Oleh Dian Riana Sari
Beberapa waktu yang lalu telah tersebar kabar yang membuat rakyat semakin dirundung pilu. Kabar tersebut menyampaikan bahwa pihak pemerintah pusat akan menghapus status dari Guru Honorer. Pemerintah pusat menganggap bahwa penggajian dari guru honorer itu membebani negara sebab diambil dari dana pemerintah pusat bukan pemerintah daerah.
Dikutip dari detik Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolomenceritakan anggaran pemerintah pusat terbebani dengan kehadiran tenaga honorer. Pasalnya, setiap kegiatan rekrutmen tenaga honorer tidak diimbangi dengan perencanaan penganggaran yang baik.
Penghapusan tenaga honorer sendiri sudah disepakati Kementerian PAN-RB dan BKN dengan Komisi II DPR. Ke depannya, pemerintah juga mengimbau kepada seluruh pejabat negara untuk tidak merekrut tenaga honorer.
Apalagi larangan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2005 Pasal 8. Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN), yang dimaksud ASN adalah PNS dan PPPK. Di luar itu maka tidak dianggap.
Sungguh disayangkan keputusan dari pemerintah ini sangatlah mengecewakan pihak dari guru honorer. Pahlawan tanpa tanda jasa yang seolah jasanya benar-benar tidak dihargai oleh penguasa. Bukan disejahterakan namun nyatanya malah ditiadakan. Dengan dedikasi yang tinggi untuk dunia pendidikan di negeri ini tidak seharusnya pemerintah menganggap bahwa guru honorer adalah beban.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa jumlah dari tenaga honorer sendiri tidaklah sedikit. Maka wajar saja banyak tenaga honorer yang mengeluhkan keputusan dari pemerintah ini. Pemutusan kontrak dalam mengajar pun pasti akan dilakukan sebab ini sudah menjadi keputusan dari pemerintah. Bisa kita bayangkan akan ada banyak guru honorer yang akan kehilangan pekerjaannya sebagai pendidik generasi di negeri ini.
Padahal pada faktanya para pendidik yang berstatus guru honorer juga belum mendapatkan gaji yang layak. Alih-alih kesejahteraan yang didapat tapi justru ketidak adilan. Keputusan ini akan mendapatkan protes keras dari tenaga honorer.
*Islam Memuliakan Guru"
Dalam Islam status seorang guru sangat dimuliakan kedudukannya. Guru bagaikan pelita yang menyinari gulita. Seandainya tanpa guru generasi negeri ini akan dilingkupi kebodohan. Islam bukan hanya menempatkan posisi guru bukan sebagai pekerja tapi pendidik sejati yang dimana di tangan para guru inilah generasi negara terlahir dengan kepribadian yang Islami. Sehingga Islam benar-benar memuliakan guru, tidak seperti yang terjadi saat ini.
Sebagaimana firman Allah ta'ala :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah 11)
Sangat jelas bahwa Islam tidak akan menelantarkan nasib seorang guru. Dalam negara Islam status sebagai guru tidak akan mengalami keprihatinan seperti saat ini. Pada masa Daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu tinggi seperti yang diterima oleh Zujaj pada masa Abbasiyah. Setiap bulan beliau mendapat gaji 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar perbulan oleh al-Muqtadir. (I/231).
Contoh lain yang tak kalah menarik, terjadi pada masa Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi Rahimahullah, guru begitu dihormati dan dimuliakan. Syekh Najmuddin Al-Khabusyani Rahimahullah misalnya, yang menjadi guru di Madrasah al-Shalāhiyyah setiap bulannya digaji 40 dinar dan 10 dinar (1 dinar hari ini setara dengan Rp. 2.200,000 jadi setara Rp 110,000,000) untuk mengawasi waqaf madrasah. Di samping itu juga 60 liter roti tiap harinya dan air minum segar dari Sungai Nil. Inilah bukti bahwa dalam Islam tidak ada istilah penghapusan tenaga pendidik. Sebab dalam negara Islam posisi seorang guru amatlah penting.
Dan penggajian kepada guru bukan diambil dari pajak tapi dari kas negara / baitul maal. Sehingga rakyat benar-benar tidak merasa dibebani ataupun dirugikan untuk masalah penggajian. Jadi negara Islam akan menjamin kesejahteraan untuk tenaga pendidik dalam negara Islam tanpa terkecuali.
Berbanding terbalik dengan kondisi nasib para guru di negeri ini yang justru semakin hari semakin menyedihkan. Pemerintah seolah lepas tangan akan semua jasa yang telah diberikan oleh guru honorer. Dengan ini kita seharusnya semakin sadar dan paham bahwa dalam negara yang berasaskan sistem demokrasi ini guru tidak dihargai dan disejahterakan.
Dan dengan demikian berharap kesejahteraan guru pada sistem demokrasi jelas mustahil. Maka hanyalah dengan kembali kepada negara yang menerapkan sistem Islam yang berlandaskan pada aturan Allah semata maka kesejahteraan semua guru akan terjamin.
Wallahu'alam bish showwab..