Oleh : Yauma Bunga Yusyananda
Alumni Prodi Arsitektur S1 Universitas Pendidikan Indonesia
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Kemananan, Mahfud MD tampaknya sering mengundang kontroversi. Perda syariah yang dianggap sia-sia dan menimbulkan diskriminasi, provinsi garis keras dan pernyataan saat ini, yang mengharamkan untuk meniru sistem pemerintahan ala Rasulullah SAW.
Pernyataan ini dikemukakan dalam diskusi panel dengan tema Harapan Baru Dunia Islam : Meneguhkan Hubungan Indonesia Malaysia di Gedung PBNU pada Sabtu, 25 Januari 2020. Ikut turut serta dalam diskusi ini, Mohamad Sabu, Menteri Pertahanan Malaysia.
Berdasarkan kutipan media, pernyataan Mahfud MD yang dinilai sering keseleo lidah ini menyatakan bahwa “Saya tak mengatakan mendirikan negara Islam tapi nilai-nilai Islam. Sebab itu saya sering menggunakan istilah kita tak perlu negara Islam tapi perlu negara Islami. Islami itu kata sifat, jujur, sportif, bersih, taat, hukum, anti korupsi, pokoknya yang baik-baik itu islami. Sehingga seperti New Zealand bukan negara Islam tapi negara islami. Sebab itu Indonesia memilih bentuk republik dengan presidensil, Malaysia memilih bentuk kerajaan".
"Apakah itu melanggar Al Qur’an dan Sunnah? Tidak. Karena memang di Al Quran dan Sunnah tidak ada ajaran bentuk negara. Bahwa manusia bernegara ya, bentuknya seperti apa? Terserah. Ada masalah hukum minta ke nabi, nabi buat hukumnya. Yang menjalankan pemerintahan sehari-hari nabi. Kalau ada orang berperkara datang ke nabi juga. Sekarang tak bisa, haram kalau ada” Begitulah ungkapnya.
Namun pernyataan tersebut diperkuat dan didukung olem Menteri Pertahanan Malaysia yang menyebutkan bahwa penduduk negara Jepang juga menerapkan nilai-nilai Islam seperti disiplin, tepat waktu, amanah serta sifat-sifat positif lainnya sehingga kalau penduduk mereka bersyahadat maka mereka dinilai sebagai penduduk muslim terbaik di dunia(khazanah.republika.co.id).
Jikapun pernyataan tersebut tidak bermaksud untuk meneladani nabi dalam segala aspek selain pemerintahan karena menilai sistem pemerintahan nabi lebih ke arah teokrasi ( sistem pemerintahan berdasarkan keagamaan), sejatinya perkataan atau pernyataan tersebut adalah pernyataan yang berbahaya dan memiliki nilai-nilai pluralisme ( paham kesamaan keberagaman).
Dan ini mampu mencederai keimanan kaum muslimin. Mereka akan keliru dengan Islam yang sesungguhnya dan menilai Islam hanyalah sebuah agama seperti agam yang lain yang hanya mengatur hubungan pencipta dan hambanya. Padahal Islam sejatinya lebih dari itu. Islam memiliki aturan yang mengatur segala aspek kehidupan.
Dari bangun tidur hingga bangun negara, sesungguhnya Islam mengaturnya secara lengkap. Karena, Allah SWT telah menetapkan aturan yang berasal dari Al qur’an dan dirincikan dalam dalil-dalil syariat serta memberikan contoh terbaik dari kalangan manusia terbaik yaitu Nabi Muhammd SAW sebagai Rasul atau utusan sehingga seluruh manusia dapat mengikutinya agar selamat mengarungi kehidupan dunia ini dengan berbekal Islam sebagai jalan hidup.
Dan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah sistem pemerintahan teokrasi atau keagamaan yang selama ini diperbincangkan, karena dalam teokrasi hanya mengagungkan seseorang sebagai bagian dari tuhan.
Islam sangat berbeda dengan sistem pemerintahan teokrasi yang ada saat ini ( Semisal Vatikan yang sangat lekat dengan agama Nasrani dan keuskupan), Islam tetap memposisikan kepala negara dan staffnya sebagai manusia dan hamba Allah SWT, karena Islam tidak menganut sistem pemerintahan teokrasi.
Khalifah yang sangat familiar sebagai pemimpin negara di masa Rasulullah, bukanlah masuk kedalam tiga posisi yang ada pada trias politica milik Montesque. Karena Montesque mengsung trias politika untuk sistem demokrasi. Dan Demokrasi bukanlah berasal dari Islam.
Sistem pemerintahan Rasululllah adalah Kekhilafahan dan pemimpin negaranya adalah Khalifah. Tidak bisa dibandingkan dengan badan eksekutif saat ini yang menjalankan aturan yang dilegalisasi oleh manusia. Sudah banyak kajian terkait tentang Kekhilafahan, bahwa tidak melulu nabi yang diandalkan dalam sistem pemerintahan Khilafah.
Ada struktur negara Khilafah yang secara rinci memberikan tugas-tugas kenegaraan. Rasulullah dijadikan rujukan ketika bertanya perihal hukum Islam namun pelaksanaan hukum Islam dan penetapan sanksi tetap diserahkan kepada Qadhi (Hakim) yang ada dalam kekhilafahan.
Maka sejatinya kita harus memperbanyak khazanah keislaman kita ketika hendak mencontoh Rasulullah agar tidak main-main dengan mengharamkan sesuatu yang bersandar langsung dengan diri Rasulullah yang dibimbing wahyu oleh Allah.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Anton Tabah, mengaku heran dengan Mahfud MD yang tidak jera dengan lisannya yang sering salah kaprah, ia mendesak agar Mahfud lebih hati-hati dalam berbicara dan segera bertaubat atas kesalahan yang diperbuat. “Apalagi sampai mengharm-haramkan perilaku Nabi untuk diikuti, maka dia harus segera bertaubat.” Pungkas Anton.
Maka jika kita memiliki pemikiran yang seperti itu, walau Jepang seolah-olah islami dengan menerapkan segala kebaikan sejatinya itu bukanlah sandaran yang tepat. Bagimanapun jika seseorang tidak beriman kepada Allah, maka apa yang ia lakukan seperti fatamorgana di tengah-tengah padang pasir.
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan Nya.” (QS. An Nur 24:39).
Yang wajib menjadi rujukan bukan negara-negara maju saat ini, tapi kembali lagi kepada uswatun hasanah atau teladan terbaik yang diberikan Allah SWT, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Karena hanya dengan mengikuti apa yang Allah SWT turunkan dan menjadikan Rasulullah sebagai satu-satunya teladan termasuk dalam memahami semua perilaku Rasulullah dan didalamnya Rasulullah pernah membangun Negara Islam maka jika kita mencontoh Rasulullah, kita telah berupaya untuk taat kepada Allah dan menjadi bukti sempurnanya iman bagi setiap muslim. Wallahu a' lam biashowab.
Tags
Opini