Oleh : Neneng Sriwidianti
Pengisi Majelis Taklim dan Member AMK
Ironis sekali, dalam menghadapi keterpurukan ekonomi saat ini, Presiden Jokowi berencana akan membangun terowongan bawah tanah antara Masjid Istiqlal-Katedral yang diberi nama terowongan silaturahmi. Terus apa urgensinya terowongan itu untuk rakyat? Bukankah lebih baik dananya dipakai untuk kesejahteraan rakyat?
Dilansir oleh Tempo.co bahwa pada hari Jum'at 7 Februari 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat usulan pembuatan terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Jokowi menyetujui usul tersebut. Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral memang berlokasi bersebrangan dan hanya dipisahkan jalan. Masing-masing tempat ibadah ini menyediakan lahan parkir untuk keperluan hari raya.
"Tadi ada usulan dibuat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katedral. Tadi sudah saya setujui sekalian, sehingga ini menjadi sebuah terowongan silaturahmi," kata Jokowi di proyek renovasi Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2020).
Ada-ada saja Jokowi ini. Pro kontra pun merebak di tengah-tengah masyarakat. Menurut wakil ketua Setara Institut Bonar Tigor Naipospos, tidak ada urgensi pemerintah dalam membangun Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan gereja Katedral. Menurutnya pembangunan terowongan bawah tanah tak akan menyelesaikan persoalan. "Indonesia sedang krisis darurat intoleransi. Merawat kemajemukan dan mengatasi intoleransi membutuhkan tindakan nyata dan bukan sekedar simbol fisik seperti pembangunan terowongan," ujar Bonar saat dihubungi Tempo, Ahad, 9 Februari 2020.
Rencana dibangunnya terowongan masjid Istiqlal - Katedral yang dianggap sebagai simbol toleransi, justru ini semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah pada liberalisasi terhadap agama, dengan dalih untuk silaturahmi, untuk saling menghormati. Di negara ini, liberalisasi akan tumbuh subur layaknya jamur di musim hujan. Karena negara ini menganut paham Pluralisme yaitu paham yang mengakui bahwa semua agama benar, semua agama mengajarkan kebaikan. Di samping itu tidak adanya sangsi hukum yang tegas, membuat pelakunya tidak takut, bahkan seringkali kita lihat hukum hari ini tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Liberalisasi terhadap agama secara masif telah dilakukan oleh umat Islam sendiri termasuk penguasa hari ini dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Islam adalah agama yang sempurna. Agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan tak terkecuali tentang toleransi ( saling menghormati antar umat beragama). Namun toleransi dalam Islam memiliki batasannya yaitu akidah, yang merupakan hal yang sangat prinsipil bagi seorang muslim. Akidah adalah harga mati yang harus dijaga oleh seorang muslim dari pengaruh buruk pemikiran yang di terapkan hari ini. Empat belas abad yang lalu, Allah Swt telah memberikan jawaban terkait toleransi ini dengan menurunkan surat Al-Kafirun ayat 1-6 :
" Katakanlah ( Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku"
Rasulullah Saw, telah memberikan contoh yang luar biasa terkait penerapan toleransi ini ketika beliau mendirikan negara Islam di Madinah pertama kali. Penduduk Madinah waktu itu bukan hanya Islam tapi di sana juga ada yang beragama Yahudi dan Nasrani. Rasulullah Saw yang waktu itu sebagai pemimpin negara, memberikan kebebasan kepada pemeluk agama Yahudi dan Nasrani terkait masalah akidah, makanan, minuman dan pakaian. Tetapi dalam masalah lainnya mereka harus tunduk terhadap aturan Islam. Dalam Islam tidak ada paksaan untuk masuk kedalam agama Islam, kecuali dengan keridaan sendiri. Dan kondisi ini diteruskan oleh para Khalifah sesudah beliau sampai kekhilafahan Utsmani di Turki sampai tahun 1924 M. Mereka hidup rukun di bawah naungan Islam.
Semua itu menunjukan, bagaimana sikap toleransi yang dibangun ketika Islam ada dan ketika hukum-hukumnya di terapkan secara kaffah. Mereka orang-orang Yahudi dan Nasrani yang hidup di negara Islam, merasakan kenyamanan dan keamanan yang luar biasa ketika menyaksikan keadilan Islam diterapkan di tengah-tengah mereka. Selama berabad-abad mereka hidup berdampingan dengan umat Islam.
Inilah toleransi yang diajarkan di dalam Islam :
1. Berbuat baik dan adil kepada siapapun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hukum meremehkan kaum non muslim, "Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah diantara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil." (Tafsir Al-Qur'an Al'Azhim, 7 : 247).
2.Saling menolong terutama orang yang membutuhkan (Orang Muslim, sakit, orangtua, anak-anak).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ' alaihi wa dalam bersabda, "Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala." (HR. Muslim no 2363 dan Muslim no 2244).
3. Menghormati prinsip agama masing-masing.
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Ak-Kafirun [109]:6)
4.Tetap menjalin hubungan kerabat kepada orangtua dan saudara non muslim.
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersembahkan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-nya. Kemudian hanya kepada-nya tempat kembalinya, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerja." (QS. Lukman [31]:15)
5.Boleh memberi hadiah pada non muslim.
Oleh karena itu, sangat mengherankan jika hari ini, Indonesia yang masyarakatnya mayoritas muslim masih mempermasalahkan tentang toleransi. Justru ini semakin menguatkan kepada kita adanya proyek liberalisasi yang sedang dijalankan dijalankan oleh negara. Ini berbahaya karena bisa menyesatkan umat Islam dengan mencampur adukan yang hak dan batil. Jangan mengajari kami, umat Islam tentang toleransi, karena kami pernah menerapkannya selama ribuan tahun yang lalu.
Wallahu'alam bish-shawab