Oleh : Ummu Syauqi
Membahas hari Valentine yang biasa diperingati tanggal 14 Februari, membuat miris hati. Ada tradisi merayakan dengan “kekasih”. Mengekpresikan rasa cinta yang tidak syar’i. Menabrak peraturan sana-sini. Demi nafsu birahi. Rela kehilangan harga diri.
Berbagai fakta mendeskripsikan. Remaja putri kehilangan perawan. Dibujuk dengan coklat batangan dan bunga mawar menawan. Bagi pasangan yang kerasukan, bunga tidak lagi jadi perhatian. Alat pengaman (kontrasepsi) yang diutamakan. Kemudian melakukan kemaksiatan. Remaja putri kehilangan kehormatan. Akhirnya hamil di luar pernikahan. Ada yang memilih menggugurkan kandungan. Ada juga yang membuang bayi di sudut jalanan.
Jawa pos menuliskan: “Tahun lalu (2018), banyak pasangan muda tidak lagi mencari bunga, namun para pasangan muda justru banyak yang mencari alat kontrasepsi, kondom murahan.” Informasi salah satu karyawan toko: “para pencari kondom umumnya remaja. Tapi tidak jarang juga pria dewasa yang ikut berburu. Rata-rata adalah lelaki. Banyak juga yang om-om, bapak-bapak.” (jawapos.com, 16/02/2019).
Dua berita di atas cukup menggambarkan bahwa perayaan hari Valentine identik dengan kebebasan. Kebebasan mengekspresikan nafsu pada pasangan, dan kebebasan bertransaksi alat pengaman. Pembeli kondomnya cukup varian. Mulai remaja belasan tahunan, sampai bapak-bapak yang hampir ubanan. Ini menandakan hari Valentine yang dirayakan sarat muatan kemaksiatan. Walaupun ada yang berdalih selagi tidak melakukan seks bebas, hari kasih sayang sah-sah saja dirayakan. Emangnya ada jaminan, seks bebas tidak mereka lakukan?
Hari valentine tidak saja dirayakan oleh remaja agama lain. Remaja Islam pun ikut-ikutan. Ada hal yang perlu dipertanyakan: Apa penyebab mendasar remaja Islam ikut juga merayakan? Padahal juga berseberangan dengan adat ketimuran. Bahkan dengan syariat Islam amat sangat bertentangan. Ini bukan saja persoalan sosial ringan, tetapi persoalan sistemik yang harus jadi perhatian. Akar dari semua persoalan adalah liberalisme dan hedonisme yang sengaja ditanamkan.
Hari Valentine adalah budaya Barat. Bau liberalisme-sekulerisme dan hedonismenya sangat menyengat. Pemisahan agama dan kehidupan begitu pekat. Hidup bebas tidak merasa terikat. Mewarnai masyarakat Barat. Jadi, tidak sedikitpun kaitan antara hari valentine dengan syariat. Jika remaja kita meniru budaya Barat. Maka akan melepaskan diri dari syariat. Dia menjadi bagian dari kaum Barat. Seperti disinyalir oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Washallam, yang artinya “Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Remaja Islam hari ini. Pikirannya terkontaminasi oleh racun dan virus liberalisasi. Dilancarkan tiada henti, melalui berbagai saluran informasi. Yang menayangkan propaganda-propaganda basi. Mencuci otak generasi. Hingga hari Valentine dinanti-nanti. Padahal hari valentine budaya Romawi. Mengagungkan dewa-dewa dan mitologi. Kemudian dijadikan simbol perayaan oleh umat Nasrani. Sampai hari ini, sangat identik dengan pergaulan bebas muda mudi.
Remaja Islam hari ini mengartikan cinta sama dengan penyaluran birahi. Pesta kasih sayang beraroma pagan diminati. Menjual murah kehormatan diri. Dibarter dengan sekotak coklat, dan setangkai mawar tak berarti. Diawali party, dikencani, dihadiahi, hingga zina dilegalisasi. Atas nama cinta kasih, kemaksiatan terjadi. Ada yang hamil tidak dinikahi. Dari pada menangggung malu, akhirnya memilih aborsi. Ada juga yang berakhir bunuh diri.
Padahal remaja Islam ideal adalah remaja Islam yang tangguh. Beriman teguh, beraqidah kukuh, bersyariat secara menyeluruh. Suatu Profil syaksyiyah Islamiyah yang utuh.
Remaja tangguh dalam Islam diwakilkan oleh Muhammad Al-Fatih. Pada umur belia sudah terlatih. Mengelola kebutuhan jasmani. Mengatur naluri secara syar’i. Naluri beragama (gharizah tadayun), naluri melangsungkan keturunan (gharizah na’u), dan naluri mempertahankan diri (gharizah baqo’) diketahui, dipahami dengan aturan Ilahi.
Remaja Islami adalah remaja yang sangat paham semua aturan Ilahi. Hingga menyalurkan naluri seksual secara resmi, karena paham betul hakikat cinta sejati. Cinta halal dirayakan setiap hari. Diungkapkan sepenuh hati, dengan semua ekspresi. Semua rasa yang menggelora pada kekasih hati, halal diungkapkan dengan berbagai diksi. Tanpa menunggu tanggal 14 Februari. Itulah turunan cinta sejati. Sebab cinta sejati semata-mata untuk Ilahi. Sementara cinta insani dioptimalisasi semata untuk Ilahi.
Kasih sayang pada belahan jiwa, wujud ibadah terlama sepanjang usia. Diikat dengan ijab-qabul hingga sah. Itulah perjanjian kuat (mitsaqan ghaliza), Ada maharnya. Terjadi pemindahan amanah dari seorang ayah kepada menantu laki-lakinya. Cinta yang melembaga dalam institusi rumah tangga. Hingga leluasa dan bernilai ibadah mengungkapkan dan mengekspresikan rasa cinta. Berupaya sekuat tenaga menggapai predikat keluarga sakinah mawaddah warahmah. Selama-lamanya bahkan sampai ke syurga-Nya.
Mendidik remaja tangguh tanggung jawab siapa? Jawabannya tanggung jawab semua. Tidak semata beban ayah-bundanya. Tidak pula tanggung jawab si remaja. Tanggung jawab ini juga diambil dan diatur oleh negara.
Hari ini kita perhatikan pemerintah hanya mengambil langkah-langkah praktis saja. Mengatasi persoalan sementara. Melalui himbauan dan larangan biasa. Tanpa ada kejelasan aturan, apalagi sanksi tegas untuk pelaku zina, sehingga tidak ada efek jera. Setiap tahun permasalahan yang muncul tetap sama.
Beda dengan aturan Islam, pelaku zina jika perjaka 100 kali cambukan. Jika sudah menikah dihukum rajam di lapangan. Perlakuan ini setimpal dengan efek yang ditimbulkan. Merusak tatanan kehidupan. Merusak kehormatan dan keturunan. Memberi efek jera, sehingga orang lain yang bukan pelaku tidak mau melakukan. Aturan Islam dilaksanakan dengan penuh ketaatan. Takut azab dan lakhnat Allah diturunkan.
Bagi umat Islam, jangankan untuk merayakan Hari Valentine, mengucapkan selamat Jari Valentine saja dilarang. Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah “Memberi ucapan selamat terhadap acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati haram.”
Semoga para remaja Islam semakin paham, tentang aturan penyaluran gharizah na’u menurut Islam, sehingga melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu berdasarkan syariat Islam. Tidak latah, seolah terlihat sangat awam. Akhirnya tenggelam dalam peradaban kelam. Allahu Alam Bisshawab.
Tags
Opini