Oleh: Endang Rahayu, Apt
Omnibus Law kini menjadi tema perbincangan yang hangat. Para ekonom, buruh pekerja, pegiat sosial beramai-ramai mengomentari. Kebanyakan dari mereka adalah yang menolak pasal-pasal yang telah di godog oleh segelintir orang itu. Ominibus Law juga disebut sebagai undang-undang sapu jagat sebab keberadaannya akan menghapuskan undang-undang lain yang senada dengannya meski telah diberlakukan jauh sebelum omnibus Law ini.
Beberapa aturan yang dibahas dalam omnibus Law adalah seputar UU Cipta Lapangan Kerja, UU pemberdayaan UMKM dan UU perpajakan. Omnibus Law menuai pro kontra karena dinilai pro pengusaha saja tanpa mempertimbangkan kesejahteraan para buruh. Beberapa permasalahan yang paling menuai kritik adalah seputar penetapan upah buruh perjam, tidak jelasnya nasib outsourcing, penghapusan cuti hamil dan haid, pengurangan nominal pesangon bagi buruh yang kena PHK dan masih banyak lagi lainnya.
Di samping pasal-pasal yang bermasalah, Omnibus Law yang sudah diserahkan oleh menteri terkait pada DPR mengandung pasal "ngaco" yang belakangan disebut sebagai salah ketik. Pasal 170 itu memuat pernyataan bahwa PP (peraturan presiden) bisa menghapus Undang-undang. Sontak pasal tersebut memicu kontra dari berbagai kalangan sebab dianggap telah menyalahi hierarki hukum tata negara yang berlaku di Indonesia.
Omnibus Law di klaim oleh negara sebagai upaya untuk mempermudah investasi dan mengatasi perlambatan ekonomi di indonesia. Perlambatan itu dinilai disebabkan oleh iklim investasi yang kurang kondusif untuk para pengusaha diantaranya berbelit-belitnya birokrasi yang mengatur perusahaan-perusahaan untuk hadir di dalam negeri. Maka tidak heran, aturan yang lahir terkesan jauh dari mensejahterakan rakyat namun sangat menguntungkan pengusaha.
Alasan pemerintah ini dianggap sangat berbau kapitalis. Selain karena isi pasalnya memang sangat memihak pada pihak pengusaha saja, diketahui pasal-pasal didalam Omnibus Law ini dibuat oleh 130-an orang dari kalangan politikus dan pengusaha tanpa mengikutsertakan kalangan pekerja yang nasibnya dibicarakan disana. Tuduhan -tuduhan bahwa pasal-pasal dalam omnibus Law ini pesanan pengusaha memang sangat beralasan.
Kini draft omnibus Law telah diserahkan pada DPR dan DPR diberikan waktu 100 hari untuk mempelajari pasal-pasal didalam UU ini. Meski pro kontra terus berlangsung, proses pematangan Omnibus Law terus diproses. Sejatinya omnibus Law menunjukkan betapa lemahnya negara di hadapan pengusaha dan kapitalis.
Tugas negara mengurusi rakyat tersandera oleh kepentingan kapitalis. Besarnya hutang pemilu dan ketergantungan negara terhadap hutang dituding menjadi alasan mudahnya pemerintah mengikuti keinginan pengusaha.
Sudah tentu omnibus Law harus ditolak sebab ia hanya akan merugikan rakyat kecil dan semata-mata menguntungkan pengusaha.
Disamping itu Islam memandang Omnibus Law sebagai perilaku yang mendzolimi masyarakat sebab omnibus Law dibangun diatas azas kapitalis yang memposisikan negara hanya sebagai regulator hubungan rakyat dengan kapitalis. Sementara regulator ini bergerak karena materi dari pengusaha, barang tentu mereka hanya akan memihak pada pengusaha bukan rakyat.
Dalam Islam, negara akan mengurusi bukan hanya kemaslahatan rakyat tapi juga kemaslahatan pengusaha berdasarkan hukum Islam. Islam memberikan aturan tentang hukum syirkah yang akadnya sah, menghapus akad syirkah yang tidak syari (PT, CV dsb), mengatur tentang ijarah, pemenuhan akad syari antara pekerja dan pemberi kerja dan lain sebagainya. Islam mengatur semua itu dengan aturan yang jelas sesuai dengan hukum syara sehingga dapat menghindarkan terjadinya saling menzalimi.
Rasulullah bersabda "Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”. (H.R. Ibnu Majah). Ada banyak dalil-dalil lain baik dalam Al-Qur'an maupun Sunah yang mengatur dengan jelas seputar akad pekerjaan. Namun, kita mengetahui bahwa aturan Islam kini hanya diambil sebahagian dan ditinggalkan sebagian. Untuk itu, agar kemaslahatan umat dan ridlo Allah dapat diraih sudah seharusnya kaum muslimin kembali pada aturan Allah yang Maha Kuasa.
Wallahu A'lam Bishshawab