Pajak Manis untuk Siapa?

Oleh: Andini Helmalia Putri

Baru-baru ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk penerapan cukai atau pajak minuman berpemanis. Menurutnya usulan tersebut bertujuan untuk mencegah penyakit diabetes yang mematikan, tidak dipungkiri kandungan pemanis yang ada pada minuman tersebut bila dikonsumsi secara terus menerus, menjadi salah satu penyebab yang dapat membahayakan kesehatan tubuh. 

Alih-alih dengan alasan kesehatan, pemerintah kejar target mengumpulkan receh untuk memperbesar pendapatan negara melalaui pungutan pajak minuman berpemanis. Pasalnya besar sekali permintaan pasar terhadap minuman-minuman berpemanis seperti teh kemasan, minuman berkarbonasi dan minuman lainya (energy drink, kopi konsentrat dll). Dari besarnya permintaan pasar atau konsumen maka produksinya pun besar, tapi dengan diadakannya pajak untuk setiap minuman berpemanis, berpengaruh pada produksinya, selain itu banyak pihak yang dirugikan terutama dapat mempengaruhi perekonomian rakyat. 

Menurut data media CNBC Indonesia (19/02/2020) kategori produk minuman yang akan dikenakan cukai sebagai berikut: Teh Kemasan, tarif cukainya Rp 1.500/liter. Saat ini produksi minuman teh kemasan adalah 2,191 miliar liter, dan setelah pengenaan cukai diproyeksi akan turun jadi 2,015 miliar liter. Potensi penerimaan cukainya adalah Rp 2,7 triliun. Minuman berkarbonasi, tarif cukainya Rp 2.500/liter. Saat ini produksi minuman teh kemasan adalah 747 juta liter, dan setelah pengenaan cukai diproyeksi akan turun jadi 687 juta liter. Potensi penerimaan cukainya adalah Rp 1,7 triliun. Minuman lainnya (energy drink, kopi konsentrat, dll), tarif cukainya Rp 2.500/liter. Saat ini produksi minuman teh kemasan adalah 808 juta liter, dan setelah pengenaan cukai diproyeksi akan turun jadi 743 juta liter. Potensi penerimaan cukainya adalah Rp 1,85 triliun. Jadi bila ditotal, potensi penerimaan negara dari pengenaan cukai pada minuman berpemanis adalah Rp 6,25 triliun. 

Dengan demikian, adanya cukai minuman berpemanis produksi yang tadinya besar menjadi menurun sudah pasti mempengaruhi perekonomian rakyat. Daya konsumsi berkurang akibat harga yang mahal, mempengaruhi pendapatan pedagang asongan. Pemerintah diuntungkan dengan pemasukan pendapatan negara, serta menjadi lahan basah bagi cukong-cukong para pemalak rakyat kecil. Pemungutan pajak di berbagai aspek bukannya mensejahterakan rakyat, tapi malah mencekik rakyat dengan alasan kesehatan. 

Seharusnya pemerintah dapat mencari solusi yang lain agar rakyatnya beralih pada hidup sehat, bukan malah memalak rakyat terus, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula, rakyat sudah susah masih saja terus dipalak dan disusahkan dengan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Tidak hanya itu, kantong kresek pun akan dikenakan cukai, karena banyaknya sampah plastik dapat merusak lingkungan. Kita ketahui, butuh waktu bertahun-tahun agar sampah plastik dapat terurai. Adanya pajak tersebut, maka daya konsumen terhadap kantong plastik jadi menurun. Begitulah sistem kapitalisme, apapun harus menghasilkan uang, menguntungkan para penguasa, bukan semata-mata demi kesejahteraan rakyat. Pemerintah gagal mensejahterakan rakyatnya, tidak dapat memberikan solusi dari setiap permasalahan hidup rakyatnya. Membuat aturan yang semena-mena, yang berujung menyusahkan rakyatnya demi kepentingan para penguasa. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam, pendapatan negara tidak didapat dari pungutan pajak rakyatnya, karena dalam sistem Islam tidak ada pungutan pajak apapun, yang ada rakyat disejahterakan dengan memanfaatkan sumber daya alam atau kekayaan yang dimiliki negara atau Daulah Islam, sehingga tidak akan ada rakyatnya yang pengangguran karena pemerataan Sumber Daya Manusia (SDM), karena semuanya untuk kesejahteraan rakyat bukan penguasa.  

Semoga masyarakat menjadi sadar, bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini, sangatlah menyusahkan rakyat, rakyat sudah banyak menjadi korban keserakahan penguasa. Sadarilah bahwa semua kesulitan dan permasalahan hidup ini karena tidak diterapkannya hukum-hukum Allah Subhanahu Wata'ala. Hukum-hukum yang digunakan adalah hukum buatan manusia yang berlandaskan hawa nafsunya. 

Oleh karena itu, kembalilah kepada sistem Islam yang sudah nyata selama 14 abad lamanya Islam memimpin dunia semua sejahtera dibawah naungan Islam baik umat Islam maupun non Islam semua sejahtera. 
Wallahu a'lam Bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak