Oleh: Rindoe Arrayah
Gresik yang dikenal juga sebagai Kota Wali ternyata memiliki peringkat yang membuat ngeri. Apakah itu? Sangat mengejutkan memang. Gresik berada di peringkat kedua se-propinsi Jawa Timur setelah Surabaya dalam hal penyakit mematikan, yaitu HIV/AIDS. Astaghfirullah....
Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik makin serius memperhatikan upaya untuk menekan jumlah penderita HIV/AIDS di Gresik. Pasalnya, jumlah penderita di Gresik kian meningkat dari bulan ke bulan.
Tercatat, mulai Januari hingga Oktober 2019 yang lalu sudah ada 79 orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Bahkan, dari Agustus sampai September 2019 ada 12 ODHA baru.
Data itu diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Gresik, Muhammad. Menurutnya, perkembangan penyakit HIV/AIDS di Gresik cukup memprihatinkan.
"Gresik itu kan kota industri. Alur penularannya, banyak dari pendatang. Termasuk diantaranya melalui jalur laut Pelabuhan Gresik dan pelabuhan-pelabuhan lainnya," ungkap Muhammad (SINDONEWS.com, 18/10/2019).
"Kami sudah komunikasi dengan Kementrian Kesehatan. Hasilnya cukup mencengangkan, bila tidak dicegah, diprediksi 2020 ada 1.288 ODHA," ungkapnya.
Penanganan penyakit HIV/AIDS pada saat ini masih belum tepat, karena pelaku HIV/AIDS melalui jalan seks bebas itu dipandang sebagai korban. Dari sini, masyarakat digiring untuk memaklumi pelaku atau biasa disebut ODHA, sehingga mereka dilindungi. Padahal, penggiringan opini itu bermaksud agar masyarakat memaklumi perilaku seks bebas. Seharusnya mereka para ODHA harus diberikan sanksi dan dijerat hukum atas perilaku seks bebasnya.
Penyebab perkembangan HIV/AIDS adalah pola hidup pergaulan bebas yang telah merasuki kehidupan masyarakat kebanyakan. Terlihat dari perilaku mereka yang memilih pola dan pemikiran asing, selain itu media sosial juga berperan penting dalam menyuburkan perilaku dan budaya asing yang diadopsi. Perilaku tersebut dapat dilihat dari maraknya perilaku seks bebas.
Bercermin pada sistem sosial (An-Nidhomul Al-Ijtima' fil Islam, karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani) yang diatur oleh Islam bertujuan untuk mengatur berbagai problem yang muncul dari pergaulan pria dan wanita (ijtima') atau berbagai interaksi yang terjadi. Pandangan Islam terhadap hubungan pria dan wanita adalah untuk melestarikan jenis manusia, bukan bersifat seksual semata.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 1 yang artinya, "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinyalah Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak."
Allah Ta'ala sebagai Sang Pencipta (Al-Khaliq) mengetahui potensi yang dimiliki oleh pria dan wanita, yaitu potensi untuk mencintai sehingga terdapat berbagai aturan dalam Islam. Dapat kita lihat dan rasakan bagaimana sistem pergaulan pria dan wanita yang kebablasan tanpa diawali dengan ikatan pernikahan. Hal ini dikarenakan masyarakat telah mengadopsi pemikiran asing yang memandang pria dan wanita sebatas seksual semata.
Pemikiran asing yang telah meracuni pola pikir masyarakat saat ini adalah demokrasi. Salah satu kebebasan yang selama ini selalu didengungkan oleh sistem yang rusak dan merusak ini adalah kebebasan berperilaku.
Demokrasi yang nyata-nyata rusak dari sejak awal kemunculannya sangat tidak layak untuk dipertahankan menjadi aturan kehidupan.
Saatnya kembali pada syariat Allah Ta'ala yang paripurna dan sempurna tanpa cela yang diturunkan-Nya kepada Rasulullah SAW, yaitu risalah Islam.
"...Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu..." [TQS. Al-Maidah: 3].
Terkait dengan ayat di atas, Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu 'Abbas Ra, "Allah telah mengabarkan kepada Nabi-Nya SAW dan orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga tidak akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridhainya."
Syariat Islam mampu menjadi solusi untuk menghambat penularan HIV/AIDS, melalui peran keluarga dan negara dalam meningkatkan pemahaman ilmu agama yang dapat menguatkan keimanan umat.
Agar syariat Islam bisa diterapkan maka membutuhkan sebuah institusi yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, yaitu Khilafah Islamiyah. Untuk bisa mewujudkannya haruslah diperjuangkan. Mari rapatkan barisan untuk menjadi bagian dari pejuang penegak Khilafah yang akan mengantarkan umat pada kehidupan rahmatan lil'alamiin.
Wallahu a'lam bishowab.