rasul termasuk dalam membentuk negara Islam, karena hal itu termasuk bukti sempurnanya iman. Dan itu hanya terwujud dalam khilafah.
Wallahu A'lam bishshowab