Pencabutan Subsidi: Negara Mati Rasa, Rakyat Makin Sengsara



Oleh: R.Nugraha



خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْنَهُمْ

Sebaik-baik imam (pemimpin) kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian serta yang kalian doakan dan mereka juga mendoakan kalian. Seburuk-buruk imam (pemimpin) kalian adalah yang kalian benci dan mereka membenci kalian serta yang kalian laknat dan mereka juga melaknat kalian.

Istilah subsidi sangat akrab di telinga kita. Namun, meski akrab, kata ini kurang bersahabat. Masalahnya, yang sering kita dengar justru Pemerintah akan mencabut subsidi suatu barang atau jasa dengan macam-macam dalih sehingga harganya naik. 

Mengapa pencabutan subsidi menjadi kebijakan favorit pemerintah untuk mengurangi beban anggarannya? Padahal dampak dari semua itu, rakyat tidak makin sejahtera. Tetapi, malah makin sengsara.

Di awal tahun 2020 pemerintah memutuskan akan mencabut sejumlah alokasi subsidi. Alasannya pun beragam. Salah  satu alasan pencabutan itu karena subsidi akan dialokasikan ke kalangan yang lebih berhak atau masyarakat yang kurang mampu sehingga dana subsidi akan dialihkan untuk pembangunan.

Seperti diketahui, pemerintah berencana mencabut subsidi elpiji 3 kg pada pertengahan 2020. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan sistem distribusi tepat sasaran elpiji 3 kg. Nantinya subsidi takkan diberikan per tabung, tapi langsung ke penerima manfaat alias masyarakat tidak mampu. Pemerintah akan memberikan subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Djoko Siswanto beberapa hari yang lalu mengatakan, secara prinsip pemerintah dan DPR telah menyetujui sistem distribusi tertutup elpiji 3 kg.

Ini bukan berarti penerima manfaat bebas sebanyak-banyaknya menggunakan gas 3 kg. Dalam sebulan, mereka hanya dijatah maksimal 3 tabung gas melon. Setelah subsidi dicabut, nantinya harga jual gas 3 kg akan disesuaikan dengan harga pasar. Diperkirakan sekitar Rp35 ribu. 

Penerapan penyaluran subsidi elpiji tertutup rencananya akan diterapkan pada pertengahan 2020 setelah pemerintah menetapkan mekanisme penyaluran subsidi elpiji ini.

Selain itu, pada Januari 2020, pemerintah juga berencana mencabut subsidi listrik 900 VA rumah tangga mampu (RTM). Tarif listrik golongan pelanggan itu akan disesuaikan dengan golongan pelanggan nonsubsidi.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan tarif listrik golongan pelanggan itu mengalami penyesuaian mengikuti golongan pelanggan nonsubsidi 1.300 VA. Pencabutan subsidi untuk 900 VA nonsubsidi akan berlaku mulai Januari 2020.

Namun, pemerintah urung menaikkan tarif listrik 900 VA untuk golongan RTM. Stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat jadi pertimbangannya.

Di awal periode kepemimpinan Joko Widodo sebagai presiden, pemerintah pun telah mencabut subsidi BBM bersubsidi. Khususnya premium.

Menurutnya, keputusan ini merupakan bentuk upaya pemerintah memperbaiki kesalahan masa lalu dengan mengalihkan subsidi BBM yang nilainya mencapai Rp300 triliun per tahun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengungkapkan, pengalihan subsidi BBM digunakan untuk pembangunan infrastruktur, anggaran pendidikan, dan bantuan sosial.

" Kita konversi subsidi menjadi pengeluaran buat bangun infrastruktur, bansos, pendidikan. Karena pemerintah sangat sadar perlu membangun pondasi pertumbuhan, produktivitas, dan pemerataan," kata dia.

Subsidi menurut KBBI bermakna bantuan keuangan kepada pihak tertentu, yang umumnya dilakukan pemerintah. Subsidi juga didefinisikan sebagai mekanisme pembayaran oleh pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengonsumsi produk dalam kuantitas lebih besar atau harga lebih murah.

Dalam UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN 2008, subsidi adalah alokasi anggaran kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Jika subsidi diartikan sebagai bantuan keuangan yang dikeluarkan negara demi kebaikan umat, Islam setuju atas subsidi dalam pengertian ini. Subsidi dapat dianggap cara yang boleh dilakukan negara sebagai mekanisme distribusi kekayaan dan peningkatan kesejahteraan.

Indonesia termasuk salah satu negara yang berhukum kapitalisme (demokrasi-kapitalis-neoliberalis).  Neoliberalisme adalah versi liberalisme klasik yang dimodernisasi, dengan tema-tema utamanya adalah: pasar bebas, peran negara yang terbatas dan individualisme. Karena peran negara terbatas, maka neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai “ancaman yang paling serius” bagi mekanisme pasar. (Adams, 2004). 

