Oleh: Nina Marlina
(Ibu Rumah Tangga Peduli Ummat)
Ribuan umat Islam berdatangan ke mushala Al Hidayah di Perum Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Mereka marah atas perusakan yang telah terjadi di Mushala ini pada Rabu malam, 29/01/2020. Sangat disayangkan, Menteri Agama Fachrul Razi berkomentar bahwa perusakan tempat ibadah jika dibanding dengan jumlah tempat ibadah rasionya sangatlah kecil. Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Brigjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo menilai apa yang dikatakan Fachru tidak tepat. Ia pun mengatakan bahwa kasus Minahasa adalah "the real radicalism" (RMOL.ID, 01/02/2020). Polda Sulut telah menahan 6 orang terduga perusak bangunan masjid. (Tribun Timur.com, 31/01/2020).
Kasus ini adalah salah satu dari berbagai kasus yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Kejadian ini terus berulang di berbagai tempat. Berbagai motif dari kasus-kasus ini mengemuka. Mulai dari kesalahpahaman, konflik, politik dan adu domba. Anehnya, jika korban perusakan adalah muslim, para pegiat HAM pun diam seribu bahasa. Tidak ada pembelaan. Tidak menyebut para pelaku dengan sebutan teroris atau radikal. Berbeda halnya jika yang menjadi korban adalah non muslim. Berbagai pembelaan pun akan dilakukannya. Inilah wajah asli HAM dalam sistem demokrasi. HAM yang selalu digembar-gemborkan ternyata memiliki standar ganda. Ia tak berpihak kepada Islam. Dengan ini, sistem demokrasi terbukti gagal dalam menjamin kerukunan umat beragama. Negara tidak tegas dalam menegakan hukum terhadap pelaku tindak kekerasan.
Islam mengharuskan muslim untuk tidak menyakiti warga pemeluk agama lain. Bahkan Rasulullah SAW pun telah menegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i, bahwa barangsiapa yang membunuh kafir dzimmi (kafir yang ada dalam perlindungan negara Islam), maka ia tidak akan mencium bau surga. Padahal baunya dapat tercium dalam jarak 40 tahun perjalanan. Islam melarang kaum muslim untuk mengganggu non muslim ketika beribadah. Termasuk tidak merusak tempat peribadatan mereka. Hal ini telah terjadi pada masa kekhilafahan, dimana negara mampu menjamin kerukunan umat beragama. Semua warga negara diperlakukan secara adil. Tanpa adanya diskriminasi. Non muslim merasakan keamanan dan kenyamanan tatkala hidup di bawah naungan Khilafah. Para pelaku kejahatan akan dihukum dengan tegas, baik muslim maupun non muslim. Hal ini tidak lain karena diterapkannya sistem Islam dalam negara. Dengannya keamanan dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh warga negara. Semoga kita semua dapat segera mewujudkannya. Insya Allah.
Tags
Opini