Oleh: Rindoe Arrayah
Entah apa yang sedang terjadi di negeri ini? Para pejabatnya seringkali melontarkan kalimat-kalimat yang justru menyakiti hati rakyat sendiri.
Belum lama ini, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfudz MD melontarkan pernyataan kontroversial. Dia menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad SAW adalah haram (NU Online, 25/1/2020).
Sungguh, pernyataan yang mengada-ada. Pasalnya, Rasulullah SAW telah mencontohkan dengan lengkap melalui Sunnahnya berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya sistem pemerintahan. Fakta-fakta baru pun mampu diselesaikan oleh Islam dengan seluruh perangkat hukumnya, yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas.
"Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah SAW itu teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah ."
(TQS. Al-Ahzab: 21)
Dalam firman Allah Ta'ala di atas, telah jelas adanya bahwa Rasulullah SAW adalah sosok teladan yang baik.
Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini adalah dasar yang paling utama dalam perintah meneladani Rasulullah SAW, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keadaannya. Oleh karena itu, Allah Ta'ala menyuruh manusia untuk meneladani Rasulullah SAW dalam hal kesabaran, keteguhan, ribath (terkait dengan tugas, komitmen), dan kesungguhannya.
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, pada ayat ini Allah Ta'ala memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Rasulullah SAW yang dikenal sebagai sosok yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah menghadapi segala macam cobaan serta percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan Allah Ta'ala dan beliau pun mempunyai akhlak yang mulia.
Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikuti Rasulullah SAW. Akan tetapi, perbuatan dan tingkah-laku mereka justru menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridhaan Allah Ta'ala dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.
Jadi, keteladanan Rasulullah SAW itu mencakup segala hal, termasuk didalamnya sistem pemerintahan.
Namun, mengapa orang-orang semacam Mahfudz MD ini bisa dengan lepas mengeluarkan pendapatnya tanpa ada sangsi tegas dari negara? Hal ini tak lain dan tak bukan karena sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, yaitu demokrasi menjadikan kebebasan berpendapat sebagai salah satu diantara empat kebebasan lainnya yang mati-matian diperjuangkan. Sehingga, tidak mengherankan manakala lisan-lisan mereka tidak terjaga.
Demokrasi adalah sebuah sistem kehidupan buatan manusia yang telah cacat sejak kelahirannya. Tidak bisa dipungkiri, jika dalam perjalanan penerapannya tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Bahkan, tidak akan pernah pula mengantarkan umat menuju kebangkitan hakiki.
Telah nyata adanya, keterpurukan yang dialami umat karena sistem demokrasi harus segera diakhiri. Penderitaan yang tak bertepi senantiasa menghantui saat demokrasi masih dipaksakan untuk dijadikan sebagai sistem kehidupan.
Hanya Islam sistem kehidupan yang sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur segala bentuk interaksi sesama manusia, seperti sistem sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Aturan-aturan semacam ini meniscayakan adanya negara yang akan melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan tersebut kepada manusia. Islam telah menetapkan sistem yang khas untuk mengelola pemerintahan yang akan menerapkan syariat-Nya.
Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang bersifat politis dan tidak sakral. Sistem pemerintahan yang dimaksud adalah Khilafah yang dikepalai oleh Khalifah. Terkadang disebut sebagai Amirul Mukminin, Sulthan atau Imam.
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan syariat dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia. Menegakkan Khilafah hukumnya wajib bagi seluruh kaum muslimin. Melaksanakan kewajiban ini sebagaimana melaksanakan kewajiban lain yang telah dibebankan oleh Allah Ta'ala kepada kaum muslimin. Menjadi suatu keharusan yang menuntut pelaksanaan tanpa tawar-menawar lagi dan tidak pula kompromi. Melalaikannya adalah salah satu perbuatan maksiat yang terbesar dan Allah Ta'ala akan mengadakan pelakunya dengan adzab yang sangat pedih.
Dalil mengenai kewajiban menegakkan Khilafah terdapat dalam Al-Qur'an, bahwasanya Allah Ta'ala telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk menegakkan hukum di antara kaum muslimin dengan hukum-hukum yang telah dirurunkan-Nya. Allah Ta'ala berfirman dalam Al Qur'an surat Al-Maidah ayat 48 yang artinya, "Maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu."
Begitu juga dengan firman Allah Ta'ala dalam surat An-Nisaa' ayat 59 yang artinya, "Hai, orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu sekalian."
Allah Ta'ala juga berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 7 yang artinya, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."
Ayat-ayat tersebut di atas memerintahkan kaum muslimin untuk menerapkan hukum-hukum Allah Ta'ala dalam segala bidang, aqidah dan syariat, baik persoalan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Demikian pula sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya semuanya diperintahkan Allah Ta'ala untuk diatur dengan aturan Islam. Hal ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya kekuasaan, yaitu dengan adanya negara (daulah). Jadi, seperti disimpulkan Imam An-Nabhani (Sistem Khilafah hal 2) tuntutan itu merupakan kewajiban untuk mendirikan pemerintahan yang menerapkan syariat Islam.
Dari sini sudah jelas, bahwa meneladani sistem pemerintahan yang pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh para sahabat adalah wajib hukumnya. Meskipun, banyak pihak yang berusaha untuk memalingkan umat dari kewajiban yang satu ini. Namun, tidak menyurutkan para pengemban dakwah untuk tetap menyuarakan dihadapan umat akan kewajiban meneladani sistem pemerintahan Rasulullah SAW dan para sahabat.
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." [TQS. An-Nuur: 55]
Wallahu a'lam bishowab.