Dari sinilah kita dapat memahami, mengapa pencabutan subsidi sangat dianjurkan dalam neoliberalisme, sebab subsidi dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah. Ringkasnya, sikap neoliberalisme pada dasarnya adalah anti-subsidi. Ini karena menurut neoliberalisme, pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi dianggap pemborosan dan inefisiensi. (http://id.wikipedia.org). 

Negara, alih-alih menjadi pelayan umat. Sistem ini justru menempatkan negara hanya sebagai regulator yang melayani kepentingan para pengusaha. Bahkan tanpa ragu negara turut bermain, berdagang mencari untung dari tugas penjaminan hak dasar umat dan hak publik mereka.

Paradigma kapitalistik demokrasi memang nihil dari nilai-nilai kebaikan. Ruh sekularisme, liberalisme dan materialisme demikian kental merasuki para pengembannya. Dan celakanya, dunia hari ini memang sedang dikuasai sistem yang sangat destruktif ini, di bawah kendali negara-negara adidaya yang hari ini memimpin peradaban dunia.

Kondisi seperti ini tentu sangatlah jauh dari gambaran kehidupan saat dikuasai peradaban Islam. Dalam sistem Islam, seluruh manusia memiliki peluang untuk mendapatkan level kehidupan yang tinggi dengan sebuah mekanisme yang sesuai fitrah penciptaan. Berbekal keyakinan bahwa Allah Al Khaliq telah menganugrahkan rezeki bagi setiap makhluk bernyawa, manusia juga diberi potensi hidup yang sama, baik berupa akal, naluri maupun kebutuhan fisiknya. Dan sebagai aturan main, Allah juga datangkan petunjuk hidup berupa Islam ideologi sebagai problem solver persoalan-persoalan kehidupan yang dipastikan akan membawa manusia kepada kebahagiaan.

Islam wajibkan para bapak atau para wali bekerja dengan reward pahala luar biasa. Di saat yang sama, Islam mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja sekaligus menciptakan kondisi kondusif sehingga persaingan berjalan fair dengan menerapkan sistem kepemilikan sesuai tuntunan syara. Apa yang ditetapkan syara sebagai milik umat, seperti sumber daya alam yang melimpah ruah, terlarang dikuasai oleh individu apalagi negara asing. Bahkan negara, diwajibkan mengelola sumber-sumber alam itu untuk mengembalikan manfaat seluruhnya demi semata kepentingan rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sehingga terbayang, negara akan punya banyak modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Jangankan memenuhi kebutuhan dasarnya, bahkan layanan publik akan diperoleh dengan mudah dan murah dari milik mereka yang dikelola negara. Setiap penyelewengan terhadap ketetapan Allah ini, ditutup celahnya dengan rambu-rambu syariat yang ketat dan intoleran terhadap praktik kecurangan maupun kezaliman yang justru lazim di sistem sekarang, baik yang dilakukan oleh individu rakyat maupun oleh para penguasa, melalui penerapan sistem sanksi yang luar biasa kerasnya sekaligus dengan budaya amar makruf nahi munkar yang hidup di tengah-tengah masyarakatnya.

Inilah yang digambarkan oleh banyak penulis barat tentang level kesejahteraan masyarakat Islam saat peradabannya ditegakkan secara sempurna oleh sistem pemerintahannya, yakni al-Khilafah. Belasan abad, umat Islam hidup dalam kemudahan, ketentraman dan kesejahteraan. Kondisi inilah yang memicu berkembangnya sain dan teknologi, berikut produk-produk fisik yang merepresentasi tingginya level kesejahteraan sebuah masyarakat.

Negara dan para penguasa paham betul bahwa memenuhi hak dasar dan hak publik umat adalah sebuah kewajiban syara. Karena kedudukan negara dan penguasa dalam Islam adalah sebagai raa-in (pengurus) sekaligus junnah (pelindung) bagi umat.

Justru apa yang hari ini terjadi, dimana negara justru menyerahkan nasib umat kepada para pemilik modal rakus bahkan pada negara-negara penjajah, dipandang sebagai kezaliman yang nyata. Maka para pemimpin dan sistem negara atau pemerintahan yang demikian sudah saatnya diganti dengan sistem negara atau sistem kepemimpinan yang sesuai tuntutan syara dan tegak di atas keimanan kepada Allah Ta’ala.

Hari ini, umat kian merasakan sulitnya hidup dalam cengkraman sistem kapitalis neolib demokrasi. Hanya saja, mereka belum melihat bahwa Islam sesungguhnya merupakan solusi bagi persoalan mereka. Islam memiliki sistem hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai aspek individual, keluarga, masyarakat, bahkan hingga kenegaraan.

Lebih dari itu, yang dibutuhkan hari ini adalah realisasi penerapan syariat kaffah negara Khilafah. Menunda penegakannya hanya akan semakin menyengsarakan manusia di seluruh dunia. Saatnya menyambut Abad Khilafah. Wallaahu a’lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak